Minggu, 06 Desember 2009

Bayar Fidyah Bagi Ibu Hamil

Teh sa2,
Saya seorang calon ibu,
yang sedang mengandung anak kedua,
tahun lalu saya tidak bisa berpuasa karena sedang hamil anak pertama dan telah membayar fidyah. Yang menjadi pertanyaan saya, bolehkan saya 3 tahun berturut-turut membayar fidyah? Karena mungkin, ramadhan tahun depan saya juga tidak dapat menjalankan ibadah puasa karena harus menyusui dua (2) orang anak ?
Bagaimanakah hukumnya orang yang membayar fidyah, apakah tetap harus mengganti puasanya ? Terima kasih sebelumnya, teh Sasa.

Ibu, selamat ya atas kehamilan keduanya, semoga lancar dan sehat, saya akan mencoba jawab pertanyaan ibu seputar bagaimana kewajiban shaum bagi ibu yang sedang hamil dan menyusui, apakah shaum, qadha atau bayar fidyah? Lalu kapan dibayarnya?

Pertama-tama, kita ketahui bahwa Shaum Ramadahan adalah kewajiban setiap muslim yang bertaqwa, shaum tidak hanya melibatkan iman tapi juga juga melibatkan kondisi fisik yang bersangkutan. Maka, dimaklumi bahwa kondisi fisik setiap orang berbeda-beda.

Selanjutnya, Subhanallah, Allah memberikan rukhsah (keringanan) kepada orang-orang tertentu, untuk boleh meninggalkan shaum dan menggantinya dengan qadha atau fidyah. Orang hamil, termasuk salah satu kriteria orang yang tergolong diperbolehkan berbuka tapi wajib bayar fidyah.
Arti boleh berbuka dengan wajib bayar fidyah

Fidyah, artinya memberikan sejumlah makanan kepada fakir miskin sebesar yang biasa kita makan sehari-harinya. Kalau dalam satu hari kita makan sekitar Rp. 15.000, kita berikan sejumlah itu pula kepada fakir miskin. Apabila kita tidak shaum selama sebulan maka kalikan saja 30/31 hari dengan Rp. 15.000. Fidyah bisa dibayar per hari atau dijumlahlah total. Bisa dibayarkan langsung ke fakir miskinnya, atau dititip ke lembaga zakat.

“Dan bagi orang-orang yang berat mengerjakannya, kewajibannya adalah fidyah dengan memberi makan kepada seorang miskin.” (Q.S. Al-Baqarah 2: 184). Ayat tersebut tidak memerinci siapa yang dapat termasuk kriteria orang-orang yang berat mengerjakannya. Penjelasan detilnya ada dari H.R. Abu Daud, “Rukhsah (keringanan) bagi laki-laki maupun wanita yang lanjut usia (walaupun mereka sanggup shaum) untuk dapat berbuka dan memberi makan untuk setiap harinya orang yang miskin. Demikian pula yang hamil dan yang menyusui, jika mereka khawatir terhadap anaknya, boleh berbuka dan memberi makan (fidyah).”

Wajib berbuka, tapi ada kewajiban mengqadha shaum di hari lain, yaitu bagi ibu nifas, sebab wanita nifas setelah melahirkan, haram melakukan shalat dan shaum, “Bukankah jika perempuan haidh tidak shaum dan tidak shalat?” (H.R. Bukhari), “Kami mendapat haidh pada zaman Rasulullah saw. kemudian bersih. Maka beliau menyuruh kami menggqadha shaum dan tidak menyuruh kami mengqadha shalat.” (H.R. Nasa’i)

Sedangkan bagi ibu yang menyusui bisa dengan beragam cara, ia bisa membayar fidyah, bila bayi masih ASI (Air Susu Ibu ) eksklusif, karena ibu termasuk yang dianggap berat melaksanakan shaum, sebab kondisi fisik sedang menyusui anaknya dari sejak melahirkan sampai bayi umur 4 atau 6 bulan. Selanjutnya, apabila sang bayi sudah diatas 6 bulan ia mendapat makanan tambahan selain ASI, maka sang ibu bisa membayar qadha shaum di lain waktu.

Sunatullah, setiap kehamilan akan melalui 3 tahapanan kehamilan, nifas, dan menyusui. Maka, sang ibu, bisa terkena fidyah atau kah qadha shaum? Lihat saja, kapan tiga peristiwa itu terjadinya berbarengan dikaitkan dengan kapan jatuhnya Ramadhan. Sehingga, bisa kita tentukan apakah ia terkena kewajiban harus fidyah atau qadha?

Maka, kewajiban ibu Risna di tahun yang lalu ketika hamil anak pertama, sudah beres lunas dengan membayar fidyah, lalu kehamilan kedua pun bila bertepatan dengan Ramadhan lagi, maka bayar fidyah lagi,jadi tidak perlu mengqadha shaum. Apabila Ramadhan bertepatan dengan masa nifas, maka shaum mengqadha di lain waktu. Apabila ia ASI ekslusif ia membayar fidyah, lalu bila tidak ASI eklusif ia bisa ikut shaum.

Sedangkan, pendapat ibu hamil ingin tetap ikut shaum, karena ia ingin mendidik janin agar mengenal shaum, menurut saya tanpa mengurangi hormat saya pada yang berpendapat demikian, silahkan saja, asalkan kondisi kesehatan ibu dan janin dinyatakan sehat dan mampu oleh dokter ahli gynaecolognya,
Memang, sebenarnya kondisi fisik ibu hamil bertambah-tambah lemah, ditegaskan dalam firman Allah, Q.S. 31 :14.

Sehingga wajarlah membutuh extra asupan gizi dan perhatian, maka saran saya fidyah saja, jangan memaksakan diri, manfaatkanlah Rukhsah. (By Sasa Esa Agustiana)/group Pecinta Qur'an & Sunnah
Wallahu’alam bishawwab.

Berpuasa dan Berhari Raya

asulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

الصوم يوم تصومون، و الفطر يوم تفطرون، و الأضحى يوم تضحون

“Puasa adalah hari ketika kalian berpuasa bersama. Hari raya idul fitri juga di hari ketika kalian berhari raya bersama. Kurban juga di hari ketika kalian berkurban bersama.” (HR. Tirmidzi [693] dan Ibnu Majah [1660] dinyatakan sanadnya jayyid oleh al-Albani dalam Silsilah ash-Shahihah [hadits ke-224], Sahih wa Dha’if Sunan at-Tirmidzi [697], dan Shahih al-Jami’ [3869] dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu).
at-Tirmidzi mengatakan setelah membawakan hadits di atas,

وفسر بعض أهل العلم هذا الحديث فقال: إنما معنى هذا، الصوم والفطر مع الجماعة وعظم الناس

“Sebagian ulama menafsirkan hadits ini dengan mengatakan : sesungguhnya makna dari ungkapan tersebut adalah berpuasa dan berhari raya (hendaknya) bersama dengan masyarakat (jama’ah) dan kebanyakan orang.” (Sunan At-Tirmidzi, Bab ma jaa’a annal fithra yauma tufthiruun wal adh-ha yauma tudhahhuun).

Abul Hasan as-Sindi mengatakan setelah menyebutkan hadits Abu Hurairah yang diriwayatkan oleh Tirmidzi di atas, “Yang tampak ialah bahwa maksudnya perkara-perkara ini bukan wewenang setiap orang. Mereka tidak boleh menyendiri dalam melakukannya (hari raya, puasa, dan kurban, pen). Akan tetapi urusan itu harus dikembalikan kepada imam (pemimpin/pemerintah) dan jama’ah (masyarakat Islam di sekitarnya). Sehingga wajib bagi setiap individu untuk mengikuti ketetapan pemerintah dan masyarakat. Berdasarkan hal ini, apabila ada seorang saksi yang melihat hilal dan pemerintah menolak persaksiannya maka dia tidak boleh menetapkan perkara-perkara tersebut untuk dirinya sendiri. Dia wajib untuk mengikuti masyarakat dalam melaksanakan itu semua.” (Hasyiyah as-Sindi ‘ala Ibni Majah, hadits 1650. asy-Syamilah).

Syaikh Ibnu Utsaimin mengatakan, “Apabila pemerintah sudah mengumumkan melalui radio atau media yang lainnya mengenai ditetapkannya (masuknya) bulan (hijriyah) maka wajib beramal dengannya untuk menetapkan waktu masuknya bulan dan keluarnya, baik ketika Ramadhan atau bulan yang lain. Karena pengumuman dari pemerintah adalah hujjah syar’iyyah yang harus diamalkan. Oleh sebab itulah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dahulu memerintahkan Bilal untuk mengumumkan kepada masyarakat penetapan (awal) bulan agar mereka semua berpuasa karena ketika itu masuknya bulan telah terbukti di sisi beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan beliau menjadikan pengumuman itu sebagai ketetapan yang harus mereka ikuti untuk melakukan puasa.” (Majalis Syahri Ramadhan, hal. 16).

Kisah yang disebutkan oleh Syaikh Ibnu Utsaimin terdapat di dalam Sunan at-Tirmidzi dengan lafazh,

عن ابن عباس قال: “جاء أعرابي إلى النبي صلى الله عليه وسلم فقال: إني رأيت الهلال، فقال: أتشهد أن لا إله إلا الله؟ أتشهد أن محمدا رسول الله؟ قال: نعم، قال: يا بلال أذن في الناس أن يصوموا غدا”.

Dari Ibnu Abbas, dia berkata : Seorang arab Badui datang menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu mengatakan, “Saya telah melihat hilal.” Nabi pun mengatakan, “Apakah kamu bersaksi bahwa tidak ada ilah (yang haq) selain Allah? Apakah kamu bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah?”. Dia menjawab, “Iya”. Nabi lantas berkata, “Hai Bilal, umumkanlah kepada orang-orang agar mereka berpuasa besok.” (HR. Abu Dawud [1993], Tirmidzi [627], Al-Hakim dalam Mustadrak [1491] dan lain-lain). Namun hadits ini lemah sebagaimana dinyatakan oleh Syaikh al-Albani di dalam Shahih wa Dha’if Sunan at-Tirmidzi [691], Dha’if Sunan Ibnu Majah [364], al-Irwa’ [907], Dha’if Sunan an-Nasa’i [121/2112], Dha’if Sunan Abu Dawud [507/2340, 508/2341]. asy-Syamilah).

Meskipun demikian, terdapat hadits lain yang sahih serta menunjukkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan hal yang serupa (yaitu menerima persaksian satu orang saksi dalam menetapkan masuknya bulan puasa dan mengumumkan kepada umat bahwa hari berikutnya puasa). Ibnu Umar radhiyallahu’anhuma mengatakan,

تراءى الناس الهلال فأخبرت النبي صلى الله عليه وسلم أني رأيته فصام وأمر الناس بصيامه

“Orang-orang berusaha untuk melihat hilal, aku pun memberitahukan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa aku telah melihatnya. Maka beliau pun berpuasa dan memerintahkan orang-orang untuk mengerjakan puasa pada hari itu.” (HR. Abu Dawud [2342] dan lain-lain. al-Hakim menyatakan hadits ini sahih sesuai dengan kriteria Muslim, hal itu juga disepakati oleh adz-Dzahabi. Disahihkan al-Albani dalam Irwa’ al-Ghalil, 4/16. Hadits 908).

Wanita Yang Mendapat Pujian Dan Wanita Yang Dilakanat Allah

Sejarah telah mencatat beberapa nama wanita terpandang yang di antara mereka ada yang dimuliakan Allah dengan surga, dan di antara mereka ada pula yang dihinakan Allah dengan neraka. Karena keterbatasan tempat, tidak semua figur bisa dihadirkan saat ini, namun mudah-mudahan apa yang sedikit ini bisa menjadi ibrah (pelajaran) bagi kita.

Wanita Yang Beriman

Sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
“Seutama-utama wanita ahli surga adalah Khadijah binti Khuwailid, Fathimah binti Muhammad, Maryam binti Imran dan Asiyah binti Muzahim.” (HR. Ahmad)

1. Khadijah binti Khuwailid

Dia tumbuh dalam lingkungan keluarga yang terhormat sehingga mendapat tempaan akhlak yang mulia, sifat yang tegas, penalaran yang tinggi, dan mampu menghindari hal-hal yang tidak terpuji sehingga kaumnya pada masa jahiliyah menyebutnya dengan ath thahirah (wanita yang suci).

Dia merupakan orang pertama yang menyambut seruan iman yang dibawa Muhammad tanpa banyak membantah dan berdebat, bahkan ia tetap membenarkan, menghibur, dan membela Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam di saat semua orang mendustakan dan mengucilkan beliau. Khadijah telah mengorbankan seluruh hidupnya, jiwa dan hartanya untuk kepentingan dakwah di jalan Allah. Ia rela melepaskan kedudukannya yang terhormat di kalangan bangsanya dan ikut merasakan embargo yang dikenakan pada keluarganya.

Pribadinya yang tenang membuatnya tidak tergesa-gesa dalam mengambil keputusan mengikuti kebanyakan pendapat penduduk negerinya yang menganggap Muhammad sebagai orang yang telah merusak tatanan dan tradisi luhur bangsanya. Karena keteguhan hati dan keistiqomahannya dalam beriman inilah Allah berkenan menitip salamNya lewat Jibril untuk Khadijah dan menyiapkan sebuah rumah baginya di surga.

Tersebut dalam sebuah hadits dari Abu Hurairah, ia berkata:
Jibril datang kepada Nabi kemudian berkata: Wahai Rasulullah, ini Khadijah datang membawa bejana berisi lauk pauk, makanan dan minuman. Maka jika ia telah tiba, sampaikan salam untuknya dari Rabbnya dan dari aku, dan sampaikan kabar gembira untuknya dengan sebuah rumah dari mutiara di surga, tidak ada keributan di dalamnya dan tidak pula ada kepayahan.” (HR. Al-Bukhari).

Besarnya keimanan Khadijah pada risalah nubuwah, dan kemuliaan akhlaknya sangat membekas di hati Rasulullah sehingga beliau selalu menyebut-nyebut kebaikannya walaupun Khadijah telah wafat. Diriwayatkan dari Aisyah, beliau berkata: “Rasulullah hampir tidak pernah keluar dari rumah sehingga beliau menyebut-nyebut kebaikan tentang Khadijah dan memuji-mujinya setiap hari sehingga aku menjadi cemburu maka aku berkata: Bukankah ia seorang wanita tua yang Allah telah meng-gantikannya dengan yang lebih baik untuk engkau? Maka beliau marah sampai berkerut dahinya kemudian bersabda: Tidak! Demi Allah, Allah tidak memberiku ganti yang lebih baik darinya. Sungguh ia telah beriman di saat manusia mendustakanku, dan menolongku dengan harta di saat manusia menjauhiku, dan dengannya Allah mengaruniakan anak padaku dan tidak dengan wanita (istri) yang lain. Aisyah berkata: Maka aku berjanji untuk tidak menjelek-jelekkannya selama-lamanya.”

2. Fatimah

Dia adalah belahan jiwa Rasulullah, putri wanita terpandang dan mantap agamanya, istri dari laki-laki ahli surga yaitu Ali bin Abi Thalib.
Dalam shahih Muslim menurut syarah An Nawawi Nabi bersabda: “Fathimah merupakan belahan diriku. Siapa yang menyakitinya, berarti menyakitiku.”

Dia rela hidup dalam kefakiran untuk mengecap manisnya iman bersama ayah dan suami tercinta. Dia korbankan segala apa yang dia miliki demi membantu menegakkan agama suami.

Fathimah adalah wanita yang penyabar, taat beragama, baik perangainya, cepat puas dan suka bersyukur.

3. Maryam binti Imran

Beliau merupakan figur wanita yang menjaga kehormatan dirinya dan taat beribadah kepada Rabbnya. Beliau rela mengorbankan masa remajanya untuk bermunajat mendekatkan diri pada Allah, sehingga Dia memberinya hadiah istimewa berupa kelahiran seorang Nabi dari rahimnya tanpa bapak.

4. Asiyah binti Muzahim

Beliau adalah istri dari seorang penguasa yang lalim yaitu Fir’aun laknatullah ‘alaih. Akibat dari keimanan Asiyah kepada kerasulan Musa, ia harus rela menerima siksaan pedih dari suaminya. Betapapun besar kecintaan dan kepatuhannya pada suami ternyata di hatinya masih tersedia tempat tertinggi yang ia isi dengan cinta pada Allah dan RasulNya. Surga menjadi tujuan akhirnya sehingga kesulitan dan kepedihan yang ia rasakan di dunia sebagai akibat meninggalkan kemewahan hidup, budaya dan tradisi leluhur yang menyelisihi syariat Allah ia telan begitu saja bak pil kina demi kesenangan abadi. Akhirnya Asiyah meninggal dalam keadaan tersenyum dalam siksaan pengikut Fir’aun.

Dari Abu Hurairah, Nabi Shallallahu alaihi wasalam berkata:
“Fir’aun memukulkan kedua tangan dan kakinya (Asiyah) dalam keadaan terikat. Maka ketika mereka (Fir’aun dan pengikutnya) meninggalkan Asiyah, malaikat menaunginya lalu ia berkata: Ya Rabb bangunkan sebuah rumah bagiku di sisimu dalam surga. Maka Allah perlihatkan rumah yang telah disediakan untuknya di surga sebelum meninggal.”

Wanita yang durhaka

1. Istri Nabi Nuh
2. Istri Nabi Luth

Mereka merupakan figur dua orang istri dari para kekasih Allah yang tidak sempat merasakan manisnya iman. Hatinya lebih condong kepada apa yang diikuti oleh orang banyak daripada kebenaran yang dibawa oleh suaminya. Mereka justru membela kepentingan kaumnya karena tidak ingin dimusuhi dan dibenci oleh orang-orang yang selama ini mencintai dan menghormati dirinya. Maka kesenangan sesaat ini Allah gantikan dengan kebinasaan yang didapat bersama kaumnya. Istri Nabi Nuh ikut tenggelam oleh banjir besar bersama kaumnya yang menyekutukan Allah dengan menyembah patung-patung orang shalih, sedangkan istri Nabi Luth ditelan bumi karena adzab Allah atas kaumnya yang melakukan liwath (homoseksual).

Semua cerita ini telah Allah rangkum dalam sebuah firmanNya yang indah dalam surat At-Tahrim ayat 10-12, yang artinya: “Allah membuat istri Nuh dan istri Luth perumpamaan bagi orang-orang kafir. Keduanya berada di bawah pengawasan dua orang hamba yang shalih di antara hamba-hamba Kami, lalu kedua istri itu berkhianat kepada kedua suaminya, maka kedua suaminya itu tiada dapat membantu mereka sedikitpun dari (siksa) Allah: dan dikatakan (kepada keduanya) : Masuklah ke neraka bersama orang-orang yang masuk (neraka). Dan Allah membuat istri Fir’aun perumpamaan bagi orang-orang yang beriman, ketika ia berkata: Ya Tuhanku, bangunlah untukku sebuah rumah di sisimu dalam Surga. Dan selamatkanlah aku dari Fir’aun dan perbuatannya, dan selamatkanlah aku dari kaum yang dhalim. Dan Maryam puteri Imran yang memelihara kehor-matannya, maka Kami tiupkan ke dalam rahimnya sebagian dari roh (ciptaan) Kami, dan dia membenarkan kalimat-kalimat Tuhannya dan kitab-kitabnya dan adalah dia termasuk orang-orang yang taat.”

Semoga kisah para wanita ini bisa menjadi pelajaran bagi para wanita zaman ini untuk berkaca diri, kira-kira saya termasuk golongan yang mana? Apakah golongan yang dicintai Allah atau yang dimurkaiNya?

Bagi wanita yang belum berumah tangga, saat ini merupakan kesempatan besar baginya untuk memperbanyak amalan shalih dan mendekatkan diri pada Allah, bukannya justru menghabiskan masa mudanya dengan hura-hura dan kegiatan lain yang tidak bermanfaat. Dan bagi mereka yang sudah berumah tangga, selain menjaga keistiqomahannya dalam berIslam dia juga diberi beban tambahan oleh Allah untuk membantu suami menjalankan agamanya. Istri yang demikian meru-pakan harta yang paling berharga.

Dari kisah mereka, kita juga bisa mengambil pelajaran bahwa dalam keadaan bagaimanapun, hendaknya ketundukan kepada syariat Allah dan RasulNya harus tetap di atas segala-galanya. Asalkan berada di atas kebenaran, kita tidak perlu takut dibenci oleh masyrakat, sahabat, maupun orang yang paling istimewa di hati kita. Justru kewajiban kita adalah menunjukkan yang benar kepada mereka. Dengan begitu kita akan mendapatkan cinta sejati .. cinta Allah Rabbul ‘alamin.

Mudah-mudahan kita selalu diberi keistiqomahan untuk menapaki dan mengamalkan syariat yang haq (benar) walaupun kita seorang diri. Amin.

Maraji’:
1. Ahkamun Nisa’, Ibnul Jauzi.
2. Fathul Bari, Ibnu Hajar Al-Atsqalani.
3. Tuhfatul Ahwadzi, Al Mubarakfuri.
4. Wanita-wanita Shalihat Dalam Lintas Sejarah Islam, Muhyidin Abdul Hamid.

http://www.arrahmah.com/index.php/blog/read/4768/wanita-yang-mendapat-pujian-dan-wanita-yang-dilakanat-allah

hmm...Yuk Bersiap2 Setiap Saat... (Selamat tinggal dunia!)

Gempa berkali-kali melanda Indonesia belakangan ini dalam waktu yang relatif dekat. Berawal di Tasikmalaya, Yogyakarta, Aceh, Nusa Tenggara Barat, Toli-Toli, dan disusul Bengkulu, dengan kekuatan bervariasi. Mengapa gempa sering mampir?

"Indonesia ini kan wiayah pertemuan tektonik besar yaitu tempat pertemuan lempengan Indo-Australia, Eurasia, dan Pasifik yang bertemu di Laut Banda. Tempat pertemuan antarlempeng di sekitar itu berpotensi melepaskan energi yang kita sebut sebagai gempa," ujar Kepala Balai Besar II BMKG yang membawahi Jawa, Sulawesi, Sumatera, dan Kalimantan, Suhardjono, ketika berbincang dengan detikcom, Rabu (9/9/2009) pukul 09.00 WIB.

Suhardjono menuturkan, layaknya seperti bermain tarik tambang, maka jika salah satu tali putus maka yang lain akan mencari keseimbangan.

"Tempat pertemuan itu saling dorong-dorongan dan ketika terjadi pelepasan di satu lokasi, maka yang lain akan menuju ke keseimbangan yang baru dan akan bergerak terus sehingga berpengaruh ke pertemuan lempeng yang lain," jelasnya.

Pelepasan energi itu, lanjut Suhardjono, sebenarnya terjadi setiap hari. "Kalau secara alami, Tasikmalaya migrate ke titik lain, ke Yogya, Bengkulu, Aceh, dan lain-lain selama flat bergerak terus," ceritanya.

Inilah teman2, kutipan berita dari detikcom, Gempa Terjadi Menerus karena Lempeng Cari Keseimbangan, Rabu 9 Sept 2009.

hmm...kawan2 apa yang terlintas dalam pikiran dan perasaan?
Begitu dekaat kita dengan kematian....

pemaparan fakta2 di atas, analisa bahwa kita BERPIJAK di bumi yang demikian rawan?
insyaAllah, akan ada saat hal itu, TIBA2, menjadi kenyataan...!!
Yuk....Siapkan Diri, menghadapi kematian kita setiap saat....

Maha benar Allah dengan segala firmanNYa,

"Tatkala telah datang ajal,mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaat pun dan tidak (pula) memajukannya. " (Q.S. al-A'raaf :34)

"Dan tiada seorang pun yg dapat mengetahui (dgn pasti), apa yang akan dijalaninya besok. dan tiada seorangpun yg dapat mengetahui, di bumi mana ia akan mati." (Q.S. Luqman 34)

"Setiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan Sesungguhnya pada hari kiamat akan disempurnakan pahalamu. Siapa saja yg dijauhkan dri neraka dan dimasukkan surga, sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain, hanyalah KESENANGAN yang MEMPERDAYAKAN." (Q.S. Ali Imran : 185)

"Berapa tahunkah lamanya kamu tinggal di bumi? Mereka menjawab: "kami tinggal (di bumi) sehari atau setengah hari, maka tanyakan kepada orang2 yg menghitung. "Allah berfirman: "Kamu tidak tinggal (dibumi) melainkan sebentar saja, kalu kamu sesungguhnya mengetahui." Maka apakah kamu mengiria,bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main (saja), dan bahwa kau tidak akan dikembalikan kepada Kami? (Q.S. Al-Mu'minuun: 112-115)

Dari Anas ra, ia berkata: Nabi saw. menggaris beberapa garis kemudian bersabda, "Ini adalah CITA2 manusia dan ini adalah AJALnya. Ketika ia sedang berusaha untuk mencapai cita2nya, TIBA2 datanglah garis yg lebih pendek, yaitu ajalnya." (H.R. Bukhari)

Dari Ibnu Mas'ud ra. ia berkata: Nabi saw. membuat GAMBAR 'Empat Persegi Panjang'. DiTENGAH2 di tarik satu 'GARIS SAMPAI KELUAR (persegi panjang)'. Kemudian beliau membuat GARIS PENDEK2 di DALAM persegi panjang, seraya bersabda: "Ini adalah (gambaran) Manusia", dan 'Empat Persegi Panjang yg mengelilingiya, adalah AJAL', 'garis yg keluar dari persegi panjang adalah CITA2nya', sedangakan 'garis yg pendek2 adalah HAMBATAN2nya.' Apabila ia dapat menghadapi hambatan yg satu, maka ia akan menghadapi hambatan yg lain. Dan apabila ia dapat mengatasi hambatan yg lain, maka ia akan mengahadapi hambatan lain lagi, (sampai ia mati). "(H.R. Bukhari)

Maka, semoga kita tak lalai dan merugikan diri sendiri, firmanNya mengingatkan,"Hai orang2 yg beriman,janganlah harta2mu dan anak2mu melalaikan kamu dari mengingat Allah, siapa saja yang berbuat demikian, maka mereka itulah orang2 yg RUGI, dan belanjakanlah sebagian apa yg telah Kami berikan kpdmu, sebelum datang kematian kepada salah seorang di antara kamu, lalu ia berkata: "Ya Rabbku,mengapa Engkau tidak menangguhkan (kematian) ku sampai waktu yg dekat, agar aku dapat besedekah dan aku termasuk orang2 yg shaleh?" Dan Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan (kematian) seseorang apabila telah datang waktu kematiannya. Dan Allah Maha Mengenal apa yang kamu kerjakan." (Q.S. Al-Munaafiqun:9-11),

"...Sungguh mereka telah MERUGIKAN DIRI MEREKA SENDIRI, dan telah hilang dari mereka apa2 yg mereka ada2kan itu. (Q.S 7:53)

Semoga tak ada penyesalan pada saat kita menghadapNya....
tapi penuh suka cita, karena...
menuju alam yang lebih baik dan kekal..
"Sesungguhnya orang2 yg beriman dan beramal shaleh, mereka itulah sebaik2 makhluk. Balasan mereka disisi Rabbnya adalah surga2 Adn yg mengalir sungai2 dibawahnya,mereka KEKAL didalamnya SELAMA2NYA, Allah Ridha terhadap mereka, dan mereka pun RIDHA kpdNya. Yang demikian itu, adalah untuk orang2 yg takut kepada RabbNya. (Q.S. 98: 7-8)
aamiin Ya Rabbal 'alamiin...^_^
wallahu'lam bishawwab. (by sasa esa agustiana)/Group Pecinta Al-Qur'an dan Sunnah.

Batas Lamanya Menstruasi

* Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Pak Ustadz, saya ingin bertanya adakah aturan dalam Islam mengenai batas lamanya menstruasi sehingga diperbolehkan sholat dan puasa? Maksud saya jika menstruasinya itu tinggal flek-flek coklat saja itu berapa hari batasannya hingga boleh shalat dan puasa lagi? Demikian ustadz pertanyaan saya, mohon penjelasannya.

* Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

* Endraningrum

Jawaban:

Wa’alaikumussalam Wr. Wb.

Mengenai lamanya masa haid, ada perbedaan pendapat di kalangan ahli fikih. Kurang lebih ada sekitar enam atau tujuh pendapat, tetapi di sini saya hanya menyebutkan empat pendapat saja:

Pertama, Imam Hanafi berpendapat bahwa masa haid paling cepat adalah tiga hari tiga malam. Sedangkan masa paling lama adalah sepuluh hari sepuluh malam. Menurut pendapat ini, bila ada darah yang keluar dari alat kelamin wanita dalam waktu kurang dari tiga hari tiga malam atau lebih dari sepuluh hari sepuluh malam, maka darah tersebut tidak dikatagorikan sebagai darah haid, melainkan darah istihadhah. Darah istihadhah adalah darah penyakit yang tidak menghalangi seorang wanita dari kewajiban shalat dan puasa. Artinya, bila seorang wanita mengalami hal itu, maka dia masih harus tetap menunaikan shalat dan menjalankan ibadah puasa.

Pendapat ini didasarkan pada sebuah hadits yang diriwayatkan dari Abu Umamah, bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Masa haid paling lama untuk perawan ataupun janda adalah tiga hari, sedangkan masa paling lama adalah sepuluh hari.” (HR. Tabarani dan Daruquthni)

Kedua, menurut Imam Syafi’i dan Imam Hanbali, masa haid paling cepat adalah satu hari satu malam, masa standar (pada umumnya) enam atau tujuh hari, sedangkan masa paling lama adalah lima belas hari lima belas malam. Bila lebih dari itu, maka darah yang keluar dari kelamin wanita tersebut dianggap sebagai darah istihadhah. Pendapat ini sesuai dengan perkataan Ali bin Abi Thalib ra., “Masa haid paling cepat adalah satu hari satu malam, dan bila lebih dari lima belas hari maka darah yang keluar menjadi darah istihadhah.”

Ketiga, menurut Imam Malik, masa haid paling cepat adalah sekejap saja. Oleh karena itu, bila seorang wanita mendapatkan haid meskipun hanya dalam sekejap itu, maka puasa, shalat dan thawafnya batal.

Keempat, tidak ada batas minimal ataupun batas maksimal haid. Jadi, selama keluar darah atau selama masih ada darah, maka darah itu dianggap sebagai darah haid. Karenanya, wanita yang mengalaminya tidak dibolehkan shalat dan puasa. Pendapat ini merupakan pendapat Ad-Darimi yang diikuti oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah. Pendapat ini didasarkan pada firman Allah swt., “Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah: “Haid itu suatu kotoran”. Oleh sebab itu, hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haid; dan janganlah kamu mendekati mereka sebelum mereka suci.” (QS. al-Baqarah [2]: 222). Dalam ayat ini, yang dijadikan Allah sebagai batas akhir larangan adalah kesucian, bukan berlalunya sehari-semalam, ataupun tiga hari, ataupun lima belas hari. Hal ini menunjukkan bahwa illat (alasan) hukumnya adalah haid, yakni ada atau tidaknya. Jadi, jika ada haid berlakulah hukum itu dan jika telah suci (tidakhaid) tidak berlaku lagi hukum-hukum haid tersebut.

Saya pribadi lebih cenderung pada pendapat kedua, yaitu pendapat Imam Syafi’I dan Imam Hanbali. Jadi menurut saya, bila setelah melewati masa 15 hari ternyata masih ada darah atau flek yang keluar, maka darah tersebut bukan darah haid melainkan darah istihadhah. Karenanya, wanita yang mengalaminya harus segera mandi junub dan menunaikan shalat. Wallaahu A’lam….

Fatkhurozi Khafas
http://mediasilaturahim.com/?p=959#more-959

Menangis dalam Islam

Assalamu'alaikum wr.wb..

Te2h dulu sy pernah curhat sm te2h masalah brdoa sambil menangis.
Smpai sekarang sy masih susah menangis teh kalo lagi brdoa mohon ampun sama Allah teh..
Te2h,apa itu berarti karena dosa sy yg terallu banyak, shingga saya jadi susah mnangis mmohon ampun sama Allah? Wassalam Wr.wb..(ukhti Y)

Assalamu’alaikum wr.wb, teh Sasa, saya akhwat yang mudah sekali terharu
bila melihat situasi yang menyentuh hati,
lewat apa yang dialami orang lain
atau yang terjadi pada diri sendiri,
kadang menangis sendiri bila ingat orang tua yang sudah meninggal,
saat membaca Al-Qur’an,
saat shalat, berdoa,
terutama juga menangis bila hati disakiti orang. Apakah saya termasuk orang yang cengeng teh? Karena keluarga saya, sering bilang kok gitu aza nangis? (ukhti A)
Jazakumullahu khairan katsira atas jawabannya, Wassalamu’alaikum wr.wb


Wa'alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh....
Teman2, yang dirahmati Allah swt..,dua pertanyaan di atas nampak saling melengkapi, ya??
Subhanallah....,
Syukur Alhamdulillah karunia terharu dan menangis, ternyata sangat didambakan oleh sebagian sahabat2 kita, ia adalah energi positif, mengapa demikian ??

Sesungguhnya hari-hari Rasulullah saw uswah kita, baanyak menaangis, hati beliau sangat mudah tersentuh oleh banyak peristiwa. Terutama, menangis terharu ingat pada Allah, berempati pada sesama, rajin muhasabah, rajin beristighfar, bertaubat, mentafakuri diri, alam semesta, teringat dan berdoa untuk orang tercinta yang sudah wafat, dll.

Fakta, banyak juga orang yang sangat susah tersentuh hati, susah menitikkan air mata apalagi berlinangan air mata, meski seharusnya untuk ukuran manusia yang dhaif (lemah), ia semestinya saat itu menangis, dan terharu.

Atau yang lebih parah pura-pura menangis, karena tanpa melilibatkan hati didalamnya, sebatas akting belaka, tentunya kita sulit mengukurnya, tapi orang terdekat akan hafal akan kebiasaan hati orang terdekatnya, yang menampakkan kekerasan hatinya, apalagi dia seiring mengungkapkan sendiri dengan pernyataan terus terang, bahwa dia memang memandang remeh orang yang menangis. “ Untuk apa menangis? “ , “Ngapain mesti nangis segala? “ “Bagiku, yang kayak begitu nggak buat aku nangis tuch, biasa saja,” sambil dengan nada menghina dan mengejek.

Yuk kita teropong diri kita masing2 saja, berupaya meneladani Rasulullah saw saja dech,
bagaimana dan kondisi hal2 apa yg membuat beliau menangis terharu...... :'(

Menangis karena Allah
“Dan mereka menyungkur atas muka mereka sambil menangis dan mereka bertambah khusuk.” (Q.S. Al- Isra : 109)
Rasulullah saw bersabda: “Tidak akan masuk neraka, seseorang yang menangis karena takut kepada Allah.. .”(H.R. Tirmidzi)
“… seseorang yang mengingat berzikir kepada Allah di tempat yang sunyi kemudian kedua matanya bercucuran air mata.” (H.R.Bukhari dan Muslim)

Menangis bertafakur
“Maka apakah kamu merasa heran terhadap pemberitaan ini? Dan kamu menertawakan dan tidak menangis?” (Q.S. An-Najm : 59-60)

Menangis karena mendengar dan membaca Al-Qur’an
“Dari Ibnu Mas’ud r.a., ia berkata: “Nabi saw. bersabda kepadaku: “Bacalah Al-Qur’an untukku. “Saya menjawab: “Wahai Rasulullah, bagaimana saya harus membacakan buat engkau, padahal Al-Qur’an diturunkan kepadamu?” Beliau bersabda: “Sesungguhnya aku ingin mendengar Al-Qur’an itu dibaca oleh orang lain.” Kemudian saya membacakan untuk beliau surat An-Nisa. Sampai pada ayat: “Fakaifa idzaa ji’naa min kulli ummatin bisyahiidin waji’naa bika ‘alaa haa ulaai shahiida (maka bagaimanakah halnya orang kafir nanti, apabila Kami mendatangkan seorang saksi (rasul) dari tiap-tiap umat dan Kami mendatangkan kamu (Muhammmad) sebagai saksi atas mereka itu (sebagai umatmu),” beliau bersabda: “Cukup sampai di situ!” Kemudian saya menoleh kepada beliau dan saat itu kedua matanya sedang mencucurkan air mata.” (H.R. Bukhari dan Muslim)

Menangis teringat akherat
Dari Anas r.a. ia berkata: “Rasulullah saw. pernah berkhutbah dan saya belum pernah mendengarnya. Beliau bersabda:”Andaikan kalian mengetahui apa yang aku ketahui, niscaya kalian akan sedikit tertawa dan pasti akan banyak menangis. “Anas berkata: “Mendengar yang demikian para sahabat Rasulullah saw. menutupi muka mereka sambil menangis terisak-isak.” (H.R. Bukhari dan Muslim)

Menangis ketika sedang shalat
Dari Abdullah bin Asy Syikhkhir ra. Ia berkata: “Saya mendatangi Rasulullah saw. Sedangkan beliau sedang shalat, …, saat beliau menangis.” (H.R. Abu Daud dan Tirmidzi)

Menangis ketika menjadi imam shalat
Dari Ibnu Umar , ia berkata:”Ketika Rasulullah saw. sakit keras, ada seseorang yang menanyakan tentang imam shalat, kemudian beliau bersabda: “Suruhlah Abubakar untuk mengimami shalat!” Aisyah ra berkata: ”Sesungguhnya Abubakar itu orang yang amat lembut hatinya, apabila ia membaca Al-Qur’an ia tidak dapat menahan tangisnya. “Namun beliau bersabda: “Suruhlah ia (Abubakar) untuk menjadi imam!” (H.R. Bukhari dan Muslim)

Menangis ketika ditinggal wafat
Ketika wafat Siti Khadijah ra, Rasulullah saw pun menangis berduka, tapi tentunya beliau tidak meratap.

Menangis ketika diberi nasehat
“Dari Al-‘Irbadh bin Sariyahra. Ia berkata:Rasulullah saw. telah memberi suatu nasihat kepada kami, nasihat itu dapat menggetarkan hati dan mencucurkan air mata.”

Sejumlah keterangan di atas,
telah menggambarkan Rasulullah saw., para sahabat Rasulullah saw. pun menangis,
padahal mereka notabene laki2,
tidak benarlah bahwa pendapat menangis identik dengan sifat lemah,
atau bertingkah seperti wanita,
atau menangis tanda cengeng,
tetapi berarti menagis adalah wajar,
dan memang seharusnya, bila hati tersentuh ingat pada sang Pencipta , ajaranNya dan muhasabah peristiwa2 yang dialami dalam hidupnya. :'(

Wallahu’alam bishawwab.
by sasa esa agustiana / group Pecinta Qur'an & Sunnah
Syair Untuk Ibu :

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَجُلٌ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَنْ أَحَقُّ النَّاسِ بِحُسْنِ الصُّحْبَةِ قَالَ أُمُّكَ ثُمَّ أُمُّكَ ثُمَّ أُمُّكَ ثُمَّ أَبُوكَ

Diriwayatkan dari Abu Hurairah, dia berkata, “Seorang lelaki pernah mendatangi Rasulullah, lalu dia berkata, ‘Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling berhak aku perlakukan dengan baik?’ Rasulullah menjawab, ‘Ibumu.’ Lelaki itu bertanya, ‘Kemudian siapa lagi?’ Rasulullah menjawab, ‘Ibumu.’ Lelaki itu bertanya, ‘Kemudian siapa lagi?’ Rasulullah menjawab, ‘Ibumu.’ Lelaki itu bertanya (lagi), ‘Kemudian siapa lagi?’ Lelaki itu menjawab, ‘Bapakmu.’” (HR. Bukhari dan Muslim)

Syair Untuk Ibu
Karya Syaikh Abdurrahman asy-Syaghuri (Semoga Allah senantiasa menjaga dirinya)

Wahai Ibu, melalui dirimu-lah Allah telah memunculkan kami di alam semesta ini #
Meskipun engkau harus merasakan pedihnya penderitaan dan kehinaan.
Sembilan bulan engkau telah mengandung kami, dan selama itu pula engkau dalam penderitaan #
Engkau baru bisa lepas dari penderitaan itu setelah melakukan persalinan.
Berapa banyak engkau telah melahirkan para dermawan yang telapak tangannya selalu memberi #
Dan berapa banyak engkau telah melahirkan generasi- generasi baru yang akan menerjuni berbagai arena kehidupan.
Wahai Ibu, sungguh sering engkau begadang karena tidak bisa tidur #
Sementara air susu dari kedua putingmu selalu memberikan nutrisi kepada kami.
Sepanjang malam air matamu selalu menetes #
Ketika duri telah menusuk salah satu tangan kami.
Tangan kananmu sering menjadi bantal kami #
Sedangkan tangan kirimu mendekatkan kedua payudaramu ke mulut kami.
Ketika kami mendapatkan kebaikan, engkau pun akan merasa gembira #
Kegembiraanmu jelas terlihat pada bibirmu yang tersenyum, yang dapat menghidupkan semangat kami.
Namun, jika ada hal buruk yang menimpa kami, engkau pun akan menutup terangnya waktu pagi dengan kegelapan (bersedih) #
Sesungguhnya engkau adalah orang termulia yang selalu membantu kami.
Karena itulah, agama (Islam) pun telah memberikan dorongan kepada kami untuk meraih keridhaanmu #
Wahai Ibu, hal itu kami lakukan agar Tuhanmu meridhai kami.
Pada dirimu terdapat petunjuk, anugerah dan semua kebaikan #
Jika kami durhaka kepadamu, maka nerakalah yang akan menjadi tempat kembali kami.

http://mediasilaturahim.com/?p=284

Mahram/Muhrim.. siapa sajakah???

* Assalamu’laikum Wr. Wb.

Pak Ustadz, saya mau tanya nih; di rumah ada keponakan laki-laki (anak kakak saya), pertanyaannya apakah isteri saya harus tetap pakai jilbab di depan dia? Syukran atas jawabannya.

* Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Jawaban:

Wa’alaikumussalam Wr. Wb.

Keharusan memakai jilbab (menutup aurat) dalam Islam sangat terkait dengan pembahasan tentang mahram. Masyarakat kita terbiasa menyebutnya dengan istilah muhrim, padahal yang benar adalah mahram. Mahram adalah wanita yang haram dinikahi oleh seorang laki-laki, baik karena faktor nasab (keturunan), radhaa’ah (sesusuan) ataupun mushaharah (pernikahan).

Seorang laki-laki dibolehkan melihat sebagian aurat wanita yang menjadi mahram. Sedangkan terhadap wanita yang bukan mahram, dia hanya dibolehkan untuk melihat wajah dan kedua tapak tangannya saja.

Penjelasan mengenai wanita-wanita yang menjadi mahram bagi seorang laki-laki, telah dijelaskan oleh Allah swt. dalam firman-Nya:

“Diharamkan atas kamu menikahi ibu-ibumu, anak-anakmu yang perempuan, saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara ayahmu yang perempuan, saudara-saudara ibumu yang perempuan, anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki, anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan, ibu-ibumu yang menyusui kamu, saudara-saudara perempuanmu sesuan, ibu-Ibu isterimu (mertua), anak-anak perempuan dari isterimu (anak tiri) yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu itu (dan sudah kamu ceraikan) maka tidak berdosa kamu menikahinya, dan diharamkan bagimu isteri-isteri anak kandungmu (menantu) dan diharamkan mengumpulkan dalam pernikahan dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau, sungguh Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan diharamkan juga kamu menikahi perempuan yang bersuami, kecuali hamba sahaya (tawanan perang) yang kamu miliki sebagai ketetapan Allah atas kamu……” (QS. An-Nisaa` [4]: 23-24)

Berdasarkan ayat di atas, para ulama menyimpulkan bahwa secara garis besar, mahram terbagi menjadi dua, yaitu mahram muabbad (mahram yang bersifat abadi) dan mahram ghairu muabbad (mahram yang bersifat sementara).

Mahram muabbad terbagi menjadi 3 kelompok:

1. Mahram karena faktor nasab (keturunan), mereka adalah:
  • Ibu kandung, nenek dan seterusnya.
  • Anak perempuan, cucuk perempuan dan seterusnya.
  • Saudara perempuan, baik sekandung, seayah ataupun seibu.
  • Saudara perempuan ayah.
  • Saudara perempuan ibu.
  • Puteri dari saudara perempuan
  • Puteri dari saudara laki-laki
2. Mahram karena faktor mushaharah (pernikahan), mereka adalah:- Ibu dari isteri (ibu mertua).
  • Anak perempuan dari isteri (anak tiri).
  • Isteri dari anak laki-laki (menantu peremuan).
  • Isteri dari ayah (ibu tiri).

3. Mahram karena faktor radhaa’ah (susuan), mereka adalah:
  • Ibu yang menyusui.
  • Ibu dari wanita yang menyusui (nenek).
  • Ibu dari suami yang isterinya menyusuinya.
  • Anak perempuan dari ibu yang menyusui (saudara perempuan sesusuan).
  • Saudara perempuan dari suami wanita yang menyusui.
  • Saudara perempuan dari ibu yang menyusui.

Adapun yang termasuk katagori mahram ghairu muabbad (mahram sementara) adalah saudara perempuan dari isteri atau bibi isteri. Artinya, saudara perempuan isteri sudah tidak lagi menjadi mahram bagi seorang laki-laki bila sudah tidak ada lagi hubungan pernikahan antara dirinya dengan isterinya.

Dari penjelasan di atas, jelaslah bahwa isteri paman tidak termasuk ke dalam katagori mahram. Dari sini, maka keponakan laki-laki Anda tidaklah termasuk mahram bagi isteri Anda. Karenanya, isteri Anda pun harus selalu menutup seluruh auratnya (kecuali wajah dan tangan) di hadapan keponakan laki-laki Anda tersebut. Wallaahu A’lam….

Memilih Calon Isteri yang Shalehah

Rasulullah saw. bersabda:

تخيروا لنطفكم فإن النساء يلدن أشباه إخوانهن وأخواتهن

“Pilihlah (tempat-tempat penyaluran) sperma kalian, (karena) sesungguhnya kaum perempuan itu akan melahirkan (anak-anak) yang perangainya mirip dengan saudara laki-laki dan saudara perempuan mereka.”

Hadits di atas mengandung petunjuk kepada laki-laki yang ingin menikah agar memilih calon isteri yang shalehah, tumbuh dalam lingkungan yang baik, tumbuh dewasa dalam keluarga yang dikenal mulia dan baik, serta terlahir dari keturunan yang mulia. Sebab, sifat anak yang dilahirkan dari rahim seorang wanita, sedikit atau banyak pasti akan mirip dengan sifat wanita tersebut ataupun saudara-saudaranya. Dari sini, maka kita dapat menangkap rahasia di balik anjuran Nabi di atas, yaitu agar laki-laki Muslim dapat memiliki anak-anak yang berbudi pekerti luhur, berkarakter baik dan bermoral Islami.

Suatu ketika, Abu Al-Aswad Ad-Du’ali berkata kepada anak-anaknya: “Aku benar-benar telah berbuat baik kepada kalian sejak kalian masih kecil dan setelah kalian dewasa, bahkan sebelum kalian dilahirkan.” Mendengar itu, anak-anaknya bertanya: “Bagaimana ayah dapat berbuat baik kepada kami sebelum kami dilahirkan?” Abu Al-Aswad menjawab: “Yaitu dengan memilihkan untuk kalian seorang ibu yang baik.”

Berdasarkan penjelasan di atas, maka hendaknya seorang laki-laki Muslim harus benar-benar selektif dalam memilih wanita yang akan menjadi calon ibu bagi anak-anaknya. Jangan asal pilih, tapi harus benar-benar dipilih sesuai kriteria-kriteria yang ditetapkan agama, meskipun tidak sepenuhnya sesuai dengan kriteria-kriteria tersebut. Hal ini sesuai dengan perkataan Utsman bin Abu ‘Ash Ats-Tsaqafi, yang menyatakan bahwa laki-laki yang akan menikah adalah seperti orang yang akan bercocok tanam. Dia harus memperhatikan di mana dia akan meletakkan benihnya.

Terlepas dari perbedaan pendapat mengenai nikah beda agama, di sini saya ingin menekankan bahwa hendaknya seorang laki-laki Muslim benar-benar memperhatikan dan mengamalkan hadits Nabi di atas. Sebab, pernikahan yang akan dia jalani bukan hanya sekedar main-main, tetapi sebuah ikatan suci yang akan menentukan masa depannya dan juga masa depan anak-anaknya. Karenanya, alangkah baiknya bila seorang laki-laki Muslim tidak menikah dengan wanita yang memiliki keyakinan berbeda. Kaidah seperti itu juga berlaku bagi wanita Muslimah. Artinya, seorang wanita Muslimah juga harus memilih laki-laki yang shaleh serta taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Wallaahu A’lam….

sumber :
http://mediasilaturahim.com/?p=755

Mengajari Anak Shalat

Pembicaraan mengenai perintah shalat merupakan pembicaraan tentang salah satu aspek spiritual terpenting dalam kehidupan sang anak. Sebab membiasakan anak untuk mengerjakan shalat dalam masa kanak-kanak ini akan memberikan sejumlah hal besar yang bermanfaat baginya.

Hal pertama dan yang terpenting adalah menjelaskan tentang hubungan antara seorang hamba dengan Tuhannya secara praktis.

Kedua adalah mengajarkan kepada si anak untuk bersuci [thaharah] dan membersihkan diri pada saat akal mereka masih jernih dan perangai mereka masih steril, yaitu dengan cara mengajarkan kepadanya untuk membasuh anggota-anggota badannya yang mudah terkena kotoran dan faktor-faktor lingkungan lainnya seraya memanjatkan dzikir dan doa. Dengan demikian, maka sang anak pun akan terbiasa untuk melakukan sesuatu yang dapat menerangi hati dan melapangkan dadanya, sehingga sejak kecil ia pun menjadi orang yang bersinar baik lahir maupun batinnya.

Ketiga adalah mendidik anak untuk belajar disiplin dalam memelihara waktu dan menjaga berbagai aturan yang terkait dengan waktu, dengan cara-cara yang tidak mungkin baginya untuk melakukan kesalahan atau kekeliruan. Maksud dari semua itu adalah agar anak dapat mengetahui bahwa waktu merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan seorang muslim yang berjalan seiring dengan pergantian malam dan siang, dan bahwa dia merupakan bagian dari waktu yang ada.

Lebih jauh, hal itu juga dimaksudkan agar si anak dapat mengetahui bahwa Allah telah menentukan aturan-aturan waktu yang bertujuan agar ia mau berusaha untuk memanfaatkannya dengan baik, dengan metode dan cara-cara yang baik.

Karena begitu pentingnya shalat, dan agar sang anak lebih terdorong untuk selalu melaksanakannya, maka Rasulullah saw pun bersabda,

“Perintahlah anak-anakmu untuk (mengerjakan) shalat ketika mereka (berusia) tujuh tahun, dan pukullah mereka jika mereka meninggalkan shalat, padahal mereka sudah (berusia) sepuluh tahun. Lalu, pisahkanlah tempat tidur mereka (antara laki-laki dan perempuan).” (HR al-Hakim dan Abu Dawud )

Mengapa mereka sudah diperintah untuk shalat padahal mereka masih berusia tujuh tahun? Jawabannya adalah agar mereka terbiasa untuk melakukan shalat. Perintah tersebut dimaksudkan agar mereka selalu mengerjakan shalat selama tiga tahun, yaitu dari usia tujuh sampai sepuluh tahun. Tidak diragukan lagi bahwa waktu tiga tahun merupakan waktu yang cukup untuk membiasakan diri seseorang dalam mengerjakan shalat, apalagi jika pelajaran-pelajaran tentang shalat itu dapat diterimanya dengan baik, baik melalui perkataan maupun perbuatan.

Kemudian Rasulullah saw juga telah mengisyaratkan tentang pentingnya hukuman pukulan bagi seorang anak dengan maksud agar ia tidak meninggalkan shalat. Akan tetapi sebagimana telah disinggung oleh para ulama, pukulan ini harus dilakukan dengan tangan dan bukan dengan kayu, pukulan tersebut tidak boleh menyakitkan, dan tidak boleh dilakukan pada anggota-anggota tubuh yang dapat membuat si anak menjadi mati seperti wajah, kepala, tengkuk dan dada.

Selain itu, pukulan tersebut tidak boleh lebih dari tiga kali, dan tidak boleh dilakukan kecuali bertujuan untuk mendidik atau untuk menegakkan hukum-hukum Islam. Oleh karena itu pukulan tersebut tidak boleh dilakukan atas dasar dendam atau karena kebencian orang tua kepada anaknya. Sebab, pukulan tersebut akan dimintai pertanggung-jawabannya pada hari kiamat nanti.

Dalam kitabnya, Ibn ‘Abidin menjelaskan:

“Seorang anak boleh dipukul supaya dia mau melaksanakan shalat ketika dia telah genap berusia sepuluh tahun. Namun pukulan itu harus dilakukan dengan tangan dan bukan dengan kayu, dan pukulan itu pun tidak boleh lebih dari tiga kali.”

Ibn ‘Abidin menambahkan, “Zhahir perkataan tersebut menunjukkan bahwa dalam masalah lain selain shalat, seorang anak juga tidak boleh dipukul dengan tongkat.”

Ketika menjelaskan hadits Nabi saw yang berbunyi, “perintahkanlah anak-anak kalian untuk (mengerjakan) shalat ketika mereka (berusia) tujuh (tahun)”, penulis kitab ad-Dur al-Mukhtâr menjelaskan, “Menurut pendapat yang benar dalam masalah ini, ibadah puasa tidaklah berbeda dengan ibadah shalat”.

Ibn ‘Abidin berkata, “Maksud dari kedua riwayat tersebut adalah bahwa seorang anak harus diperintahkan untuk melaksanakan semua hal yang telah diperintahkan Allah dan menghindari semua yang dilarang-Nya.”

Ibn Abidin menjelaskan, “Dalam pembahasan tentang hukum-hukum yang berkaitan dengan anak kecil telah dijelaskan bahwa seorang anak kecil telah diperintahkan untuk mandi dan mengulangi shalat yang dilakukan tanpa berwudhu. Namun ia tidak diperintahkan untuk mengulangi puasa, karena hal itu akan memberatkannya.”

Wanita Muslimah yang Terbaik

Rasulullah saw. bersabda:

خَيْرُ النِّسَاءِ الَّتِي تَسُرُّهُ إِذَا نَظَرَ وَتُطِيْعُهُ إِذَا أَمَرَ وَلاَ تُخَالِفُهُ فِي نَفْسِهَا وَلاَ مَالِهَا بِمَا يَكْرَهُ

“Sebaik-baik wanita (isteri) adalah yang menyenangkan suaminya jika sang suami memandangnya, menaatinya jika sang suami memberikan perintah, dan tidak menyalahi kebaikan suaminya baik dalam urusan dirinya maupun hartanya, yang dengan melakukan hal-hal yang tidak disukai suaminya.” (HR. Nasa`i dan Ahmad)

Hadits di atas menjelaskan bahwa wanita muslimah yang terbaik adalah wanita yang mampu memikat hati suaminya, baik dengan cara menjaga diri dan rumah tangganya ataupun dengan menaati perintah-perintahnya. Ia adalah wanita yang selalu memperbarui hidupnya agar hati suami terus bergantung kepadanya. Ia adalah wanita yang mampu menjadi seorang ratu kecantikan yang memakai mahkota di kepalanya saat berada di hadapan sang suami.

Hal itu dapat diwujudkan dengan cara menghiasi dan mempercantik dirinya, selalu mengganti baju yang dipakainya atau merubah tata letak perabotan rumah tangganya, agar ketika sang suami pulang, dia akan mendapati hal-hal baru di dalam rumahnya. Akan lebih baik bila pada suatu hari seorang isteri memberikan kepada suaminya setangkai bunga yang indah, lalu di hari selanjutnya ia memberikan kepada suaminya sebuah baju baru, kemudian di hari ketiga ia memasakkan makanan kegemaran suami, lalu di hari keempat ia menyambut kedatangan suaminya dengan sambutan yang lain dari biasanya atau dengan memberikan kejutan-kejutan yang lain. Dengan cara seperti itu, maka setiap hari sang suami akan merasakan adanya hal-hal baru dalam hidupnya. Pada akhirnya, sang suami pun akan semakin mencintai isterinya dan tidak berpaling kepada wanita-wanita jalanan. Hal itu disebabkan karena ia merasa bahwa di rumahnya masih ada sosok wanita yang lebih bersih, suci, bertakwa, cantik, lembut dan baik hati daripada wanita-wanita lain.

Sayangnya pada masa sekarang ini, banyak wanita yang tidak memperhatikan hal tersebut. Buktinya, banyak wanita yang lebih senang berdandan saat akan keluar rumah, baik untuk berbelanja ataupun untuk keperluan-keperluan lainnya. Bahkan tidak jarang yang berdandan secara berlebihan hingga terkesan menor atau seksi. Sementara saat berada di rumah atau saat berada di hadapan sang suami, mereka tidak mau berdandan. Alhasil, yang menikmati kecantikan wajahnya, keindahan dirinya dan bau wangi parfumnya justru orang lain, bukan suaminya sendiri. Suaminya hanya kebagian bau bawang atau bau jengkol yang dimakannya….Wallaahu A’lam….

KEWAJIBAN SUAMI & ISTRI DALAM ISLAM

Notes berikut merupakan bahan referensi dan renungan bahkan tindakan, garis besar hak masing-masing dan kewajiban SUAMI-ISTRI (PASUTRI) dalam Islam yang di nukil dari buku “Petunjuk Sunnah dan Adab Sehari-hari Lengkap” karangan H.A. Abdurrahman Ahmad.

HAK BERSAMA SUAMI ISTRI

  1. Suami istri, hendaknya saling menumbuhkan suasana mawaddah dan rahmah. (Ar-Rum: 21)
  2. Hendaknya saling mempercayai dan memahami sifat masing-masing pasangannya. (An-Nisa’: 19 - Al-Hujuraat: 10)
  3. Hendaknya menghiasi dengan pergaulan yang harmonis. (An-Nisa’: 19)
  4. Hendaknya saling menasehati dalam kebaikan. (Muttafaqun Alaih)

SUAMI KEPADA ISTRI

  1. Suami hendaknya menyadari bahwa istri adalah suatu ujian dalam menjalankan agama. (At-aubah: 24)
  2. Seorang istri bisa menjadi musuh bagi suami dalam mentaati Allah clan Rasul-Nya. (At-Taghabun: 14)
  3. Hendaknya senantiasa berdo’a kepada Allah meminta istri yang sholehah. (AI-Furqan: 74)
  4. Diantara kewajiban suami terhadap istri, ialah: Membayar mahar, Memberi nafkah (makan, pakaian, tempat tinggal), Menggaulinya dengan baik, Berlaku adil jika beristri lebih dari satu. (AI-Ghazali)
  5. Jika istri berbuat ‘Nusyuz’, maka dianjurkan melakukan tindakan berikut ini secara berurutan: (a) Memberi nasehat, (b) Pisah kamar, (c) Memukul dengan pukulan yang tidak menyakitkan. (An-Nisa’: 34) … ‘Nusyuz’ adalah: Kedurhakaan istri kepada suami dalam hal ketaatan kepada Allah.
  6. Orang mukmin yang paling sempurna imannya ialah, yang paling baik akhlaknya dan paling ramah terhadap istrinya/keluarganya. (Tirmudzi)
  7. Suami tidak boleh kikir dalam menafkahkan hartanya untuk istri dan anaknya.(Ath-Thalaq: 7)
  8. Suami dilarang berlaku kasar terhadap istrinya. (Tirmidzi)
  9. Hendaklah jangan selalu mentaati istri dalam kehidupan rumah tangga. Sebaiknya terkadang menyelisihi mereka. Dalam menyelisihi mereka, ada keberkahan. (Baihaqi, Umar bin Khattab ra., Hasan Bashri)
  10. Suami hendaknya bersabar dalam menghadapi sikap buruk istrinya. (Abu Ya’la)
  11. Suami wajib menggauli istrinya dengan cara yang baik. Dengan penuh kasih sayang, tanpa kasar dan zhalim. (An-Nisa’: 19)
  12. Suami wajib memberi makan istrinya apa yang ia makan, memberinya pakaian, tidak memukul wajahnya, tidak menghinanya, dan tidak berpisah ranjang kecuali dalam rumah sendiri. (Abu Dawud).
  13. Suami wajib selalu memberikan pengertian, bimbingan agama kepada istrinya, dan menyuruhnya untuk selalu taat kepada Allah dan Rasul-Nya. (AI-Ahzab: 34, At-Tahrim : 6, Muttafaqun Alaih)
  14. Suami wajib mengajarkan istrinya ilmu-ilmu yang berkaitan dengan wanita (hukum-hukum haidh, istihadhah, dll.). (AI-Ghazali)
  15. Suami wajib berlaku adil dan bijaksana terhadap istri. (An-Nisa’: 3)
  16. Suami tidak boleh membuka aib istri kepada siapapun. (Nasa’i)
  17. Apabila istri tidak mentaati suami (durhaka kepada suami), maka suami wajib mendidiknya dan membawanya kepada ketaatan, walaupun secara paksa. (AIGhazali)
  18. Jika suami hendak meninggal dunia, maka dianjurkan berwasiat terlebih dahulu kepada istrinya. (AI-Baqarah: ?40)

ISTRI KEPADA SUAMI

  1. Hendaknya istri menyadari clan menerima dengan ikhlas bahwa kaum laki-Iaki adalah pemimpin kaum wanita. (An-Nisa’: 34)
  2. Hendaknya istri menyadari bahwa hak (kedudukan) suami setingkat lebih tinggi daripada istri. (Al-Baqarah: 228)
  3. Istri wajib mentaati suaminya selama bukan kemaksiatan. (An-Nisa’: 39)
  4. Diantara kewajiban istri terhadap suaminya, ialah: a. Menyerahkan dirinya, b. Mentaati suami, c. Tidak keluar rumah, kecuali dengan ijinnya, d. Tinggal di tempat kediaman yang disediakan suami, e. Menggauli suami dengan baik. (Al-Ghazali)
  5. Istri hendaknya selalu memenuhi hajat biologis suaminya, walaupun sedang dalam kesibukan. (Nasa’ i, Muttafaqun Alaih)
  6. Apabila seorang suami mengajak istrinya ke tempat tidur untuk menggaulinya, lalu sang istri menolaknya, maka penduduk langit akan melaknatnya sehingga suami meridhainya. (Muslim)
  7. Istri hendaknya mendahulukan hak suami atas orang tuanya. Allah swt. mengampuni dosa-dosa seorang Istri yang mendahulukan hak suaminya daripada hak orang tuanya. (Tirmidzi)
  8. Yang sangat penting bagi istri adalah ridha suami. Istri yang meninggal dunia dalam keridhaan suaminya akan masuk surga. (Ibnu Majah, TIrmidzi)
  9. Kepentingan istri mentaati suaminya, telah disabdakan oleh Nabi saw.: “Seandainya dibolehkan sujud sesama manusia, maka aku akan perintahkan istri bersujud kepada suaminya. .. (Timidzi)
  10. Istri wajib menjaga harta suaminya dengan sebaik-baiknya. (Thabrani)
  11. Istri hendaknya senantiasa membuat dirinya selalu menarik di hadapan suami(Thabrani)
  12. Istri wajib menjaga kehormatan suaminya baik di hadapannya atau di belakangnya (saat suami tidak di rumah). (An-Nisa’: 34)
  13. Ada empat cobaan berat dalam pernikahan, yaitu: (1) Banyak anak (2) Sedikit harta (3) Tetangga yang buruk (4) lstri yang berkhianat. (Hasan Al-Bashri)
  14. Wanita Mukmin hanya dibolehkan berkabung atas kematian suaminya selama empat bulan sepuluh hari. (Muttafaqun Alaih)
  15. Wanita dan laki-laki mukmin, wajib menundukkan pandangan mereka dan menjaga kemaluannya. (An-Nur: 30-31)

ISTRI SHOLEHAH

  1. Apabila’ seorang istri, menjaga shalat lima waktu, berpuasa pada bulan Ramddhan, memelihara kemaluannya, dan mentaati suaminya, niscaya Allah swt. akan memasukkannya ke dalam surga. (Ibnu Hibban)
  2. Istri sholehah itu lebih sering berada di dalam rumahnya, dan sangat jarang ke luar rumah. (Al-Ahzab : 33)
  3. Istri sebaiknya melaksanakan shalat lima waktu di dalam rumahnya. Sehingga terjaga dari fitnah. Shalatnya seorang wanita di rumahnya lebih utama daripada shalat di masjid, dan shalatnya wanita di kamarnya lebih utama daripada shalat di dalam rumahnya. (lbnu Hibban)
  4. Hendaknya menjadikan istri-istri Rasulullah saw. sebagai tauladan utama.

Semoga catatan ini dapat memberikan manfaat dan wawasan "indahnya berumah tangga" dalam Islam.... Amiin..

negeriads.com

Kegiatan Para Pecinta Qur'an & Sunnah