Kamis, 07 Januari 2010

Oleh saudaraku Abu Abror Ar Rizal

Ahlul bidah memiliki tanda-tanda yang lengkap dan nampak sehingga mereka mudah dikenal. Dalam al-Quran dan haditsnya Allah dan Rasul-Nya telah mengabarkan tentang sebagian tanda-tanda mereka untuk dijadikan peringatan bagi umat dari bahaya mereka dan larangan mengambil jalan hidup mereka. Para Salaf pun telah menerangkan masalah ini.

Saya akan menyampaikan sebagian dari tanda itu yang dengan tanda itu mereka membedakan diri. Sebagai jembatan penolong supaya mengerti tentang mereka Insaya Allah. Termasuk tanda-tanda mereka adalah:

  1. BERPECAH-BELAH Sesungguhnya Allah taala telah mengabarkan tentang mereka dalam al-Quran. Ia berkata, Janganlah kalian menjadi orang-orang yang berpecah belah dan berselisih setelah datang kepada mereka keterangan. Dan mereka mendapatkan adzab yang besar. Ia berfirman, Sesungguhnya orang-orang yang memecah belah agama mereka dan mereka (terpecah-belah menjadi beberapa golongan) tidak ada sedikit pun tanggung jawabmu terhadap mereka. Ibnu Katsir menjelaskan makna ayat ini, Ayat ini secara umum menerangkan orang yang memecah-belah agama Allah dan mereka berselisih. Sesungguhnya Allah mengutus nabi-Nya dengan petunjuk dan agama yang benar agar memenangkannya atas semua agama. Syariatnya adalah satu yang tidak ada perselisihan dan perpecahan padanya. Barang siapa yang berselish padanya maka merekalah golongan yang memecah belah agama seperti halnya pengikut hawa nafsu dan orang-orang sesat. Sesungguhnya Allah taala berlepas diri dari apa yang mereka lakukan. Ibnu Taimiyah menegaskan bahwa syiar ahli bidah adalah perpecahan,Oleh karena itu al-Firqatun Najiah disfati dengan Ahlus Sunnah wal Jamaah dan mereka adalah jumhur dan kelompok terbesar umat ini. Adapun kelompok lainnya maka mereka adalah orang-orang yang nyleneh, berpecah belah, bidah dan pengikut hawa nafsu. Bahkan terkadang di antara firqah-firqah itu amat sedikit dan syiar firqah-firqah ini ialah menyelisihi Al-Quan, As-Sunnah serta Ijma.
  2. MENGIKUTI HAWA NAFSU Dialah sifat mereka yang paling kentara. Allah taala berkata mensifati mereka, Maka kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya dan Allah membiarkannya sesat berdasarkan ilmu-Nya. Ibnu Katsir berkata, Yakni ia berjalan dengan hawa nafsunya. Apa yang dilihat baik oleh hawa nafsunya maka ia lakukan dan apa yang dilihatnya jelek maka ia tinggalkan. Inilah manhaj Mutazilah dalam menganggap baik dan jelak dengan logika mereka. Nabi telah mengabarkan bahwa hawa nafsu tidak akan terlepas dari ahli bidah dalam hadits perpecahan di mana beliau mengatakan, Sesungguhnya ahli kitab terpecah dalam agama mereka menjadi tujuh dua puluh millah dan sesungguhnya umat ini akan terpecah menadi tujuh puluh tiga millah -yakni hawa nafsu- semuanya di neraka kecuali satu millah yaitu al-Jamaah. Sesunguhnya akan muncul pada umatku beberapa kaum hawa nafsu mengalir pada mereka sabagaimana mengalirnya penyakit anjing dalam tubuh mangsanya. Tidak tersiksa darinya satu urat dan persendian pun kecuali dimasukinya.
  3. MENGIKUTI AYAT-AYAT YANG SAMAR Sifat mereka ini telah Allah kabarkan dalam firman-Nya,…Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan maka mereka mengikuti sebagian ayat-ayat yang samar untuk menimbukan fitnah dan untuk mencari-cari takwilnya. Bukhari meriwayatkan hadits dari Aisyah katanya, Rasulullah membaca ayat ini, Dialah yang menurunkan Al-Qur'an kepada kamu di antara isinya ada aya-ayat yang muhkamat. Itulah pokok-pkok isi ajaran Al-Qur'an dan yang lain ayat-ayat mutasyabihat. Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan maka mereka mengikuti sebagian ayat-ayat yang mutasyabihat untuk menimbulkan fitnah dan untuk mencari-cari takwilnya ...sampai ayat ... orang-orang yang berakal. Ia berkata, Rasulullah, berkata, Bila engkau melihat orang-orang yang mengikuti ayat-ayat mutashyabihat maka merekalah yang Allah namakan sebagai orang-orang yang harus dijauhi. Dari Amiril Mukminin Umar bin Al-Khathab katanya, Akan datang manusia mendebat kalian dengan ayat-ayat mutaysabihat maka balaslah mereka dengan sunah-sunnah karena Ahlus Sunnah lebih mengetahui akan kitabullah.
  4. MEMPERTENTANGKAN SUNNAH DENGAN AL-QURAN, Termasuk tanda ahli bidah adalah mempertentangkan Al-Qur'an dengan Sunnah dan merasa cukup mengambil Al-Qur'an dalam pelaksanaan hukum-hukum syara sebagaimana yang diberitakan Nabi: Seorang laki-laki hampir bersandar di atas ranjangnya dibacakan haditsku lalu mengatakan, Antara kami dan kalian adalah kitabullah. Perkara halal yang kita temukan padanya maka kita halalkan dan perkara haram yang kita temukan padanya maka kita haramkan. Ketahuilah apa-apa yang Rasulullah haramkam adalah sama dengan apa yang Allah haramkan. Al-Imam Al-Barbahari mengatakan : Bila kamu melihat seorang mencela hadits atau menolak atsar /hadits atau menginginkan selain hadits, maka curigailah keislamnnya dan jangan ragu-ragu bahwa dia adalah ahli bidah (pengikut hawa nafsu) Beliau berkata: Bila kamu mendengar seorang dibacakan hadits di hadapannya tetapi ia tidak menginginkannya dan ia hanya mengingnkan Al-Qur'an maka janganlah kamu ragu bahwa dia seorang yang telah dikuasai oleh kezindikan. Berdirilah dari sisinya dan tinggalkanlah ia! Mempertentangkan sunnah dengan al-Quran dan menolaknya bila belum ditemukan pada al-Quran apa-apa yang menguatkan sunnah, termasuk tanda ahli bidah yang paling kentara. Nabi telah mengabarkannya sebelum terjadi dan benarlah beliau. Sekarang apa yang beliau kabarkan telah terjadi. Sungguh kita mendengar dan membaca peristiwa semisal itu dari sebagian ahli bidah pada jaman dulu. Hingga kita melihat salah satu dari ahli bidah dan orang sesat jaman sekarang menghujat kitab shahih Bukhari yang telah disepakati oleh umat ini keshahihannya. Ia yakin bahwa padanya terdapat seratus dua puluh hadits yang tidak shahih yang ia sebut sebagai hadits Israiliat. Ia menghilangkannya dan mempertentangkannya dengan al-Quran kemudian ia bantah dan ingkari. Tampillah seorang tokoh ulama sekarang menentang, meruntuhkan sybuhatnya (kerancuannya), menolak kebatilannya, menampakkan penyimpangan dan kepalsuannya dengan karyanya untuk membantahnya dan orang yang menempuh jalanya, ahli bidah. Semoga Allah membalas amalnya dengan sebaik-baik pembalasan.
  5. MEMBENCI AHLI HADITS, Termasuk tanda ahli bidah adalah membenci dan mencela ahli hadits dan atsar. Dari Ahamad bin Sinan al-Qaththan katanya: Dan tidaklah ada di dunia ini seorang mubtadi pun kecuali membenci ahli hadits. Abu Hatim ar-Razi berkata,Tanda ahli bidah adalah mencela ahli hadits dan tanda orang zindik adalah menamakan Ahlus Sunnah bengis. Dengan sebutan itu mereka menghendaki hilangnya hadits.
  6. MENGGELARI AHLUS SUNNAH DENGAN TUJUAN MERENDAHKAN MEREKA, Termasuk tanda mereka adalah menggelari Ahlus Sunnah(yang bertolak belakang dengan sifat mereka) dengan tujuan merendahkan mereka. Abu Hatim ar-Razi berkata:Tanda Jahmiah adalah menamakan Ahlus Sunnah musyabbahah (menyerupakan Allah dengan mahluk). Ciri-ciri Qadariah adalah menamakan Ahlus Sunnah mujabbirah(mahluk tidak mempunyai kehendak.) Ciri-ciri Murjiaah adalah menamakan Ahlus Sunnah menyimpang dan mengurangi. Ciri-ciri Rafidhah adalah menamakan Ahlus Sunnah nashibah(mencela Ali). Ahlus Sunnah tidak digabungkan kecuali kepada satu nama dan mustahil nama-nama ini mengumpulkan mereka. Al-Barbahari berkata, Dan orang yang tertutup(kejelekannya) adalah yang jelas ia tertutup(kejelekannya) dan orang yang terbuka kejelekannya adalah orang yang jelas aibnya. Bila kamu mendengar seorang mengatakan fulan Nashibi, ketahuilah bahwa ia adalah Rafidly. Bila kamu mendengar seorang mengatakan fulan musyabbihah atau fulan menyerupakan Allah dengan makhluk, ketahuilah bahwa ia adalah Jahmy. Bila kamu mendengar seorang berkata tentang tauhid dan mengatakan, Terangkan padaku tauhid!, ketahuilah bahwa ia adalah Kharijy dan Mutazily. Atau mengatakan, fulan Mujabbirah atau mengatakan, dengan ijbar atau berkata dengan adilm ketahuilah bahwa ia adalah Qadari karena nama-nama ini bidah yang dibuat-buat oleh ahli bidah. Syaikh Ismail as-Shabuni mengatakan, Ciri-ciri ahli bidah amat jelas dan terang Sedang tanda-tanda mereka yang paling jelas adalah sangat keras memusuhi para pemilkul hadits, dan menghinakan mereka dan mengelari mereka kaku, bodoh, dhahiri,(tekstual) musyabbihah (golongan yang menyerupakan Allah dengan mahluk). Semua itu didasari keyakinan mereka bahwa hadits-hadts itu masih berupa benda mentah (bukan ilmu). Dan yang dinamakna ilmu adalah ilham yang dijejalkan setan kepada mereka, hasil dari olah akal mereka yang rusak, intuisi hati nurani mereka yang gelap….
  7. TIDAK BERPEGANG DENGAN MADZHAB SALAF, Syaikhul Islam berkata,Kelompok-kelompok bidah yang terkenal di kalangan Ahlus Sunnah wal Jamaah yang tidak menganut madzhab salaf antara lain kelompok: Rafidhah, sampai orang awam tidak mengetahui syiar-syiar bidah kecuali rafdl(menolak kepemimpinan khulafaur rasyidin selain Ali). Dan sunni menurut istilah orang awam adalah orang yang bukan rafidhi ….Sehinga diketahui syiar ahli bidah menolak madzhab Salaf. Oleh karena itu dalam risalah yang ditujukan kepada Abdus bin Malik Imam Ahamad berkata,Asas sunnah menurut kami adalah berpegang dengan apa yang dijalani sahabat Muhammad….
  8. MEMVONIS KAFIR ORANG YANG MENYELISIHI MEREKA TANPA DALIL, Dalam banyak tempat Syaikhul Islam menyebutkan tentang bantahan terhadap orang yang menvonis orang yang masih belum jelas kekafirannya,Pendapat ini tidak diketahui dari seorang sahabat, tabiin, yang mengikuti mereka dengan baik dan tidak pula dari salah satu imam tetapi ini termasuk salah satu pokok dari pokok-pokok ahli bidah yang membuat bidah dan menvonis kafir orang yang menyelisihi mereka semisal Khawarij, Mutazilah dan Jahmiah. Beliau berkata, Khawarij, Mutazilah, dan Rafidhah, menvonis kafir Ahlus Sunnah wal Jamaah. Golongan yang belum mereka vonis kafir maka mereka vonis fasik. Demikian juga mayoritas ahlul ahwa menvonis bidah dan kafir golongan yang menyelisihi mereka berdasarkan logika semata. Akan tetapi Ahlus Sunnah adalah golongan yang mengikuti kebenaran dari rab mereka yang dibawa oleh rasul-Nya, tidak menvonis kafir golongan yang menyelisihi mereka. Mereka golongan yang paling tahu tentang kebenaran dan kondisi manusia. Syaikh Abdul Lathif bin Abdur Rahman Alu Syaikh ditanya tentang orang yang menvonis kafir sebagian golongan yang menyelisihinya. Beliau menjawab, Jawabannya, Saya tidak mengetahui sandaran ucapan itu. Berani menvonis kafir golongan lain yang menampakkan keislaman tanpa dasar syari dan keterangan yang akurat menyeilisihi manhaj para pakar ilmu agama dari kalangan Ahlus Sunnah wal Jamaah. Jalan ini adalah jalannya ahlul bidah dan orang-orang sesat.

Diambil dari Mauqif Ahlus Sunnah wal Jama'ah min Ahlil Ahwa wal Bid'ah karya Dr. Ibrahim Ruhaily

Kedudukan Tauhid

oleh saudaraku: Abu Abror Ar Rizal

Tidak ada keraguan lagi bahwa tauhid memiliki kedudukan yang tinggi bahkan yang paling tinggi di dalam agama. Tauhid merupakan hak Allah yang paling besar atas hamba-hamba-Nya, sebagaimana dalam hadits Mu’adz bin Jabal radiyallahu 'anhu. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wassallam berkata kepadanya: “Hai Mu’adz, tahukah kamu hak Allah atas hamba-Nya dan hak hamba atas Allah? Ia menjawab: “Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui”. Beliau mengatakan: “Hak Allah atas hamba-Nya adalah mereka menyembah-Nya dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatupun.” ( HR. Bukhari dan Muslim)

  1. Tauhid merupakan dasar dibangunnya segala amalan yang ada di dalam agama ini. Rasulullah bersabda: “Islam dibangun di atas lima dasar, bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang benar kecuali Allah dan bahwa Muhammad adalah Rasulullah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, berhaji dan puasa pada bulan Ramadhan.” (Shahih, HR. Bukhari dan Muslim dari Abdullah Ibnu Umar)
  2. Tauhid merupakan perintah pertama kali yang kita temukan di dalam Al Qur’an sebagaimana lawannya (yaitu syirik) yang merupakan larangan paling besar dan pertama kali kita temukan di dalam Al Qur’an, sebagaimana firman Allah: “Hai sekalian manusia, sembahlah Rabb kalian yang telah menciptakan kalian dan orang-orang sebelum kalian agar kalian menjadi orang-orang yang bertakwa. Yang telah menjadikan bumi terhampar dan langit sebagai bangunan dan menurunkan air dari langit, lalu Allah mengeluarkan dengannya buah-buahan sebagai rizki bagi kalian. Maka janganlah kalian menjadikan tandingan-tandingan bagi Allah”. (Al-Baqarah: 21-22) Dalil yang menunjukkan hal tadi dalam ayat ini adalah perintah Allah “sembahlah Rabb kalian” dan “janganlah kalian menjadikan tandingan bagi Allah”.
  3. Tauhid merupakan poros dakwah seluruh para Rasul, sejak Rasul yang pertama hingga penutup para Rasul yaitu Muhammad Shallallahu 'alaihi wassallam. Allah berfirman: “Dan sungguh Kami telah mengutus pada setiap umat seorang Rasul (yang menyeru) agar kalian menyembah Allah dan menjauhi thagut.” (An-Nahl: 36)
  4. Tauhid merupakan perintah Allah yang paling besar dari semua perintah. Sementara lawannya, yaitu syirik, merupakan larangan paling besar dari semua larangan. Allah berfirman: “Dan Rabbmu telah memerintahkan agar kalian jangan menyembah kecuali kepada-Nya dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua.” (Al-Isra: 23) “Dan sembahlah oleh kalian Allah dan janganlah kalian menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun. ” (An-Nisa: 36)
  5. Tauhid merupakan syarat masuknya seseorang ke dalam surga dan terlindungi dari neraka Allah, sebagaimana syirik merupakan sebab utama yang akan menjerumuskan seseorang ke dalam neraka dan diharamkan dari surga Allah. Allah berfirman: “Sesungguhnya barangsiapa yang menyekutukan Allah maka Allah akan mengharamkan baginya surga dan tempat kembalinya adalah neraka dan tidak ada bagi orang-orang dzalim seorang penolongpun.” (Al-Maidah: 72) Rasulullah Shallallahu 'alaihi wassallam bersabda: “Barang siapa yang mati dan dia mengetahui bahwasanya tidak ada ilah yang benar kecuali Allah, dia akan masuk ke dalam surga.” (Shahih, HR Muslim No.26 dari Utsman bin Affan) Rasulullah Shallallahu 'alaihi wassallam bersabda: “Barangsiapa yang kamu jumpai di belakang tembok ini bersaksi terhadap Lailaha illallah dan dalam keadaan yakin hatinya, maka berilah dia kabar gembira dengan surga.” (Shahih, HR Muslim No.31 dari Abu Hurairah)
  6. Tauhid merupakan syarat diterimanya amal seseorang dan akan bernilai di hadapan Allah. Allah berfirman: “Dan tidaklah mereka diperintahkan melainkan agar mereka menyembah Allah dan mengikhlaskan bagi-Nya agama. ” (Al-Bayinah: 5)

Perbedaan Mani, Madzi, Kencing, dan Wadi

dari saudaraku Abu Abror Ar Rizal


بسم الله الرحمن الرحيم
oleh Al-Ustadz Abu Muawiah

Tahukan anda apa perbedaan antara keempat perkara di atas?
Mengetahui hal ini adalah hal yang sangat penting, khususnya perbedaan antara mani dan madzi, karena masih banyak di kalangan kaum muslimin yang belum bisa membedakan antara keduanya. Yang karena ketidaktahuan mereka akan perbedaannya menyebabkan mereka ditimpa oleh fitnah was-was dan dipermainkan oleh setan. Sehingga tidaklah ada cairan yang keluar dari kemaluannya (kecuali kencing dan wadi) yang membuatnya ragu-ragu kecuali dia langsung mandi, padahal boleh jadi dia hanyalah madzi dan bukan mani. Sudah dimaklumi bahwa yang menyebabkan mandi hanyalah mani, sementara madzi cukup dicuci lalu berwudhu dan tidak perlu mandi untuk menghilangkan hadatsnya.

Karenanya berikut definisi dari keempat cairan di atas, yang dari definisi tersebut bisa dipetik sisi perbedaan di antara mereka:
  1. Kencing: Masyhur sehingga tidak perlu dijelaskan, dan dia najis berdasarkan Al-Qur`an, Sunnah, dan ijma’.
  2. Wadi: Cairan tebal berwarna putih yang keluar setelah kencing atau setelah melakukan pekerjaan yang melelahkan, misalnya berolahraga berat. Wadi adalah najis berdasarkan kesepakatan para ulama sehingga dia wajib untuk dicuci. Dia juga merupakan pembatal wudhu sebagaimana kencing dan madzi.
  3. Madzi: Cairan tipis dan lengket, yang keluar ketika munculnya syahwat, baik ketika bermesraan dengan wanita, saat pendahuluan sebelum jima’, atau melihat dan mengkhayal sesuatu yang mengarah kepada jima’. Keluarnya tidak terpancar dan tubuh tidak menjadi lelah setelah mengeluarkannya. Terkadang keluarnya tidak terasa. Dia juga najis berdasarkan kesepakatan para ulama berdasarkan hadits Ali yang akan datang dimana beliau memerintahkan untuk mencucinya.
  4. Mani: Cairan tebal yang baunya seperti adonan tepung, keluar dengan terpancar sehingga terasa keluarnya, keluar ketika jima’ atau ihtilam (mimpi jima’) atau onani -wal ‘iyadzu billah-, dan tubuh akan terasa lelah setelah mengeluarkannya.

Berhubung kencing dan wadi sudah jelas kapan waktu keluarnya sehingga mudah dikenali, maka berikut kesimpulan perbedaan antara mani dan madzi:
  • Madzi adalah najis berdasarkan ijma’, sementara mani adalah suci menurut pendapat yang paling kuat.
  • Madzi adalah hadats ashghar yang cukup dihilangkan dengan wudhu, sementara mani adalah hadats akbar yang hanya bisa dihilangkan dengan mandi junub.
  • Cairan madzi lebih tipis dibandingkan mani.
  • Mani berbau, sementara madzi tidak (yakni baunya normal).
  • Mani keluarnya terpancar, berbeda halnya dengan madzi. Allah Ta’ala berfirman tentang manusia, “Dia diciptakan dari air yang terpencar.” (QS. Ath-Thariq: 6)
  • Mani terasa keluarnya, sementara keluarnya madzi kadang terasa dan kadang tidak terasa.
  • Waktu keluar antara keduanyapun berbeda sebagaimana di atas.
  • Tubuh akan melemah atau lelah setelah keluarnya mani, dan tidak demikian jika yang keluar adalah madzi.
Karenanya jika seseorang bangun di pagi hari dalam keadaan mendapatkan ada cairan di celananya, maka hendaknya dia perhatikan ciri-ciri cairan tersebut, berdasarkan keterangan di atas. Jika dia mani maka silakan dia mandi, tapi jika hanya madzi maka hendaknya dia cukup mencuci kemaluannya dan berwudhu. Berdasarkan hadits Ali -radhiallahu anhu- bahwa Nabi -alaihishshalatu wassalam- bersabda tentang orang yang mengeluarkan madzi:

اِغْسِلْ ذَكَرَكَ وَتَوَضَّأْ

“Cucilah kemaluanmu dan berwudhulah kamu.” (HR. Al-Bukhari no. 269 dan Muslim no. 303)

Tambahan:
1. Mandi junub hanya diwajibkan saat ihtilam (mimpi jima’) ketika ada cairan yang keluar. Adapun jika dia mimpi tapi tidak ada cairan yang keluar maka dia tidak wajib mandi. Berdasarkan hadits Abu Said Al-Khudri secara marfu’:

إِنَّمَا الْمَاءُ مِنَ الْمَاءِ

“Sesungguhnya air itu hanya ada dari air.” (HR. Muslim no. 343)
Maksudnya: Air (untuk mandi) itu hanya diwajibkan ketika keluarnya air (mani).

2. Mayoritas ulama mempersyaratkan wajibnya mandi dengan adanya syahwat ketika keluarnya mani -dalam keadaan terjaga. Artinya jika mani keluar tanpa disertai dengan syahwat -misalnya karena sakit atau cuaca yang terlampau dingin atau yang semacamnya- maka mayoritas ulama tidak mewajibkan mandi junub darinya. Berbeda halnya dengan Imam Asy-Syafi’i dan Ibnu Hazm yang keduanya mewajibkan mandi junub secara mutlak bagi yang keluar mani, baik disertai syahwat maupun tidak. Wallahu a’lam.
Demikian sekilas hukum dalam masalah ini, insya Allah pembahasan selengkapnya akan kami bawakan pada tempatnya.

sumber : http://al-atsariyyah.com/?p=1583

Judi Berkedok Perlombaan dan SMS Berhadiah

Oleh saudaraku :Fatkhurozi Khafas

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Saya mau tanya Pak Ustadz. Begini, suatu hari teman saya bercerita bahwa suaminya mempunyai hobi memelihara burung dengan tujuan untuk dilombakan. Dia kadang sampai bertengkar dengan suaminya karena sang suami sangat berlebihan. Rumahnya penuh dengan kandang-kandang burung yang bergelantungan. Bahkan, terkadang dia membeli burung dengan harga yang mahal hanya untuk sebuah gengsi.

Menurut Pak Ustadz, bolehkah seekor burung –misal burung kenari- diadu atau dilombakan, dengan cara membeli tiket lalu dikumpulkan di suatu tempat, kemudian suaranya diadu dengan burung-burung kicau lainnya. Yang menang akan mendapat hadiah dan juga sejumlah hadiah lainnya. Demikian pertanyaan dari saya. Atas jawabannya, saya ucapkan terima kasih.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

I –…..

Jawaban:

Wa’alaikumussalam Wr. Wb.

Perlombaan burung seperti yang Anda jelaskan di atas dikatagorikan sebagai judi bila hadiah yang diberikan diambil dari hasil pembayaran peserta. Karena judi jenis ini dikemas dalam bentuk perlombaan hingga dapat mengelabuhi sebagian orang, maka saya pun menyebutnya dengan istilah “judi berkedok perlombaan”.

Dalam bahasa Arab, judi diistilahkan dengan kata al-maisir. Kata al-maisir ini berasal dari kata yasara yaisiru yang berarti mudah atau gampang. Al-Maisir atau judi ini didefinisikan sebagai upaya untuk mengundi nasib, mencari keberuntungan atau mendapatkan harta dengan cara yang mudah. Dikatakan mudah karena seseorang yang berjudi mengeluarkan sejumlah uang (harta) dengan harapan ingin mendapatkan keuntungan berlipat ganda tanpa harus bersusah payah atau bekerja.

Judi diharamkan karena mengandung unsur gharar (spekulasi). Dalam kajian Fikih Muamalah, ada sebuah kaidah yang menyatakan bahwa setiap transaksi yang mengandung unsur gharar diharamkan karena dapat merugikan salah satu pihak yang terlibat di dalamnya. Selain itu, judi merupakan perbuatan yang dibenci Allah swt., bahkan dalam Al-Qur`an, Allah menganggapnya sebagai perbuatan keji dan termasuk salah satu perbuatan syaitan. Allah swt. berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar (arak), berjudi, (berkorban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan panah adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.” (QS. Al-Maa`idah [5]: 90)

Secara garis besar, judi dibagi menjadi dua: Judi yang dilakukan secara terang-terangan alias tidak dikemas dan judi yang dikemas dalam bentuk-bentuk tertentu seperti bentuk perlombaan, permainan, undian dan lain sebagainya. Karena adanya faktor kemasan itulah maka terkadang banyak orang yang terkelabuhi hingga tidak menyangka bahwa apa yang telah dilakukannya itu termasuk ke dalam katagori perbuatan judi.

Perlombaan burung yang Anda sebutkan di atas termasuk salah satu jenis judi yang dikemas dalam bentuk perlombaan. Secara sekilas, hal tersebut terlihat sebagai sebuah perlombaan, padahal hukum asal perlombaan adalah mubah (boleh). Namun, karena adanya faktor mengundi nasib dengan cara yang mudah yang diwujudkan dalam bentuk membeli tiket dengan harapan ingin mendapatkan hadiah bila menang, maka perlombaan seperti itu pun diharamkan dan dikatagorikan sebagai judi. Perlombaan tersebut juga diharamkan karena merugikan pihak yang mengalami kekalahan.

Bagi sebagian orang terkadang sulit untuk membedakan apakah perlombaan yang diikutinya termasuk judi ataukah tidak, apalagi bila perlombaan tersebut berhubungan dengan hobi seperti lomba mancing, bakat seperti lomba baca puisi, ataupun olahraga seperti lomba sepakbola. Sebenarnya untuk membedakannya kita cukup melihat apakah ada kewajiban bagi peserta untuk membayar ataukah tidak, dimana hasil pembayaran tersebut digunakan untuk hadiah. Bila ada, maka perlombaan itu termasuk judi. Bila tidak ada, maka tidak termasuk judi. Bila ada kewajiban membayar tetapi pembayaran tersebut murni digunakan untuk administrasi atau biaya pengadaan lomba, tidak termasuk hadiah, karena hadiahnya diperoleh dari pihak sponsor, maka tidak termasuk katagori judi.

Di sini, saya juga ingin menyebutkan satu bentuk judi yang sering kita saksikan pada masa sekarang ini, bahkan mungkin sebagian orang di antara kita pernah mengikutinya tanpa menyangka bahwa apa yang diikutinya itu termasuk judi. Bentuk perjudian yang saya maksud adalah SMS Berhadiah, dimana hadiah yang diberikan diambil dari hasil pengumpulan pulsa partisipasi setiap pengirim SMS yang biasanya menggunakan pulsa premium atau lebih mahal dari harga biasa.

Berdasarkan hasil ijtima’ (pertemuan) ulama di Gontor tanggal 26 Mei 2006, MUI mengeluarkan fatwa pengharaman SMS Berhadiah tersebut. Setidaknya ada tiga alasan yang dijadikan MUI untuk mengharamkan SMS Berhadiah dan mengatagorikannya sebagai judi. Ketiga alasan tersebut adalah:

  • Karena mengandung unsur mengundi nasib dengan cara mudah
  • Karena mengandung unsur menghambur-hamburkan harta
  • Karena merugikan pihak lain yang mengalami kekalahan

Dalam fatwa tersebut, MUI menegaskan bahwa SMS Berhadiah diharamkan bila hadiah yang diberikan diambil dari pulsa partisipasi peserta. Tetapi bila hadiah tidak diambil dari pulsa partisipasi tersebut melainkan dari pihak sponsor (tentunya hal ini akan mempengaruhi harga pulsa partisipasi/pengiriman SMS), maka SMS Berhadiah seperti itu tidak haram.

Wallaahu A’lam….
Source: www.mediasilaturahim.com

negeriads.com

Kegiatan Para Pecinta Qur'an & Sunnah