Selasa, 09 Maret 2010

TIPS AGAR TIDAK SELINGKUH

Ada banyak alasan munculnya perselingkuhan. Tetapi bagaimanapun juga, perselingkuhan tetaplah perselingkuhan yang terlarang.
Alasan sering kali hanya untuk membenarkan sebuah tindakan dan membebaskan dari kesalahan, lebih-lebih jika ia menganggap sebagai korban dari pasangan hidupnya.

Tips ini hanya ditujukan khususnya bagi yang telah menikah. Bagi yang belum menikah juga boleh, biar “nantinya” (setelah menikah) dapat mencoba tips ini. Selingkuh dalam terminologi ini adalah zina. Bukan selingkuhnya versi pacaran muda-mudi yang memuakkan sebagaimana terminologi kontemporer para selebritis.

1. Ikhlash kepada Allah ta’ala. Ikhlash merupakan obat penawar yang paling manjur. Jika seseorang yang selingkuh benar-benar ikhlash dan menghadapkan wajahnya kepada Allah ta’ala dengan tulus, niscaya Allah ta’ala akan menolongnya dengan ke-Mahalembutan-Nya dengan cara yang tidak pernah terlintas dalam hatinya. Orang tersebut tentu akan segera sadar bahwa ia sedang dalam penjagaan Rabbnya yang tidak pernah tidur, hingga kemudian dapat meninggalkan aktifitas selingkuh. Ia akan tersibukkan dengan hal-hal yang membuat ridla Rabbnya.

Syaikhul-Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata,”Sesungguhnya apabila hati telah merasakan manisnya ibadah kepada Allah ta’ala dan ikhlash kepada-Nya, maka tidak ada yang lebih manis, lebih indah, lebih nikmat, dan lebih baik darinya”.

2. Tindakan preventif secara umum, yaitu dengan cara menyucikan jiwa untuk membersihkan diri dari bisikan-bisikan setan yang merupakan langkah awal menjerumuskan mereka ke dalam kemunkaran.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ وَمَنْ يَتَّبِعْ خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ فَإِنَّهُ يَأْمُرُ بِالْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan. Barangsiapa yang mengikuti langkah-langkah setan, maka sesungguhnya setan itu menyuruh mengerjakan perbuatan keji dan yang munkar” [QS. An-Nuur : 21].

3. Orang yang hendak memasuki rumah orang lain disyari’atkan untuk memohon ijin terlebih dahulu sehingga terhindar dari pandangan yang dapat melihat aurat penghuni rumah.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَدْخُلُوا بُيُوتًا غَيْرَ بُيُوتِكُمْ حَتَّى تَسْتَأْنِسُوا وَتُسَلِّمُوا عَلَى أَهْلِهَا ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ * فَإِنْ لَمْ تَجِدُوا فِيهَا أَحَدًا فَلَا تَدْخُلُوهَا حَتَّى يُؤْذَنَ لَكُمْ وَإِنْ قِيلَ لَكُمُ ارْجِعُوا فَارْجِعُوا هُوَ أَزْكَى لَكُمْ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ * لَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَنْ تَدْخُلُوا بُيُوتًا غَيْرَ مَسْكُونَةٍ فِيهَا مَتَاعٌ لَكُمْ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا تُبْدُونَ وَمَا تَكْتُمُونَ

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum minta ijin dan memberikan salam kepada penghuninya. Yang demikian itu lebih baik bagimu, agar kamu (selalu) ingat. Jika kamu tidak menemui seorang pun di dalamnya, maka janganlah kamu masuk sebelum kamu mendapat ijin. Dan jika dikatakan kepadamu : “Kembali (saja)lah”; maka hendaknya kamu kembali. Itu lebih bersih bagimu dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. Tidak ada dosa atasmu memasuki rumah yang tidak disediakan untuk didiami, yang di dalamnya ada keperluanmu, dan Allah mengetahui apa yang kamu nyatakan dan apa yang kamu sembunyikan” [QS. An-Nuur : 27-29].

Diriwayatkan dari Abdullah bin Busr radliyallaahu ‘anhu, ia berkata :

كان رسول الله صلى الله عليه وسلم إذا أتى باب قوم لم يستقبل الباب من تلقاء وجهه ولكن من ركنه الأيمن أو الأيسر ويقول السلام عليكم السلام عليكم

”Apabila Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam mendatangi pintu/rumah seseorang, beliau tidak berdiri di depan pintu. Akan tetapi di samping kanan atau di samping kiri. Kemudian beliau mengucapkan : Assalamu’alaikum Assalamu’alaikum” [HR. Abu Dawud no. 5186; shahih].

4. Bila ada tamu laki-laki yang bukan mahram sementara suami tidak ada di rumah, sebaiknya ditolak. Demikian pula sebaliknya bila ada tamu wanita yang bukan mahram sementara istri tidak ada di rumah.

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

لا يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ إِلا مَعَ ذِيْ مَحْرَمٍ

“Janganlah seorang laki-laki berdua-duaan dengan wanita kecuali bersama mahramnya” [HR. Al-Bukhari no. 5233 dan Muslim no. 1341].

وَلا تَأْذَنُ فِيْ بَيْتِهِ وَهُوَ شَاهِدٌ إِلا بِإِذْنِهِ

“Dan janganlah seorang wanita mengijinkan seseorang masuk ke dalam rumah suaminya sementara dia (suami) ada di sana, kecuali dengan ijin suaminya tersebut” [HR. Muslim no. 1026].

5. Menyucikan mata dari pandangan kepada wanita atau laki-laki yang bukan mahram. Manfaat menahan pandangan sangat besar, diantaranya adalah : menyelamatkan hati dari rasa gundah-gulana yang menyakitkan, membuat hati bercahaya dan bersinar yang kelak akan terlihat pada mata, wajah, dan seluruh tubuh; terakhir, menjernihkan firasat, karena firasat itu berasal dari cahaya hati dan buahnya.

قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ذَلِكَ أَزْكَى لَهُمْ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ * وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ

Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat”. Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya” [QS. An-Nuur : 30-31].

Dari Jarir bin ‘Abdillah radliyallaahu ‘anhu ia berkata :

سَأَلْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ نَظَرِ الْفُجَاءَةِ فَأَمَرَنِيْ أَنْ أَصْرِفَ بَصَرِي

”Aku bertanya kepada Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam dari pandangan tiba-tiba (tidak sengaja). Maka beliau memerintahkanku untuk memalingkan pandanganku” [HR. Muslim no. 2159].

6. Bagi wanita, dilarang ia ber-tabarruj (dandanan menor) di hadapan laki-laki yang bukan mahram.

وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الأولَى

”Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu” [QS. Al-Ahzaab : 33].

Nabi shallallaahu ’alaihi wa sallam telah bersabda :

المرأة عورة فإذا خرجت استشرفها الشيطان

”Wanita itu adalah aurat. Apabila ia keluar (rumah), maka setan akan menghiasi dirinya (sehingga dipandang indah di mata kaum laki-laki)” [HR. At-Tirmidzi no. 1173; shahih].

7. Larangan terhadap sesuatu yang dapat menggerakkan atau menggugah nafsu birahi laki-laki atau wanita, misalnya dengan menutup aurat sesuai dengan yang disyari’atkan.

8. Tidak bercampur-baur antara laki-laki dengan wanita yang bukan mahram.

9. Menjauhkan diri dari sarana-sarana yang akan membangkitkan gairah seks (majalah, koran, tv, dan media lainnya yang terpampang gambar-gambar dan memuat bumbu-bumbu cerita vulgar).

10. Menjauh dari “orang lain” yang dicintai (selain suami/istri = PIL/WIL ? ), sebab memisahkan diri dan menjauh akan mengusir bayangan orang yang pernah dicintai dalam hatinya, seperti mantan pacar atau rekan kerja.

11. Senantiasa menghadiri majelis ilmu.

12. Selalu konsisten menjaga shalat dengan sempurna, menjaga kewajiban-kewajiban shalat, baik berupa kekhusyukan dan kesempurnaannya secara lahir maupun bathin.

Selamat mencoba dan semoga bermanfaat…….

http://abul-jauzaa.blogspot.com/

JAHANNAM, 300 km

Oleh Abu Khalid al-Jadawy

Aku mengenal seorang pemuda yang dulu termasuk orang-orang yang lalai dari mengingat Allah. Dulu dia bersama dengan teman-teman yang buruk sepanjang masa mudanya. Pemuda itu meriwayatkan kisahnya sendiri:

"Demi Allah, yang tidak ada sesembahan yang haq selain Dia, aku dulu keluar dari kota Riyadh bersama dengan teman-temanku, dan tidak ada satu niat dalam diriku untuk melakukan satu ketaatanpun untuk Allah, apakah untuk shalat atau yang lain."

"Alkisah, kami sekelompok pemuda pergi menuju kota Dammam, ketika kami melewati papan penunjuk jalan, maka teman-teman membacanya "Dammam, 300 KM", maka aku katakan kepada mereka aku melihat papan itu bertuliskan "Jahannam, 300 KM". Merekapun duduk dan menertawakan ucapanku. Aku bersumpah kepada mereka atas hal itu, akan tetapi mereka tidak percaya. Maka merekapun membiarkan dan mendustakanku.

Berlalulah waktu tersebut dalam canda tawa, sementara aku menjadi bingung dengan papan yang telah kubaca tadi.

Selang beberapa waktu, kami mendapatkan papan penunjuk jalan lain, mereka berkata "Dammam, 200 KM", kukatakan "Jahannam, 200 KM". Merekapun menertawakan aku, dan menyebutku gila. Kukatakan: "Demi Allah, yang tidak ada sesembahan yang haq selain Dia, sesungguhnya aku melihatnya bertuliskan "Jahannam, 200 KM"." Merekapun menertawakanku seperti kali pertama. Dan mereka berkata: "Diamlah, kamu membuat kami takut." Akupun diam, dalam keadaan susah, yang diliputi rasa keheranan aku memikirkan perkara aneh ini.

Keadaanku terus menerus bersama dengan pikiran dan keheranan, sementara keadaan mereka bersama dengan gelak tawa, dan candanya, hingga kemudian kami bertemu dengan papan penujuk jalan yang ketiga. Mereka berkata: "Tinggal sedikit lagi "Dammam, 100 KM"." Kukatakan: "Demi Allah yang Maha Agung, aku melihatnya "Jahannam, 100 KM"." Mereka berkata: "Tinggalkanlah kedustaan, engkau telah menyakiti kami sejak awal perjalanan kita." Kukatakan: "Turunkan aku, aku ingin kembali." Mereka berkata: "Apakah engkau sudah gila?" Kukatakan: "Turunkan aku, demi Allah, aku tidak akan menyelesaikan perjalanan ini bersama kalian." Maka merekapun menurunkanku, akupun pergi ke arah lain dari jalan tersebut. Akupun tinggal di jalan itu beberapa saat, dengan memberikan isyarat kepada mobil-mobil untuk berhenti, tetapi tidak ada seorangpun yang berhenti untukku. Selang beberapa saat, berhentilah untukku seorang sopir yang sudah tua, akupun mengendarai mobil bersamanya. Saat itu dia dalam keadaan diam lagi sedih, dan tidak berkata-kata walaupun satu kalimat.

Maka kukatakan kepadanya: "Baiklah, ada apa dengan anda, kenapa anda tidak berkata-kata?" Maka dia menjawab: "Sesungguhnya aku sangat terkesima dengan sebuah kecelakaan yang telah kulihat beberapa saat yang lalu, demi Allah aku belum pernah melihat yang lebih buruk darinya selama kehidupanku." Kukatakan kepadanya: "Apakah mereka itu satu keluarga atau selainnya?" Dia menjawab: "Mereka adalah sekumpulan anak-anak muda, tidak ada seorangpun dari mereka yang selamat." Maka dia memberitahukan kepadaku ciri-ciri mobilnya, maka akupun mengenalnya, bahwa mereka adalah teman-temanku tadi. Maka akupun meminta kepadanya untuk bersumpah atas apa yang telah dia katakan, maka diapun bersumpah dengan nama Allah.

Maka akupun mengetahui bahwa Allah I telah mencabut roh teman-temanku setelah aku turun dari mobil mereka tadi. Dan Dia telah menjadikanku sebagai pelajaran bagi diriku dan yang lain. Akupun memuji Allah yang telah menyelamatkanku di antara mereka."

Syaikh Abu Khalid al-Jadawi berkata: "Sesungguhnya pemilik kisah ini menjadi seorang laki-laki yang baik. Padanya terdapat tanda-tanda kebaikan, setelah dia kehilangan teman-temannya dengan kisah ini, yang setelahnya dia bertaubat dengan taubat nashuha."

Maka kukatakan: "Wahai saudaraku, apakah engkau akan menunggu kehilangan empat atau lima teman-temanmu sampai kepada perjalanan seperti perjalanan ini? Agar engkau bisa mengambil pelajaran darinya? Dan tahukah kamu, bahwa kadang bukan engkau yang bertaubat karena sebab kematian teman-temanmu, melainkan engkaulah yang menjadi sebab pertaubatan teman-temanmu karena kematianmu di atas maksiat dan kerusakan." Na’udzu billah.

Ya Allah, jangan jadikan kami sebagai pelajaran bagi manusia, tetapi jadikanlah kami sebagai orang yang mengambil pelajaran dari apa yang terjadi pada mereka, dan dari apa saja yang terjadi di sekitar kami. Allahumma Amin." (AR)*


* Majalah Qiblati Edisi 5 Volume 3

Jumat, 05 Maret 2010

Peringatan Kepada Kaum Gay, Lesbian, Homoseksual

Oleh: Syaikh Nabil Muhammad Mahmud

DALIL DARI SUNNAH TENTANG HARAMNYA HOMOSEKSUAL
[a]. Rasullullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
“Artinya : Barangsiapa yang kalian dapati melakukan perbuatan kaum Luth, maka bunuhlah kedua pelakunya” [HR Tirmidzi : 1456, Abu Dawud : 4462, Ibnu Majah : 2561 dan Ahmad : 2727]

[b]. Dari Jabir Radhiyallahu ‘anhu, dia berkata bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
“Artinya : Sesungguhnya yang paling aku takuti (menimpa) umatku adalah perbuatan kaum Luth” [HR Ibnu Majah : 2563, 1457. Tirmidzi berkata : Hadits ini hasan Gharib, Hakim berkata, Hadits shahih isnad]

[c]. Dari Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhuma, dia berkata bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
“Artinya : Allah melaknat siapa saja yang melakukan perbuatan kaum Luth, (beliau mengulanginya sebanyak tiga kali)” [HR Nasa’i dalam As-Sunan Al-Kubra IV/322 No. 7337]

[d]. Dari Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhuma berkata bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
“Artinya : Allah tidak mau melihat kepada laki-laki yang menyetubuhi laki-laki atau menyetubuhi wanita pada duburnya” [HR Tirmidzi : 1166, Nasa’i : 1456 dan Ibnu Hibban : 1456 dalam Shahihnya. Keterangan : hadits ini mencakup pula wanita kepada wanita]

[e]. Dari Abdullah bin Amr bin Al-Ash Radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
“Artinya : Itu adalah liwat kecil, yakni laki-laki yang menggauli istrinya di lubang duburnya” [HR Ahmad : 6667]

HUKUMAN TERHADAP KAUM HOMOSEKS
Dalam masalah ini para ulama berbeda pendapat. Sebagian mereka mengatakan hukumannya sebagaimana hukuman zina yaitu dirajam bagi yang muhshan (sudah pernah menikah) dan dicambuk dan diasingkan bagi yang belum menikah. Sebagian yang lain mengatakan, kedua-duanya dirajam dalam keadaan apapun, menerapkan hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Tirmidzi, “Bunuhlah yang menyetubuhi dan yang disetubuhi”

Ibnu Qayyim rahimahullah berkata, “Para sahabat telah menerapkan hukum bunuh terhadap pelaku homoseks. Mereka hanya berselisih pendapat bagaimana cara membunuhnya”

HUKUMAN TERHADAP PELAKU HOMOSEKS SETELAH MUSNAHNYA KAUM LUTH
Para pengikut madzhab Hambali menukil ijma’ (kesepakatab) para sahabat yang mengatakan bahwa hukuman homoseks adalah dibunuh. Mereka berdalil dengan hadits: “Barangsiapa yang kalian dapatkan melakukan perbuatan kaum Luth, maka bunuhlah yang menyetubuhi dan yang disetubuhi”.

Mereka juga berdalil dengan perbuatan Ali Radhiyallahu ‘anhu yang merajam orang yang melakukan homoseksual. Syafi’i berkata : “Dengan ini, kita berpendapat merajam orang yang melakukan perbuatan homoseksual, baik dia seorang muhsan atau bukan”.

Dan sebagaimana yang diriwayatkan oleh Khalid bin Walid bahwa ada di pinggiran kota Arab seorang laki-laki yang dinikahi sebagaimana dinikahinya seorang perempuan. Maka dia menulis surat kepada Abu Bakar Shiddik Radhiyallahu ‘anhu. Abu Bakar lalu bermusyawarah dengan para sahabatnya. Orang yang paling keras pendapatnya adalah Ali Radhiyallahu ‘anhu. Dia berkata, “Tidaklah melakukan perbuatan ini kecuali hanya satu ummat dan kalian telah mengetahui apa yang telah Allah lakukan kepada mereka. Aku berpendapat agar dia dibakar dengan api”. Kemudian Abu Bakar mengirim surat kepada Khalid bin Walid untuk membakarnya.

Abdullah bin Abbas Radhiyallahu ‘anhuma berkata, “Dipertontonkan dari bangunan yang paling tinggi lalu dilemparkan (ke bawah) diikuti lemparan batu”.

Dengan demikian hukuman homoseks adalah bisa dengan dibakar, dirajam dengan batu, dilempar dari bangunan yang paling tinggi yang diikuti lemparan batu, atau dipenggal lehernya. Ada pula yang mengatakan ditimpakan tembok kepadanya.

Imam Syaukani memilih hukuman bunuh dan melemahkan pendapat selain itu. Mereka berpendapat seperti itu menilik firman Allah.

“Artinya : Maka tatkala datang azab Kami, Kami jadikan negeri kaum Luth itu yang di atas ke bawah (Kami balikkan), dan Kami hujani mereka dengan batu dari tanah yang terbakar dengan bertubi-tubi, yang diberi tanda oleh Tuhanmu, dan siksaan itu tiadalah jauh dari orang-orang yang zalim” [Hud : 82-83]

Dalam penerapan hukuman ini, pelaku homoseks dipersilakan memilih hukuman yang dia kehendaki dari hukuman-hukuman yang ada.

PERINGATAN KEPADA KAUM HOMOSEKS
[a]. Ketahuilah bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat pelaku homoseks sebanyak tiga kali sedangkan pezina hanya sekali.

[b]. Takutlah engkau terjerumus dalam dosa ini karena akan merusakan dirimu dan dikhawatirkan akan menyeretmu kepada kekafiran seperti yang menimpa saudaramu sebelum kamu sebagaimana yang diberitakan oleh Ibnu Al-Qayyim dalam kitabnya Al-Jawab Al-Kafi halaman 191

Diceritakan ada seorang laki-laki yang jatuh hati kepada seorang pemuda tampan bernama Aslam. Cinta di hatinya begitu mendalam kepada Aslam. Akan tetapi, anak muda tersebut tidak mau dan menjauh darinya sehingga menyebabkan laki-laki itu terbaring sakit dan tidak dapat bangkit. Orang-orang yang kasihan melihat diri laki-laki itu mencoba mendatangkan anak muda itu, dan dibuatlah perjanjian supaya dia menengok laki-laki itu. Mendengar berita itu, laki-laki yang sedang kasmaran tersebut merasa sangat senang dan mendadak hilang kegelisahan dan kesedihannya. Manakala dia dalam kegembiraan menanti anak muda tersebut datanglah orang lain yang mengabarkan bahwa anak muda tadi sebenarnya sudah sampai di tengah jalan tetapi kembali, tidak meneruskan perjalanannya dan tidak mau memperlihatkan dirinya kepada laki-laki itu. Ketika mendengar berita tersebut, mendadak kambuh sakitnya hingga tampak darinya tanda-tanda sakaratul maut.

Kemudan dia bersyair.

Wahai Aslam sang penyejuk hati
Wahai Aslam sang penyembuh sakit
Keridhaanmu lebih aku sukai pada diriku
Daripada rahmat Sang Pencipta
Yang Mahamulia

Dikatakan kepadanya, “Takulah kamu dengan kata-kata itu!” Laki-laki itu menjawab, “Itu kenyataannya”. Maka akhirnya matilah dia dalam keadaan kafir kepada Allah.

KEJELEKAN KAUM LUTH DAN PERLAWANAN MEREKA TERHADAP ALLAH
Cermatilah jeleknya kaum Luth dan penentangan mereka terhadap Allah ketika mereka mendatangi nabi Luth dan tamu-tamunya yang tampan. Ketika melihat mereka datang Nabi luth berkata.

“Artinya : Hai kamumku, inilah putri-putriku. Mereka lebih suci bagimu” [Hud : 78]

Dia merelakan putri-putrinya untuk mereka peristri sebagai ganti tamu-tamunya karena mengkhawatirkan dirinya dan tamunya dari aib yang sangat jelek sebagaimana yang dikisahkan dalam surat Hud ayat 78-80.

“Artinya : Dan datanglah kepadanya kaumnya dengan bergegas-gegas. Sejak dahulu mereka selalu melakukan perbuatan-perbuatan yang keji. Luth berkata, ‘Hai kaumku, inilah puteri-puteriku mereka lebih suci bagimu, maka bertakwalah kepada Allah dan janganlah kamu mencemarkan (nama)ku terhadap tamuku ini. Tidak adakah di antaramu seorang yang berakal?’ Mereka menjawab : ‘Sesungguhnya kamu telah tahu bahwa kami tidak mempunyai keinginan terhadap puteri-puterimu, dan sesungguhnya kamu tentu mengetahui apa yang sebenarnya kami kehendaki’. Luth berkata, ‘Seandainya aku mempunyai kekuatan (untuk menolakmu) atau kalau aku dapat berlindung kepada keluarga yang kuat (tentu aku lakukan)’

DAMPAK NEGATIF HOMOSEKSUAL DITINJAU DARI SISI KESEHATAN
Islam sangat keras dalam meberikan hukuman atas kejahatan yang satu ini karena dampaknya yang buruk dan kerusakan yang ditimbulkannya kepada pribadi dan masyarakat.

Dampak negatif tersebut di antaranya.

a. Benci terhadap wanita
Kaum Luth berpaling dari wanita dan kadang bisa sampai tidak mampu untuk menggauli mereka. Oleh karena itu, hilanglah tujuan pernikahan untuk memperbanyak keturunan. Seandainya pun seorang homo itu bisa menikah, maka istrinya akan menjadi korbannya, tidak mendapatkan ketenangan, kasih sayang, dan balas kasih. Hidupnya tersiksa, bersuami tetapi seolah tidak bersuami.

b. Efek Terhadap Syaraf
Kebiasaan jelek ini mempengaruhi kejiwaan dan memberikan efek yang sangat kuat pada syaraf. Sebagai akibatnya dia merasa seolah dirinya diciptakan bukan sebagai laki-laki, yang pada akhirnya perasaan itu membawanya kepada penyelewengan. Dia merasa cenderung dengan orang yang sejenis dengannya.

c. Efek terhadap otak

d. Menyebabkan pelakunya menjadi pemurung

e. Seorang homoseks selalu merasa tidak puas dengan pelampiasan hawa nafsunya.

f. Hubungan homoseksual dengan kejelekan akhlaq
Kita dapatkan mereka jelek perangai dan tabiatnya. Mereka hampir tidak bisa membedakan antara yang baik dan yang buruk, yang mulia dan yang hina.

g. Melemahkan organ tubuh yang kuat dan bisa menghancurkannya. Karena organ-organ tubuhnya telah rusak, maka didapati mereka sering tidak sadar setelah mengeluarkan air seni dan mengeluarkan kotoran dari duburnya tanpa terasa.

h. Hubungan homoseksual dengan kesehatan umum.
Mereka terancam oleh berbagai macam penyakit. Hal ini disebabkan karena merasa lemah mental dan depresi.

I. Pengaruh terhadap organ peranakan.
Homoseksual dapat melemahkan sumber-sumber utama pengeluaran mani dan membunuh sperma sehingga akan menyebabkan kemandulan

j. Dapat meyebabkan penyakit thypus dan disentri

k. Spilis, penyakit ini tidak muncul kecuali karena penyimpangan hubungan sek

l. Kencing nanah

m. AIDS, para ahli mengatakan bahwa 95% pengidap penyakit ini adalah kaum homoseks

BISAKAH KAUM HOMOSEKS BERTAUBAT DAN MASUK SURGA?
Ibnul Al-Qayyim berkata : “Jika pelaku homoseks bertaubat dengan sebenar-benarnya (taubat nasuha) dan beramal shaleh kemudian mengganti kejelekan-kejelekannya dengan kebaikan, membersihkan berbagai dosanya dengan berbagai kataatan dan taqarrub kepada Allah, menjaga pandangan dan kemaluannya dari hal-hal yang haram, dan tulus dalam amal ibadahnya, maka dosanya diampuni dan termasuk ahli surga. Karena Allah mengampuni semua dosa. Apabila taubat saja bisa menghapus dosa syirik, kufur, membunuh para nabi, sihir, maka taubat pelaku homoseks juga bisa menghapuskan dosa-dosa mereka.

PENANGGULANGAN HOMOSEKS DAN PENYEMBUHANNYA
a. Menanamkan akidah shahihah pada semua anggota masyarakat karena ia merupakan benteng yang aman dan pelindung dari ketergelinciran dan penyelewengan.

b. Memperbanyak halaqah (majlis pengajian) menghafal Al-Qur’an khususnya pada anak-anak dan remaja

c. Memperhatikan pendidikan anak-ank muda dan mengisi waktu kosong mereka dengan hal-hal yang bermanfaat bagi mereka dan tanah air mereka.

d. Menjadikan penjara sebagai madrasah untuk pendidikan, perbaikan narapidana, serta meluruskan akhlaq mereka dengan pendidikan Islam yang benar

e. Mengkhususkan khutbah (ceramah) untuk para pemuda yang memperingatkan mereka dari bahaya dan dampak buruk homoseksual

f. Menasehati para pemuda di kompleks-kompleks terdekat dan memberikan buku-buku bacaan Islam yang bisa menguatkan hubungan mereka denan Allah

g. Menghilangkan sarana berkumpulnya para pemuda tempat mereka melakukan kemasiatan

Kita berdo’a semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan kekuatan kepada kita dan anak keturunan kita agar tidak terjrumus dalam gelimang dosa yang penuh kekejian ini dan memberikan hidayah kepada mereka yang telah terlanjur untuk kembali kepada keridhaan Allah Subhanahu wa Ta’ala dari Lumpur dosa ini.

Allah Al-Musta’an. Wallahu a’lam

[Disalin dari Majalah Fatawa Vol. 11/Th.1/1424H-2003M. Disarikan dan dialaihbahasakan oleh Yusuf Purwanto dan Abdullah. Alamat Redaksi Islamic Center Bin Baz, Karanggayam, Sitimulyo, Piyungan-Bantul, Yogyakarta]
Sumber: http://www.almanhaj.or.id/content/2108/slash/0

Hukum Menikahi Wanita Hamil dan Status Anak Di Luar Nikah

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Apa kabar Ustadz? Semoga Ustadz dan keluarga selalu sehat dan selalu dalam lindungan Allah swt., aamiin…

Ustadz yang saya hormati, saya ingin bertanya tentang satu hal kepada Ustadz, yaitu tentang status anak di luar nikah. Saya pernah mendengarkan pengajian yang –kalau tidak salah- disampaikan oleh Ustadzah Hj. Luthfiah Sungkar. Kemudian sewaktu akan melangsungkan pernikahan, saya juga mendapat nasehat pernikahan yang isinya antara sebagai berikut:

  1. Perempuan yang hamil di luar nikah tidak boleh dinikahi, dan boleh dinikahi jika telah melahirkan dan melewati masa nifasnya.
  2. Anak yang lahir dari hubungan di luar nikah, jika laki-laki maka ia tidak mempunyai hak waris, dan jika perempuan, maka ayahnya tidak boleh bertindak sebagai wali pernikahannya kelak.
Ustadz, dua hal tersebut sangat saya yakini kebenarannya karena disampaikan oleh orang-orang yang mempunyai pengetahuan agama yang sangat dalam, sehingga sewaktu saya menerima pengetahuan tersebut, saya tidak berusaha untuk menghafalkan di surat apa dan ayat berapa dicantumkan perkara ini, atau hadits apa yang menerangkannya.

Tapi seiring berjalannya waktu, beberapa kali saya menghadapi orang-orang yang salah dalam melaksanakan perkara ini. Namun, karena keterbatasan pengetahuan yang saya miliki, saya pun sulit untuk mempertahankan pendapat saya. Misalnya:

  1. Ada orangtua yang buru-buru menikahkan anaknya yang hamil di luar nikah dengan alasan untuk menutupi aib keluarga. Tapi mereka tidak menikahkannya kembali saat sang anak telah melahirkan.
  2. Ada orangtua (ayahnya) yang menjadi wali saat menikahkan anak perempuannya yang merupakan anak hasil hubungan di luar nikah.

Tentu saja, kedua kejadian tersebut membuat pasangan-pasangan yang menikah itu hidup secara zina di mata Allah. Hal inilah yang membuat saya ingin memastikan kepada Ustadz tentang kebenaran yang saya yakini itu. Surat-surat apa sajakah dalam Al-Qur`an yang memuat tentang perkara-perkara di atas dan hadits-hadits apa sajakah yang menerangkannya, sehingga ketika saya bertemu dengan kejadian seperti ini lagi, saya dapat menerangkannya dengan lebih jelas apa yang saya yakini itu.

Selain itu, bagaimana cara agar saat menyampaikan hal itu kepada orang lain tidak menyinggung perasaan orang tersebut. Itu saja yang ingin saya tanyakan kepada Ustadz. Mohon maaf jika ada kata-kata yang salah. Atas kemurahn hati Ustadz untuk menjawabnya, sebelum dan sesudahnya saya haturkan terima kasih.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
R -……

Jawaban:

Wa’alaikumussalam Wr. Wb.
Alhamdulillah saya dan keluarga dalam keadaan sehat wal’afiat. Terima kasih juga atas doanya, semoga Anda juga demikian adanya.

Saudariku yang terhormat, pendapat yang Anda yakini kebenarannya itu bukanlah satu-satunya pendapat yang ada dalam masalah hukum menikahi wanita yang hamil di luar nikah dan juga status anak hasil hubungan di luar nikah. Ada banyak pendapat dalam masalah tersebut. Ada ulama yang menutup pintu rapat-rapat, ada yang mau membukanya tetapi hanya sedikit saja sebagai wujud kehati-hatiannya, dan ada yang membukanya cukup lebar. Namun perlu diketahui, pendapat mereka itu bukan pendapat asal-asalan, melainkan pendapat yang didasarkan pada dalil-dalil dan pertimbangan-pertimbangan tertentu.
Sebelum menuju inti permasalahan yang Anda tanyakan, terlebih dahulu saya akan menjelaskan tentang hukum kedua masalah tersebut secara umum.

A. Hukum Menikahi Wanita Hamil Di Luar Nikah

Bila seorang wanita hamil di luar nikah, berarti dia telah melakukan perbuatan zina. Mengenai hukum menikahi wanita yang pernah berzina itu, sedikitnya ada 3 pendapat:
  1. Sebagian ulama termasuk sebagian sahabat seperti Aisyah, Ali bin Abi Thalib, Al-Barra` dan Ibnu Mas’ud, berpendapat bahwa wanita yang pernah berzina tidak boleh dinikahkan baik dengan laki-laki yang menzinahinya ataupun laki-laki yang baik (bukan pezina). Mereka mendasarkan pendapatnya itu pada firman Allah swt.: “Pezina laki-laki tidak boleh menikah kecuali dengan pezina perempuan atau dengan perempuan musyrik; dan pezina perempuan tidak boleh menikah kecuali dengan pezina laki-laki atau dengan laki-laki musyrik; dan yang demikian itu diharamkan bagi orang-orang mukmin.” (QS. An-Nuur [24]: 3) Berdasarkan dalil tersebut pula, Ali bin Abi Thalib berpendapat bahwa seorang isteri yang berzina harus diceraikan oleh suaminya.
  2. Jumhur (mayoritas) ulama termasuk Abu Bakar dan Umar bin Khathab berpendapat bahwa wanita tersebut boleh dinikahkan, baik dengan orang yang menzinahinya ataupun dengan orang lain. Pendapat kedua ini didasarkan pada firman Allah swt. “Dan nikahkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu dan orang-orang yang layak (menikah) dari hamba-hamba sahaya yang lelaki dan hamba-hamba sahaya yang perempuan. Jika mereka miskin, maka Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS. An-Nuur [24]: 32) Dalam hal ini, bila wanita tersebut dinikahi oleh laki-laki yang menzinahi atau menghamilinya, maka tidak perlu ada istibra`. Istibra` adalah upaya untuk memastikan bahwa rahim seorang wanita telah benar-benar bersih dari air mani laki-laki yang telah menggaulinya. Masa istibra` ini adalah 6 bulan. Tujuan istibra` ini adalah untuk mendapat kepastian nasab. Untuk tujuan ini pula, maka Islam mensyariatkan adanya masa iddah. Oleh karena itu, menurut jumhur ulama, bila wanita yang hamil itu dinikahi oleh laki-laki yang benar-benar menghamilinya, maka hal itu dibolehkan dan tidak perlu menunggu hingga melahirkan. Lain halnya bila wanita tersebut dinikahi oleh laki-laki lain, bukan laki-laki yang menghamilinya, maka pernikahan itu haram dilakukan kecuali setelah wanita itu melahirkan bayi yang dikandungnya dan telah melewati masa nifas. Hal ini didasarkan pada hadits Nabi saw.: “Tidak halal bagi orang yang beriman kepada Allah dan hari Akhir untuk menuangkan air (maninya) pada tanaman milik orang lain.” (HR. Abu Daud). Memang ada sebagian ulama yang berpendapat bahwa meskipun dinikahi oleh laki-laki yang menzinahinya, sang wanita tetap harus menunggu hingga melahirkan, dengan dalil: “sedangkan perempuan-perempuan yang hamil, masa ‘iddah mereka itu sampai melahirkan kandungannya.” (QS. Ath-Thalaaq [64]: 4)
  3. Pendapat ketiga adalah pendapat Imam Ahmad. Beliau mengharamkan seorang laki-laki menikahi wanita yang masih suka berzina dan belum bertaubat. Tapi bila sudah bertaubat, maka pernikahan itu dibolehkan.
Saudariku yang terhormat, nampaknya pendapat yang Anda sampaikan di atas merupakan pendapat jumhur (mayoritas) ulama yang membolehkan wanita yang pernah berzina untuk dinikahi. Hanya saja pendapat tersebut tidak membolehkan wanita itu tidak boleh dinikahi saat sedang hamil dengan dalil seperti yang telah disebutkan di atas. Saya pribadi lebih cenderung pada pendapat yang membolehkannya asalkan dia dinikahi oleh orang yang benar-benar menghamilinya dan memang hanya dia yang menggaulinya.

B. Status Anak Di Luar Nikah
Adapun mengenai status anak yang lahir dari hubungan di luar nikah, memang ada yang berpendapat seperti pendapat yang Anda sebutkan. Pendapat tersebut didasarkan pada hadits yang berbunyi: “(Status) seorang anak adalah bagi (pemilik) firasy, dan bagi laki-laki pezina adalah (kerugian dan penyesalan).” (HR. Bukhari dan Muslim)
Yang dimaksud dengan firasy adalah kasur. Jadi, makna hadits tersebut adalah bahwa nasab (garis keturunan) seorang anak akan dinisbatkan kepada pemilik firasy atau laki-laki yang menggauli ibunya secara sah. Bila pemilik firasy itu adalah suami yang sah, maka nasab anak tersebut berhak dinisbatkan kepadanya. Namun bila pemilik firasy itu bukan suami yang sah, maka nasab anak yang lahir tidak boleh dinisbatkan kepadanya.
Namun, ada pula yang berpendapat bahwa bila anak itu lahir 6 bulan setelah pernikahan antara ibunya dengan laki-laki yang menghamilinya, maka anak itu merupakan anak yang sah tanpa harus ada ikrar (pengakuan) dari laki-laki yang menghamilinya itu. Sedangkan bila dia lahir di bawah 6 bulan setelah pernikahan, maka sah atau tidaknya nasab sang anak tergantung pada ikrar laki-laki yang menghamilinya.

Mengingat adanya perbedaan pendapat pada kedua masalah tersebut, maka bila ada kasus serupa, sebaiknya Anda tanyakan terlebih dahulu kepada orang yang bersangkutan, apakah dia tahu tentang hukumnya ataukah tidak. Bila tahu, maka –menurut saya- hal itu tidak jadi masalah. Sebab perbedaan pendapat tersebut merupakan perbedaan pendapat (ikhtilaf) pada masalah-masalah furu’iyyah (cabang) yang tidak semestinya menimbulkan perpecahan. Apalagi masing-masing pendapat merupakan hasil ijtihad para ulama yang didasarkan pada dalil-dalil tertentu. Lain halnya, bila orang yang bersangkutan tidak mengetahui hukumnya, maka Anda bisa menjelaskan pendapat yang Anda yakini kebenarannya dengan dalil-dalil seperti yang saya sebutkan di atas.

Tapi apapun pendapat yang kita yakini, yang terpenting bagi kita sekarang adalah menghindari agar kasus seperti itu tidak terjadi, yaitu dengan cara menjaga diri kita dan juga anak-anak kita dari perbuatan zina. Sebab, mencabut akar-akar dari pohon yang berbahaya adalah jauh lebih baik daripada hanya sekedar memotong dahan-dahannya saja. Sekedar mengingatkan, perbuatan zina merupakan perbuatan dosa besar, bahkan termasuk salah satu dari tujuh dosa besar yang harus dihindari oleh seorang Muslim.

Dalam Al-Qur`an, Allah swt. melarang kita untuk melakukan perbuatan zina, bahkan mendekatinya (seperti dengan berpacaran) saja tidak dibolehkan. Allah swt. berfirman: “Dan janganlah kamu dekati zina. Sesungguhnya zina itu suatu perbuatan yang keji dan jalan yang buruk” (Al-Isra’:32)
Demikian yang bisa saya jelaskan, kurang lebihnya mohon maaf. Wallaahu A’lam….

Info: Bagi Anda yang ingin mendapatkan mutiara-mutiara hikmah singkat yang disarikan dari apa yang ada di seputar kehidupan kita, dan juga dari Al-Qur`an dan Hadits, silahkan bergabung menjadi fans page Media Silaturahim. Untuk bergabung, klink link berikut: http://www.facebook.com/search/?q=media+silaturahim&init=quick#!/pages/Media-Silaturahim-Umat-Islam/114097513840?ref=search&sid=100000015621487.2762803255..1

Source: http://www.media-silaturahim.blogspot.com

negeriads.com

Kegiatan Para Pecinta Qur'an & Sunnah