Kamis, 28 Juli 2011

Malam Nisfu Sya’ban, Bid’ah-kah?

Aku yakin artikel ini akan mengundang pro kontra, karena semua pihak akan merasa dirinya yg paling benar. Namun walau sudah tahu akibatnya, aku tetap akan turunkan artikel ini, karena ini merupakan ilmu pengetahuan yg berguna bila disebarkan.

Nisfu artinya setengah atau seperdua, dan Sya’ban adalah bulan kedelapan dari tahun Hijriyah. Nisfu Sya’ban secara harfiyah berarti hari atau malam pertengahan bulan Sya’ban atau tanggal 15 Sya’ban. Jika aku merujuk ke kalender Hijriyah, insya ALLOH besok kita akan tiba di malam ke-15 (pertengahan) dari bulan Sya’ban.

Sudah sejak lama aku mendengar keutamaan bulana Sya’ban ini. Diriwayatkan bahwa Rasululloh SAW bersabda “Bulan Sya’ban itu bulan yang biasa dilupakan orang, karena letaknya antara bulan Rajab dengan bulan Ramadhan. Ia adalah bulan diangkatnya amal-amal oleh Tuhan. Aku menginginkan saat diangkat amalku aku dalam keadaan sedang berpuasa.” (HR Nasa’I dari Usamah)

Riwayat lain yg serupa menuliskan: Dari Usamah bin Zaid berkata: Saya bertanya: “Wahai Rasululloh SAW, saya tidak melihat engkau puasa disuatu bulan lebih banyak melebihi bulan Sya’ban”. Rasul saw bersabda:”Bulan tersebut banyak dilalaikan manusia, antara Rajab dan Ramadhan, yaitu bulan diangkat amal-amal kepada Rabb alam semesta, maka saya suka amal saya diangkat sedang saya dalam kondisi puasa” (Ahmad, Abu Dawud, An-Nasa?i dan Ibnu Huzaimah).

Dari Aisyah ra. berkata,” Saya tidak melihat Rasululloh SAW menyempurnakan puasanya, kecuali di bulan Ramadhan. Dan saya tidak melihat dalam satu bulan yang lebih banyak puasanya kecuali pada bulan Sya’ban.” (HR Muslim)

Dari hadits2 di atas, TIDAK DISEBUTKAN/TIDAK DICONTOHKAN Rasululloh SAW ‘memperingati’ malam nifsu sya’ban secara khusus.

Sedangkan hadits2 berikut:

“Wahai Ali, barang siapa yang melakukan sholat pada malam Nisfu Sya’ban sebanyak 100 rakaat, ia membaca setiap rakaat Al fatihah dan Qul huwallah ahad sebanyak sepuluh kali, pasti Allah memenuhi segala kebutuhannya … dan seterusnya.

Dari Ali bin Abi Tholib Radhiyallahu ‘anhu : jika datang malam Nisfu Sya’ban bersholat malamlah dan berpuasalah pada siang harinya **lengkapnya adalah sebagai berikut: Hadis yang diriwayatkan daripada Ali ra: ((Apabila tiba malam Nisfu Sya’ban, maka bangunlah kamu (menghidupkannya dengan ibadah) pada waktu malam dan berpuasalah kamu pada siangnya, karena sesungguhnya ALLOH SWT akan turun ke langit dunia pada hari ini bermula dari terbenamnya matahari dan berfirman: “Adakah sesiapa yang memohon ampun daripada-Ku akan Ku ampunkannya. Adakah sesiapa yang memohon rezeki daripada-Ku, akan Ku kurniakan rezeki kepadanya. Adakah sesiapa yang sakit yang meminta penyembuhan, akan Ku sembuhkannya. Adakah sesiapa yang yang meminta daripada-Ku akan Ku berikan kepadanya, dan adakah begini, adakah begitu dan berlakulah hal ini sehingga terbitnya fajar))..**

update: sumber hadits ini lemah:Hadis ini adalah maudhu’, diriwayatkan oleh Ibn Majah dan al-Baihaqi di dalam Syu’ab al-Iman. Rujuk Dhaifah al-Jami’ dan Silsilah al-Dhaifah oleh al-Albani, Dhaif Ibn Majah.

“Seratus rakaat pada malam Nisfi sya’ban (dengan membaca surah) Al ikhlas sepuluh kali (pada setiap rakaat) bersama keutamaan keutamaan yang lain”, diriwayatkan oleh Ad Dailami dan lainya.

Diriwayatkan daripada Ibn Umar ra bahwa Rasululloh SAW bersabda: ((Barang siapa membaca seribu kali surah al-Ikhlas dalam seratus rakaat solat pada malam Nisfu Sya’ban ia tidak keluar dari dunia (mati) sehinggalah ALLOH SWT mengutuskan dalam tidurnya seratus malaikat; tiga puluh daripada mereka mengkhabarkan syurga baginya, tiga puluh lagi menyelamatkannya dari neraka, tiga puluh yang lain mengawalnya daripada melakukan kesalahan dan sepuluh lagi akan mencegah orang yang memusuhinya)).

update: sumber hadits ini lemah:Hadis ini menurut Ibn al-Jauzi adalah Maudhu’. (Rujuk Ibn al-Jauzi, al-Maudhu’at, Dar al-Fikr, cet. 1983, 2/128). Imam al-Daruqutni pula meriwayatkan hadis ini daripada Muhamad bin Abdun bin Amir al-Samarqandi dan dia mengatakan bahwa Muhamad adalah seorang pendusta dan pembuat hadis. Pendapat ini juga sama seperti yang disebut oleh Imam al-Zahabi bahawa Muhamad bin Abdun terkenal sebagai pembuat hadis.

Diriwayatkan daripada Ja’far bin Muhammad daripada ayahnya berkata: ((Sesiapa yang membaca pada malam Nisfu Sya’ban seribu kali surah al-ikhlas dalam sepuluh rakaat, maka ia tidak akan mati sehingga ALLOH SWT mengutuskan kepadanya seratus malaikat, tiga puluh menyampaikan khabar gembira syurga kepadanya, tiga puluh menyelamatkannya dari neraka, tiga puluh akan mengawalnya dari berbuat salah dan sepuluh akan menulis mengenai musuh-musuhnya)).

update: sumber hadits ini lemah:Ibn al-Jauzi turut menghukum hadis ini dengan maudhu’

Semua hadits itu adalah PALSU/LEMAH, dengan kata lain TIDAK SHAHIH. Dari beberapa literatur, aku dapatkan bahwa Al-Qadhi Abu Bakar Ibnul Arabi mengatakan bahwa tidak ada satu hadits shahih pun mengenai keutamaan malam nisfu Sya’ban. Begitu juga Ibnu Katsir telah mendha’ifkan hadits yang menerangkan tentang bahwa pada malam nisfu Sya’ban itu, ajal manusia ditentukan dari bulan pada tahun itu hingga bulan Sya’ban tahun depan. **penulis: siapa yg bisa menjamin ajal manusia ditentukan dari bulan itu hingga bulan Sya’ban tahun depan? benar2 suatu kebohongan besar…!!**

Sayangnya, banyak kaum muslim yg mengerjakan hal2 yg TIDAK DICONTOHKAN RASULULLOH SAW, diantaranya:
- membaca surat Yasin,
- shalat sunnah dua raka’at dengan niat minta dipanjangkan umur, shalat dua raka’at dengan niat agar dimurahkan rezeki dan seterusnya.
- membaca lafaz do’a-do’a khusus yang -entah bagaimana- telah tersebar di banyak negeri meski sama sekali bukan berasal dari hadits/contoh Rasululloh SAW
(ketiga contoh di atas dirangkum dari Dr. Yusuf al-Qaradawi, jilid 1, m.s. 382-383, cetakan: Dar Uli al-Nuha, Beirut).

Kesimpulan:
- Rasululloh SAW hanya mencontohkan untuk MEMPERBANYAK PUASA/SHAUM di bulan Sya’ban (dg catatan, di bulan2 lain kita juga menyempatkan diri puasa. Jadi, BERPUASA TIDAK HANYA DI BULAN SYA’BAN)
- Rasululloh SAW TIDAK MEMBERIKAN CONTOH IBADAH LAIN di bulan Sya’ban, terutama MALAM NIFSU SYA’BAN

Intinya, jika TIDAK SESUAI DENGAN CONTOH RASULULLOH SAW, maka ibadah tersebut digolongkan bid’ah.

http://tausyiah275.blogsome.com/2007/08/27/malam-nisfu-syaban-bidah-kah/

Hukum Memelihara Anjing

Hukum Memelihara Anjing

Assalamu'alaikum Wr. Wb.
Pak Ustadz, mohon dijelaskan bagaimana hukumnya jika seorang Muslim memelihara anjing di rumahnya. Sepengetahuan saya, air liur anjing itu najis bila terkena anggota tubuh kita. Sekarang ini banyak sekali kaum Muslim yg memelihara anjing, bahkan ada yang sampai membawanya tidur bersamanya, digendong dan dipeluk, dengan alasan menyukai bentuknya yg lucu.
Demikian pertanyaan saya, Pak Ustadz. Terima kasih.
Wassalamu'alaikum Wr. Wb.
E-...

Jawaban:
Wa'alaikumussalam Wr. Wb.
Saudari E yang saya hormati, dalam kajian fikih, permasalahan yang Anda tanyakan berkaitan dengan pembahasan:
1. Hukum anjing: Apakah anjing itu najis secara keseluruhan ataukah hanya bagian-bagian tertentu saja? Meskipun para ulama sepakat bahwa najis anjing termasuk najis mughaladhah sesuai sabda Nabi saw.: “Sucinya bejana salah seorang di antara kalian ketika dijilat anjing, adalah dengan cara membasuhnya sebanyak tujuh kali, yang pertama dicampur dengan tanah” (HR. Bukhari dan Muslim), namun mereka berbeda pendapat apakah kenajisan itu hanya pada air liurnya saja ataukah pada semua anggota tubuh anjing. Imam Hanafi berpendapat bahwa yang najis dari anjing hanyalah air liurnya, mulutnya dan kotorannya, sementara bagian-bagian yang lain tidak najis. Imam Maliki berpendapat bahwa badan anjing itu tidak najis kecuali hanya air liurnya saja. Sedangkan Imam Syafi’i dan Hanbali berpendapat bahwa seluruh tubuh anjing itu hukumnya najis berat, termasuk keringatnya. Jadi, bukan hanya air liurnya saja.

Bila kita mengikuti pendapat Imam Syafi'i dan Hanbali, maka sudah barang tentu kita harus berusaha semaksimal mungkin untuk menjauhi anjing agar kita terhindar dari najis yang disebabkan oleh sentuhan anggota tubuhnya. Lain halnya bila kita mengikuti pendapat Imam Malik yang lebih longgar, karena menurutnya yang najis dari anjing hanyalah air liurnya saja. Namun pendapat siapapun yang kita ikuti, rasanya apa yang dilakukan oleh sebagian Muslim yang menggendong dan memeluk anjing sangatlah berlebihan dan bertentangan dengan ketentuan syariat. Sebab dengan cara seperti itu, baik badan, pakaian ataupun tempat-tempat tertentu di dalam rumahnya yang bisa jadi digunakan untuk beribadah, sangat sulit terhindar dari najis.

2. Keberadaan anjing di dalam rumah yang menyebabkan Malaikat tidak mau masuk ke dalamnya. Hal ini didasarkan pada sabda Nabi saw.: “Malaikat tidak akan memasuki rumah yang di dalamnya terdapat anjing atau gambar (dari makhluk yang bernyawa)” (HR. Bukhari) Bila dikaitkan dengan penjelasan no. 1, bisa jadi Malaikat tidak mau memasuki rumah yang di dalamnya terdapat anjing karena hampir dapat dipastikan rumah tersebut tidak steril dari najis mughaladhah. Namun hal itu tidak serta merta menyebabkan hukum memelihara anjing menjadi haram, karena ada beberapa riwayat yang menunjukkan bahwa memelihara anjing untuk tujuan tertentu dibolehkan, seperti untuk memburu binatang dan untuk menjaga ladang atau ternak. Namun bila ada orang Muslim yang ingin memelihara anjing untuk tujuan tertentu (termasuk untuk tujuan menjaga rumah), maka dia harus memperhatikan kedua hal tersebut. Dia harus berhati-hati terhadap najis anjing dan andaikata dia ingin memeliharanya untuk menjaga rumah, maka dia harus membuatkannya tempat khusus yang berada di luar rumah, bukan di dalamnya. Wallaahu A'lam....(Fz)
Source: www.mediasilaturahim.com

Investasi Logam Mulia

Sering kali kita TIDAK MEMILIKI rencana investasi jagka panjang untuk menjamin kehidupan di masa yang akan datang. Padahal ketika kita coba perhatikan betapa berat tantangan yang akan dihadapi di hari esok.

Sebagai contoh,

Apakah kita telah memiliki rencana pembiayaan pendidikan untuk anak tersayang? Tahun ini biaya untuk masuk perguruan tinggi dibutuhkan dana antara 10-100 juta. Bayangkan ketika anak kita di rumah berusia antara 5-10 tahun berarti kita harus mampu mengumpulkan dana kurang lebih 10-100 juta dalam jangka waktu sekitar 10-15 tahun ke depan. Belum lagi ketika dana yang telah kita kumpulkan selama 10-15 tahun itu ternyata tidak memiliki nilai yang cukup untuk membeli biaya pendidikan. Karena ternyata uang yang kita hasilkan dari proses menabung itu mengalami penurunan nilai. 10-100 juta hari ini bisa membeli biaya pendidikan di universitas, bayangkan ketika 10-15 tahun ke depan ternyata nilai biaya pendidikan diatas 100 juta.

Oleh karena itu sudah saatnya kita mulai bersikap bijak di dalam menata kehidupan kita di masa yang akan datang. Mulailah kita memikirkan media investasi apa saja yang sekiranya bisa memberikan jaminan kehidupan di masa yang akan datang.

Apa itu INVESTASI ??

Investasi adalah mengeluarkan sejumlah uang atau menyimpan uang pada sesuatu dengan harapan suatu saat mendapat keuntungan financial

KENAPA KITA PERLU BERINVESTASI ??

* Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar. (Surat An-Nisa:9)
* Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang dia kehendaki. dan Allah Maha luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui (Surat Al-Baqarah:261)

LEBIH SEDERHANA INVESTASI PENTING UNTUK :

1. Mempersiapkan kualitas masa depan anak-anak dan keturunan kita (pendidikan, harta warisan dll)
2. Mempersiapkan kehidupan masa tua yang layak dan nyaman
3. Mempersiapkan rencana melaksanakan ibadah (menunaikan ibadah haji, Qurban dll)
4. Mempersiapkan diri ketika ekonomi Indonesia mengalami guncangan
5. Dan lain sebagainya.....

EMAS SEBAGAI PELINDUNG NILAI ASSET

Masihkah teringat saat kita kecil dulu yang pernah tinggal di desa. Di saat perbankan belum merambah sampai ke pelosok desa, kita sering mendengar dan mengetahui bahwa kakek-nenek atau orang tua memiliki simpanan emas baik dalam bentuk perhiasan maupun emas batangan.

Simpanan tersebut seringkali mereka jual untuk membiayai sekolah anak cucu mereka hingga perguruan tinggi. Pernahkah kita berpikir, untuk apa mereka menyimpan aset/harta dalam bentuk emas dan mengapa mereka membeli emas untuk mencari keuntungan?

Sadar atau tidak, yang pasti orang tua kita telah melakukan proteksi atas nilai kekayaannya yang mereka miliki sebagai bentuk antisipasi dalam kebutuhan masa datang. Mereka telah melakukan tindakan lindung nilai (hedging) secara sederhana.

Sebenarnya sebagai sarana lindung nilai secara konvensional selain emas, juga seringkali mereka terapkan pada beberapa aset lain yang mereka miliki. Pilihan tersebut sangat tergantung dengan karakter pemilik dana, karena setiap pilihan akan mengubah risiko yang dihadapi. Seperti halnya tanah, yang juga mengalami penyesuaian terhadap kenaikan harga barang (inflasi). Namun, aset ini memiliki risiko yang berbeda dengan emas, antara lain :

* Emas pasti lebih mudah dalam menjualnya, sementara tanah tidaklah demikian.
* Kenaikkan harga tanah relatif lebih lambat dari pada emas. Penjualan dan kenaikan harga juga tergantung lokasi dan kebijakan tata ruang yang ditentukan pemerintah (RUTR).
* Ini tentunya menjadi suatu risiko yang berbeda dengan emas. Emas lebih berisiko dalam hal soal keamanan karena lebih mudah hilang karena dicuri, dan ini menjadi risiko tersendiri bagi penyimpan emas itu.

selain itu, kita sebagai seorang muslim ternyata mempunyai tuntunan dari Baginda Rosululloh Saw, seperti dalam hadist di bawah ini :

Diriwayatkan dari ‘Urwa : “Bahwa Nabi memberinya satu Dinar untuk membeli domba untuk beliau. ‘Urwa membeli dua ekor domba untuk beliau dengan uang tersebut. Kemudian dia menjual satu ekor domba seharga satu Dinar, dan membawa satu Dinar tersebut bersama satu ekor dombanya kepada Nabi. Atas dasar ini Nabi berdoa kepada Allah untuk memberkahi transaksi ‘Urwa. Sehingga ‘Urwa selalu memperoleh keuntungan (dari setiap perdagangannya) – bahkan seandainya dia membeli debu”. (Di riwayat lain) ‘Urwa berkata : “Saya mendengar Rasulullah SAW berkata, “Selalu ada kebaikan pada kuda sampai hari kiamat””. (Periwayat lainnya lagi menambahkan “saya melihat 70 ekor kuda di rumah ‘Urwa.”) ( Sufyan berkata, “Nabi menyuruh ‘Urwa untuk membeli domba untuk beliau sebagai hewan qurban”.) (Shahih Bukhari, Kitab 56, Hadits No 836).

ILUSTRASI DARI HADIST DI ATAS ADALAH :

1. Pada suatu ketika seorang sahabat Rasul diminta membeli seekor kambing oleh Rasulullah SAW dengan dibekali uang satu dinar. Ia membeli kambing dipasar. Ketika akan pulang kambing yang dibelinya itu ada yang menawar. Lalu ia jual dengan harga 2 dinar. Sahabat itu kembali lagi ke pasar dan membeli satu ekor kambing dan menyerahkannya ke Rasulullah beserta uang satu dinar.
2. Yang menarik soal harga seekor kambing saat itu yang satu dinar. Uang satu dinar adalah satu koin emas 22 karat seberat 4.25 gram yang sampai kini beratnya tidak berubah.
3. Coba kita menghitung Harga emas 22 karat seberat 4.25 gram saat ini dalam rupiah berarti sekitar Rp. 1.4 jutaan. “Ternyata harga kambing saat kurban kemarin sekitar Rp. 1.4 jutaan juga. Bayangkan berarti setelah 1400 tahun nilai tukar emas tak berubah. Jika kita membeli kambing dengan uang dinar saat ini akan membutuhkan satu dinar juga,”. Tetapi jika konversinya kurs lain maka harga emas akan mengalami kenaikan yang cukup signifikan karena faktor devaluasi mata uang yang jadi penukarnya

MANFAAT & KEMUDAHAN DALAM INVESTASI EMAS (LM)

* Anti inflasi ekonomi global
* Tingkat pengembalian yang tinggi
* Mudah dicairkan (liquiditas tinggi)
* Menguntungkan (profitable)
* Mudah dipindahkan (portable)
* Tahan lama (durable)
* Kepemilikan dan pengelolaan sendiri (ownership & stewardship)
* Nilai emas (logam mulia) relatif stabil dan cenderung mengalami peningkatan nilai

1 oz (ons) = 28,35 gram (standar internasional)
Tahun 2006 harga 1 oz Logam Mulia Rp 4.217.541 atau sekitar Rp 148.770/gram
Tahun 2010 harga 1 oz Logam Mulia Rp 10.449.067atau sekitar Rp 368.573/gram

SEPERTI APA EMAS MURNI 24 KARAT (LOGAM MULIA)??

Logam mulia yang asli adalah logam mulia yang diproduksi oleh PT. Aneka Tambang (PT. ANTAM)

Ciri LM tersebut asli adalah :

* Memiliki sertifikat keaslian dari PT. Antam, Sertifikat asli memiliki nomor seri yang juga terdapat pada lempengan emas
* Berbentuk batangan dengan tanda khusus yang jelas (ada logo LM berbentuk segi lima yang tertera, serta terdapat tulisan Fine Gold .9999)

MEMBELI LOGAM MULIA (LM) MELALUI MAG (MEGA ARWANA GOLD)

Secara konvensional kita dapat melakukan pembelian LM dengan langsung mendatangi PT. Aneka Tambang (PT. ANTAM), karena hanya perusahaan negara inilah yang secara resmi mengeluarkan produk LM bersertifikat yang diakui dunia. Akan tetapi penjualan yang dilayani oleh PT. Antam mempunyai "keunikan" tersendiri, yaitu selain transaksi harus langsung dilakukan di kantor PT. Antam (Jakarta dan Surabaya) juga tidak setiap calon pembeli bisa langsung bertransaksi, hal ini lebih disebabkan keterbatasan stock LM yang sangat sedikit sedangkan peminat/calon pembeli sangat banyak. Akhirnya tidak setiap orang dapat dengan mudah melakukan pembelian/transaksi di PT. Antam.

Dengan kondisi demikian maka kami MAG berusaha menjembatani masyarakat yang mempunyai keinginan memiliki LM dalam jumlah di bawah 100gram dengan cara pembelian yang sangat mudah, berencana, terpercaya (karena LM yang kami jual hanya produk PT. ANTAM) dan sesuai dengan Syariah Islam.

UNTUK LEBIH JELAS MELAKUKAN TRANSAKSI JUAL-BELI LM DENGAN MEGA ARWANA GOLD (MAG) ANDA BISA LANGSUNG MENGHUBUNGI KAMI DI JL. KAPTEN SARWONO NO. 62 BANJARAN (08122225609/022-91115657)

Zakat Tijarah (Perdagangan)

Assalamualaikum Wr. Wb.
Ustadz, saya mempunyai 2 pertanyaan:
1. Bagaimana cara menghitung zakat tijarah (zakat perdagangan)? Saya pernah mendengar, ada kawan yang mengatakan bahwa zakat tijarah dikeluarkan prosentasenya 2,5% dari keuntungan, sementara saya juga pernah mendapatkan pelajaran bahwa prosentase zakat tijarah adalah 2,5 dari seluruh barang yang dijual (asset dan untung). Mana yang benar?
2. Bagaimana hukumnya seorang wanita menjadi MC dalam acara keislaman yang dihadiri kaum laki-laki dan wanita, padahal sebenarnya ada laki-laki yang bisa jadi MC? Demikian pertanyaan saya. Syukron Ustadz.
Wassalamu'alaikum Wr. Wb.
M-....
________________________________________

Jawaban:
Wa'alaikumussalam Wr. Wb.
Saudara M yang saya hormati, berikut adalah jawaban untuk dua pertanyaan yang Anda ajukan:
1. Perhitungan zakat tijarah prosentasenya 2,5% dari seluruh modal tijaroh dan keuntungan jika sudah mencapai nishab (senilai 84 gram emas) dan mencapai haul (1 tahun). Termasuk dalam modal tijarah biaya sewa tempat. Jadi semuanya harus dihitung baik modal maupun keuntungan.
Dalam hal ini, ada perbedaan pendapat antara Imam Syafi'i dengan Imam Abu Hanifah. Imam Syafi'i berpendapat bahwa bila dalam perjalanan 1 tahun -terhitung sejak nilai total tersebut mencapai nishab- terjadi penurunan nilai total hingga di bawah nishab, maka barang dagangan itu tak wajib dizakati. Bila naik lagi, maka perhitungan itu dimulai kembali dari awal hingga genap 1 tahun.
Sementara menurut Imam Abu Hanifah, wajib tidaknya zakat tijarah itu sangat tergantung pada kondisi nilai total di akhir masa haul (1 tahun) sejak tercapainya nishab. Bila di akhir tahun, nilai totalnya di atas nishab, maka zakat tijarah wajib dikeluarkan walau dalam perjalanan 1 tahun sempat terjadi penurunan nilai total hingga di bawah nishab. Tetapi bila di akhir haul itu nilai totalnya di bawah nishab, maka tidak wajib dikeluarkan zakatnya. Perhitungan akan dimulai kembali bila sudah mencapai nishab lagi dan ditunggu hingga mencapai haul.
2. Pertanyaan kedua Anda ini sebenarnya berkaitan dengan permasalahan apakah suara wanita itu aurat ataukah bukan. Memang di kalangan ulama ada perbedaan pendapat; ada yang menganggap aurat dan ada yang tidak menganggapnya sebagai aurat selama tidak disuarakan dengan cara yang melanggar syara’, misalnya dengan suara manja, merayu, mendesah dan sejenisnya. Kedua pendapat tersebut didukung oleh dua argumen dan dalil yang berbeda. Terlepas dari perbedaan pendapat tersebut, menurut saya pribadi, bila ada laki-laki yang bisa menjadi MC, maka alangkah baiknya bila laki-laki tersebut yang menjadi MC. Wallaahu A'lam....(Amhar Maulana Harahap)

Sekamar Bertiga (Suami, Isteri & Ibu Mertua)

Sekamar Bertiga (Suami, Isteri & Ibu Mertua)

Assalamu'alaikum Wr. Wb.

Ustadz, saya punya masalah rumah tangga. Secara detailnya, saya mungkin tidak bisa menjelaskannya di sini. Tapi intinya, saat ini saya sedang kesal dengan suami. Sebab menurut suami, saat kami pulang ke kampung nanti, kamar mama (ibu mertua saya) dan kamar kami dijadikan satu. Jadi satu kamar nanti diisi 3 orang. Saya tidur bersama suami, sementara mama tidur di kamar sebelah yang hanya dipisahkan oleh sekat pembatas. Jadi tidak ada privacy di antara kami.

Menurut suami, hal itu disebabkan karena mama takut tidur sendirian. Yang ingin saya tanyakan, apakah Islam membolehkan hal seperti itu? Ayat atau hadits apa yang menjelaskan tentang aurat lahir dan aurat batin. Terima kasih atas jawabannya.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

X-….

Jawaban:

Wa’alaikumussalam Wr. Wb.

Saudari X yang saya hormati, masalah yang Anda dan suami hadapi sebenarnya hampir mirip dengan sejumlah masalah yang dikonsultasikan saudara-saudara kita yang lain, seperti pada konsultasi berjudul “Batasan Berbakti Kepada Kedua Orangtua” dan “Petunjuk Dari ALLAH Ataukah Dari Syetan”, dimana masalah yang Anda hadapi bersinggungan dengan permasalahan berbakti kepada kedua orangtua. Dalam hal ini, bila Anda dan suami tidak berhati-hati dalam mengambil sikap, hal itu bisa menyinggung perasaan orangtua (mama). Bahkan, dalam kasus seperti ini ada sebagian orangtua yang menganggap anaknya sebagai anak yang durhaka. Oleh karena itu, Anda dan suami dituntut untuk lebih bijak dalam menyikapinya.

Keharusan adanya privacy –terutama privacy antara suami-isteri- seperti yang Anda inginkan, sudah jauh-jauh hari diperhatikan oleh Islam. Perhatikanlah firman ALLAH swt. dalam QS. An-Nuur ayat 59 yang berbunyi:

"Hai orang-orang yang beriman, hendaklah budak-budak (lelaki dan wanita) yang kamu miliki, dan orang-orang yang belum baligh di antara kamu, meminta izin kepada kamu tiga kali (dalam satu hari) yaitu: sebelum sembahyang subuh, ketika kamu menanggalkan pakaian (luar)mu di tengah hari dan sesudah sembahyang Isya'. (Itulah) tiga 'aurat bagi kamu. Tidak ada dosa atasmu dan tidak (pula) atas mereka selain dari (tiga waktu) itu. Mereka melayani kamu, sebahagian kamu (ada keperluan) kepada sebahagian (yang lain). Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat bagi kamu. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana." (QS. An-Nuur : 59)

Ayat di atas menjelaskan tentang tiga waktu yang biasanya seseorang –termasuk suami isteri- berada dalam keadaan terbuka auratnya, atau bisa jadi sedang berhubungan badan. Karena itu, walaupun budak-budak dan anak-anak kecil yang belum baligh dibolehkan masuk tanpa izin pada waktu-waktu lain, mereka harus meminta izin terlebih dahulu dalam ketiga waktu tersebut. Dari sini, jelas bahwa Islam sangat menghargai privacy seseorang, apalagi suami-isteri. Ayat tersebut memang khusus tentang budak dan anak-anak kecil, tapi dapat difahami secara mafhum mukhalafah (pemahaman terbalik), bila budak-budak dan anak-anak kecil saja, tidak dibolehkan, maka apalagi orang dewasa.

Hal ini diperkuat oleh firman ALLAH swt. dalam ayat berikutnya: "Dan apabila anak-anakmu telah sampai umur baligh, maka hendaklah mereka meminta izin, seperti orang-orang yang sebelum mereka meminta izin. Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat-Nya. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS. An-Nuur: 60)

Saudari X yang saya hormati, apa yang Anda khawatirkan cukup beralasan. Namun karena hal ini berkaitan dengan orangtua, maka Anda dan suami harus berhati-hati. Bicarakanlah dengan suami barangkali ada solusi yang terbaik, apalagi bila Anda dan suami tinggal di kampung hanya sementara waktu saja. Wallaahu A'lam....
Source: www.mediasilaturahim.com

Persatuan Islam dan Ahmadiyah

Oleh: H. Yusuf Badri, M.Ag

Tahun 1930-an, Tuan Hassan melakukan perdebatan dengan tokoh Ahmadiyah Indonesia ketika itu, Abubakar Ayyub. Sejak awal memang Persis menetang Ahmadiyah, sebab ajarannya menyeleweng dari ajaran Islam. Penyelewengannya yang terutama adalah pengakuannya terhadap Mirza Gulam Ahmad sebagai nabi setelah Nabi Muhammad Saw, dan mengaku adanya kitab suci setelah Al-Quran, yaitu Tadzkirah yang diturunkan kepada Mirza Gulam Ahmad. Inilah penyelewengan yang sangat fatal. Bila mengaku ada nabi lagi setelah Nabi Muhammad Saw dan ada kitab suci setelah Al-Quran, kelompok itu jelas keluar dari Islam, tidak termasuk golongan muslim.

Dalam buku “Riwayat Hidup A. Hassan”, H. Tamar Djaja menceritakan debat A. Hassan dengan tokoh Ahmadiyah itu. Dalam perdebatan itu, A. Hassan mengemukakan sebuah “hadis” yang dikutif dari kitab Mirza, yang berbunyi: “Di hari Rasulullah Saw meninggal, bumi berteriak, katanya: “Ya Allah, apakah badanku ini akan Engkau kosongkan daripada diinjak oleh kaki-kaki nabi sampai hari kiamat?” Maka Allah berfirman kepada bumi itu: “Aku akan jadikan di atas badanmu manusia yang hatinya seperti nabi-nabi.”

Abubakar Ayyub lalu menanyakan tentang riwayat hadis ini, dan A. Hassan menjawabnya tidak tahu, sambil berkata: “Apakah tuan suka hadis ini? Bila tuan suka silahkan pakai, bila tidak silahkan tolak.”

Abubakar Ayyub menolak “hadis” yang disampaikan oleh A. Hasan itu, karena tidak jelas siapa periwinya, dari mana diambilnya, dan di kitab apa tertulisnya. Pengikut Ahmadiyah yang hadir ketika itu bersorak, merasa bangga dengan tokohnya yang akan menang berdebat dengan waktu singkat, sebab A. Hassan tidak bisa menerangkan riwayat hadis yang dibacakannya. Mereka bersorak, dan Ayyub pun merasa dirinya menang. Namun kemudian A. Hassan mengatakan bahwa hadis itu terdapat di kitab Mirza, Tuhfah Baghdad, halaman 11. saat itupun pengikut Ahmadiyah diam seribu bahasa.

Giliran A. Hassan yang menyuruh Abubakar Ayyub agar bertanya kepada nabinya (Mirza) tentang riwayat hadis itu dan dari mana diambilnya, serta tanyakan pula, bagaimana bumi bisa bicara kepada manusia, sebab hadis itu bukan hadis nabi, mengingat bumi berteriak setelah Rasulullah wafat. Jadi, tegas A. Hassan, tentu ada orang lain yang mendengar omongan bumi, dan jawaban Allah itu pun orang lain yang mendengar. Siapa dia? Tanyakan kepada “nabi” Mirza.

Abubakar Ayub ketika itu sebetulnya sudah kalah total, tetapi ia masih berkelit dengan mengatakan bahwa hadis itu, bisa jadi terdapat dalam kitab “Kanzul Ummi,” masih kitabnya Ahmadiyah, namun ia bahkan melemahkan dirinya dengan mengaku tidak membawa kitab tersebut, jadi tidak bisa dilihat.

Selanjutnya A. Hassan menegaskan bahwa dengan adanya “hadis” itu sudah cukup menunjukkan kepalsuan Mirza. Lagi pula, kata A. Hassan, hadis yang dibawakan oleh Mirza itu dengan jelas menyebutkan bahwa nabi (setelah Nabi Muhammad) tidak ada lagi. Yang ada hanya orang-orang yang hatinya seperti nabi.

“Kalau perkataan yang begini terang, tuan mau putar-putar lagi, saya minta diadakan juri. Saya heran, apa sebab Ahmadiyah takut diadakan juri. Juri tidak akan makan orang!” tegas A. Hassan.

Dari perdebatan ini jelas bahwa sebenarnya Abubakar Ayyub tidak memilki hujjah (dalil) yang kuat untuk membela Mirza Gulam Ahmad sebagai seorang nabi. Meski demikian ia tidak tunduk dan menjadi pengikuti Islam yang baik. Ia tetap menjadi pengikut Ahmadiyah. Memang Abubakar Ayyub dikenal sebagai orang yang pandai memutarbalikkan fakta demi untuk mempertahankan keyakinannya kepada Ahmadiyah.

Hal itu terlihat ketika A. Hassan tak menyebut rawi hadis dan kitab yang memuatnya, keluarlah ejekan dan cemoohan. Namun kektika A. Hassan menyebutkan bahwa hadis itu tertera di kitab Tuhfah Baghdad terbitan Punjab Press Sialkot, Muharram 1311 H, Abubakar Ayyub dan pengikut Mirza lainnya pucat pasi, tetapi mereka tidak berubah keyakinan, tetap menjadi pengikuti Mirza.

Sedikit tentang Ahmadiyah

Ahmadiyah didirikan oleh Mirza Gulam Ahmad tahun 1989 di Qodyani, India. Mirza lahir di Qodyani, 13 Pebruari 1835 dan meninggal 26 Mei 1908 di Lahore. Di kalangan Jemaat Ahmadiyah, Mirza Gulam Ahmad diyakini sebagai Imam Mahdi, Al-Masih Al-Mau’ud, nabi dan rasul.

Sepeninggal Mirza (1908), kepemimpinan Ahmadiyah dilanjutkan oleh Hadzrat Hafid H. Hakim Nuruddin selaku khalifah I hingga tahun 1914. selanjutnya secara berturut-turut dipilih khalifah II, Mirza Bashiruddin Mahmud Ahmad (1914-1965), khalifah III, Hadzrat Hafid Nasir Ahmad (1965-1982), dan khlaifah IV, Hadzrat Mirza Taher Ahmad (1982- hingga sekarang). Ahmadiyyah meyakini, jabatan khalifah harus ada hingga hari kiamat, dan kedudukan kekhalifahan Ahmadiyah berpusat di London, Inggris.

Ahmadiyah masuk ke Indonesia tahun 1922, dibawa oleh seorang mubaligh Ahmadiyah yang bernama Khawajah Kamaluddin. Dia berhasil menarik beberapa orang dari Perguruan Sumatra Thawalib, di antaranya Ahmad Nuruddin. Selanjutnya, Ahmad Nuruddin dan teman-teman mendapat kesempatan melanjutkan studi di Lahore dan Qadian, dan atas permohonan Ahmad Nuruddin dan kawan-kawan, seorang mubaligh Ahmadiyah, Maulana Rahmat Ali diutus ke Indonesia tahun 1925.

Awalnya, jemaat Ahmadiyah di Indonesia bernama Anjungan Ahmadiyah Qadian Departemen Indonesia, kemudian diganti menjadi Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI). Dalam perkembangannya, Ahmadiyah terbagi dua aliran, yaitu JAI yang berdiri tahun 1925, dan Gerakan Ahmadiyah Lahore Indonesia (GAI) yang berdiri tahun 1929. JAI terdaftar sebagai Badan Hukum di Dfepartemen Kehakiman RI, 13 Maret 1953 dan dimuat dalam Tambahan Berita Negara RI, 31 Maret 1953.

Dari sejak awal kemunculannya, Ahmadiyah ditentang oleh kaum muslimin Indonesia yang mayoritas beraliran Sunni, sebab ajarannya dinilai menyimpang dari ajaran Islam. Penyelewengannya yang esensial adalah, penganut Ahmaddiyah mengaku ada nabi dan rasul setelah Nabi Muhammad Saw, yaitu Mirza Gulam Ahmad; memiliki kitab suci sendiri, yaitu “Tazkirah” yang kesuciannya diakui sama dengan Al-Quran; serta mengaku ada tanah suci selan Makkah dan Medinah, yaitu Qadyani, dan Rabwah.

Penyelewengan lainnya adalah wahyu tetap turun sampai hari kiamat; surga mereka di Qadian (India) dan Rabwah (Pakistan) yang dikenal dengan nama Bahesti Maqbarah (pekuburan ahli surga), karenanya “kavling surga” di dua tempat itu dijual kepada masyarakat dengan harga yang sangat mahal; wanita Ahmadiyah diharamkan menikah dengan laki-laki di luar Ahmadiyah, tetapi laki-laki Ahmadiyah boleh menikah dengan wanita bukan Ahmadiyah; tidak boleh bermakmum kepada yang bukan Ahmadiyah; dan mempunyai sistem penanggalan sendiri, dengan nama bulan: 1. Suluh, 2. Tabligh, 3. Aman, 4. Syahadah, 5. Hijrah, 6. Ikhsan, 7. Wafa, 8. Zuhur, 9. Tabuk, 10. Ikha, 11. Nubuwah, 12. Fatah. Nama tahunnya adalah Hijri Syamsyi (HS).

Dalam kitab Tadzkirah, Mirza Gulam Ahmad menerangkan bahwa ia menerima wahyu dari Tuhan, salah satunya adalah bahwa Tuhan telah memberi barkah kepadanya. Namun wahyu yang diterimanya itu dicampur dengan potongan ayat-ayat Al-Quran, seperti yang tercantum dalam Tadzkirah: 43; Haqiqatul Wahyi: 70, dan Al-Istifta: 79: “Wahai Ahmad, Allah telah memberi barkah kepadamu. Dan bukan kamu yang melempar ketika kamu melempar, tetapi Allah-lah yang melempar (Tuhan) Yang Maha Pemurah, yang telah mengajarkan Al-Quran.”

Kalimat pertama: “Wahai Ahmad, Allah telah memberi barkah kepadamu,” adalah wahyu dari Allah kepada Mirza Gulam Ahmad, sedangkan kalimat kedua, “Dan bukan kamu yang melempar ketika kamu melempar dan seterusnya …” adalah terjemahaan firman Allah yang tertera dalam Al-Quran surat Al-Anfal ayat 17. Namun bagian awal dan akhir ayat tersebut tidak ditulis dengan lengkap. Ratusan ayat Al-Quran lainnya dibajak oleh Mirza Gulam Ahmad yang diakuinya sebagai wahyu yang diturunkan Allah kepadanya setelah dicampuri dengan ucapan dia kemudian dihimpun dalam “kitab suci” Tadzkirah.

Oleh karena itulah maka Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa tahun 1980 bahwa Ahmadiyah adalah jamaah di luar Islam, sesat dan menyesatkan. Fatwa ini ditindaklanjuti dengan hasil Rapat Kerja Nasional MUI, 4-7 Maret 1984 yang merekomendasikan agar pihak yang berwenang meninjau kembali Surat Keputusan Departemen Kehakiman RI No. 13, tanggal 13 Maret 1953, tambahan Berita Negara No. 26, tanggal 31 Maret 53 tentang status badan hukum Ahmadiyah.

Jauh sebelumnya, Konferensi organisasi-organisasi Islam sedunia yang diadakan di Makkah Al-Mukarramah, Rabiul Awwal 1394/1973 antara lain merekomendasikan bahwa Ahmadiyah adalah suatu sekte yang sangat menghancurkan, menjadikan Islam sebagai semboyan untuk menutupi maksud jahatnya. Golongan Ahmadiyah adalah kafir dan keluar dari Islam, sebab Ahmadayah memikiki kepercayaan bahwa pemimpinnya mengaku nabi, teks Al-Quran diubah-ubah, dan jihad itu tidak ada.

Oleh karena itu organisasi Islam sedunia meminta agar pemerintah-pemerintah Islam melarang setiap kegiatan pengikut Mirza Gulam Ahmad, dan menganggap mereka sebagai golongan minoritas non-muslim, serta melarang mereka untuk jabatan yang sensitif di dalam negara.

Sumber: persis.or.id

ANTARA FPI DAN AHMADIYAH

Oleh: Tiar Anwar Bachtiar

(Ketua Umum PP Pemuda Persis)

Di tengah ramainya kasus penyerangan Ahmadiyah, Temanggung, dan konflik Pasuruan, yang kini mengemuka menjadi sorotan justru bukan hanya Ahmadiyah, tapi juga FPI (Front Pembela Islam) pimpinan Habib Riziq. Dua-duanya didesak untuk dibubarkan. Hanya saja beda alasan dan beda yang mendesaknya untuk dibubarkan. Ahmadiyah didesak untuk segera dibubarkan atau menjadi agama baru oleh mayoritas umat Islam, sementara FPI dituntut dibubarkan oleh kelompok-kelompok liberal, terutama semenjak kasus bentrok dengan AKKBB 1 Juni 2008 lalu di Monas.

Alasan untuk pembubaran keduanya pun berbeda. Ahmadiyah ditetapkan sebagai kelompok “penoda agama” karena menyatakan Mirza Ghulam Ahmad sebagai nabi. Sementara itu FPI dibubarkan karena dituduh sebagai ormas anarkhis. Tentang kesesatan dan penyimpangan Ahmadiyah, MUI telah menetapkannya sejak lama. Bahkan negara-negara lain seperti Pakistan, India, Malaysia, dan Brunai Darussalam juga sudah menetapkan hal yang sama. Di Pakistan, misalnya, Ahmadiyah sudah ditetapkan sebagai agama baru. Persoalannya di Indonesia, sekalipun MUI telah menetapkannya sebagai aliran sesat yang menodai Islam, negara tidak bisa mengambil tindakan seperti di Pakistan. Selain konstitusi Indonesia yang agak sulit memberi peluang untuk itu, juga karena Indonesia telah meratifikasi HAM yang mengharuskan negara melindungi orang berkeyakinan apa saja. Satu-satunya alasan untuk mengambil tindakan pada Ahmadiyah adalah berdasarkan UU PNPS No. 1 tahun 1965 tentang penodaan dan penistaan agama atau atas alasan perlindungan terhadap warga negara sehingga Ahmadiyah perlu diberi payung agama sendiri seperti usul MUI untuk kasus Indonesia.

Sesungguhnya terhadap FPI, pemerintah tidak bisa mengambil tindakan karena alasan keyakinan dan ajarannya. Selain tidak seperti Ahmadiyah yang dinyatakan menyimpang, bila karena ajarannya, sama sekali tidak ada hal yang membuat FPI harus dicurigai. Satu-satunya alasan yang selalu digadang-gadang kelompok liberal adalah karena ormas ini selalu melakukan tindakan anarkhis di berbagai tempat. Bila ada kerusuhan atas nama agama, selalu yang dituduh dan menjadi kambing hitam adalah FPI. Kasus mutakhir yang paling santer diberitakan adalah peristiwa bentrok dengan HKBP di Ciketing Bekasi yang menyeret nama ketua FPI Bekasi, Murhali Barda ke muka pengadilan.

Kalau anarkhisme yang dijadikan alasan FPI dibubarkan sesungguhnya masalahnya tidak sesederhana itu. Pertama, anarkhisme yang dituduhkan pada FPI, selain tidak selalu merupakan fakta sesungguhnya juga tidak layak dikategorikan kriminal seperti tawuran antar-kampung atau tawuran pelajar. Dalam beberapa persidangan melibatkan FPI seperti kasus bentrok dengan AKKBB yang sampai menyeret Ketua FPI Munarman ke penjara, atau kasus terakhir di Ciketing, tidak selalu mereprsentasikan bahwa FPI sungguh-sungguh melakukan tindak kekerasan yang mengarah kepada tindak kriminal.

Kerusuhan-kerusuhan yang melibatkan orang-orang berseragam FPI ini selalu mulanya diawali dengan pancingan-pancingan pihak ‘lawan’ saat berdemonstrasi yang menyulut kemarahan masa FPI. Bahkan tidak selalu harus FPI. Siapapun yang dipancing-pancing, apalagi di tengah kerumunan massa yang mudah disulut, pasti akan melakukan hal serupa seperti yang dilakukan massa FPI. Itu artinya, kerusuhan-kerusuhan yang terjadi selama ini tidak bisa disejajarkan dengan kerusuhan antar-warga atau tawuran pelajar yang memang sejak awal motifnya adalah ingin melakukan “perang” dan “kerusuhan”. Dalam kasus FPI, setiap kerusuhan yang terjadi selalu lebih merupakan “aksiden” yang semestinya bukan merupakan tindak kriminal.

Kedua, tindakan “keras” (bukan “kekerasan”) FPI terhadap berbagai tindak kemaksiatan juga sangat tidak layak bila disejajarkan sebagai tindakan kriminal. Misalnya, sering terdengar FPI melakukan sweeping diskotik, lokalisasi perjudian dan pelacuran, dan tempat-tempat maksiat lain. Kalau tindakan seperti ini dianggap sebagai “kekerasan” berbau kriminal, sungguh sangat keterlaluan dan bertentangan dengan akal sehat.

Semestinya yang dikategorikan kriminal adalah mabuk, judi, dan prostitusi. Kalau ada pihak yang ingin mencegah tindak kriminal dan penyakit masyarakat, seharusnya didukung, bukan malah dikriminalisasi. Kalau caranya dianggap kurang tepat, yang mesti dilakukan adalah pendekatan dan dialog oleh aparat penegak hukum. Bukankah selama ini, ketika diajak bekerja sama dengan pihak kepolisian seperti saat Ramadhan tahun lalu, FPI dapat bekerja sama dengan pihak keamanan dengan baik dalam membasmi kemaksiatan. Selama ini, bahkan banyak masyarakat yang merasa terwakili oleh FPI dalam menindak kemaksiatan yang semakin merajalela di mana-mana ketika aparat penegak hukum mandul. Ketika FPI dikriminalisasi, banyak masyarakat yang mengeluh bahwa pelaku-pelaku kemaksiatan semakin berani.

Ketiga, dalam kasus FPI, citra buruk FPI lebih banyak diciptakan oleh media daripada kenyataannya di lapangan. Media secara tidak adil hanya memotret FPI saat terjadi kerusuhan-kerusuhan. Seolah-olah FPI adalah organisasi perusuh. Media tidak pernah melihat sisi lain dari apa yang dilakukan FPI seperti pembinaan dan pengajian-pengajian yang selama ini dilakukan. Dalam banyak kasus pengajian-pengajian FPI banyak yang telah menyadarkan orang-orang yang dianggap “kriminal”. Pembinaan yang dilakukannya pun telah turut membantu negara menciptakan good citizen. Dari aspek ini, sama sekali tidak pernah ada media yang mengangkatnya. Seperti telah jamak diketahui, tidak ada media yang tidak punya agenda dan keberpihakan. Kalau kenyataannya anarkhisme dan kekerasan FPI hanya dibentuk oleh media, bukan selalu menunjukkan kenyataan di lapangan, ini menunjukkan bahwa kriminalitas FPI hanyalah “dugaan” dan “rekayasa” semata. Kalau pemerintah mengambil tindakan atas FPI hanya atas dugaan dan prasangka media, ini sungguh suatu kesalahan fatal.

Hal yang berkebalikan terjadi pada Ahmadiyah. Justru “pemolesan” wajah Ahamdiyah sehingga terkesan tidak punya masalah dengan umat Islam juga dilakukan oleh media. Medialah yang mengemas sedemikian rupa sehingga seolah-olah Ahmadiyah sama saja dengan Islam pada umumnya. Padahal, jelas-jelas hasil investigasi puluhan tahun terhadap Ahmadiyah yang dilakukan oleh berbagai kalangan di berbagai belahan dunia menyimpulkan bahwa Ahmadiyah sungguh-sungguh menyimpang dari ajaran pokok Islam. Di Indonesia pun kenyataannya demikian. Buku-buku yang menjelaskan hasil-hasil kajian dan investigasi terhadap ajaran Ahmadiyah ratusan jumlahnya. Kajian-kajan akademik di berbagai perguruan tinggi yang membuktikan kesesatan Ahmadiyah pun begitu banyak.

Kelihatannya, ancaman SBY akan membubarkan ormas anarkhis harus dipikirkan ulang kalau yang dimaksud adalah FPI. Apa yang dilakukan pemerintah hanya akan menimbulkan keresahan bagi warga Muslim mayoritas yang tidak sesungguhnya tidak bermasalah sama sekali dengan FPI. Sebaiknya yang harus menjadi fokus perhatian pemerintah adalah menyelesaikan akar masalah kasus Ahmadiyah: apakah akan dibiarkan seperti sekarang dengan potensi kekerasan yang semakin mengkhawatirkan atau segera diambil tindakan tegas untuk menghindari banyak kemdharatan di masa yang akan datang. Masalah kekerasan diproses saja seadil-adilnya melalui proses hukum, tidak perlu membawa-bawa nama ormas yang tidak ada sama sekali dalam programnya untuk melakukan “kekerasan”. Partai yang petingginya korupsi pun tidak lantas dibubarkan partainya. Padahal, kejahatan korupsi lebih parah dibandingkan kekerasan fisik. Dalam UU, korupsi terkategori sebagai extra-ordinary crime yang tentu saja lebih berbahaya daripada bentrokan fisik. Wallâhu A’lam.

Tentang Penulis:

Tiar Anwar Bachtiar, M.Hum

Saat ini menjabat ketua umum PP Pemuda Persatuan Islam (Persis) untuk periode 2010-2015; tengah menyelesaikan S3 di bidang Sejarah Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya UI. Penulis dapat dihubungi di nmr tlp. 081546955764.

Keutamaan Bersedekah, Sifat Pemaaf dan Merendahkan Diri

Ada sebuah tulisan yang menurut saya sangat bagus untuk kita baca, semoga bermanfaat dan mendatangkan barokah bagi kita semua... amin...
==========================================

“Dari Abu Hurairah radhiallahu 'anhu, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, 'Tidaklah sedekah itu mengurangi harta, dan tidaklah Allah menambah bagi seorang hamba dengan pemberian maafnya (kepada saudaranya,) kecuali kemuliaan (di dunia dan akhirat), serta tidaklah seseorang merendahkan diri karena Allah kecuali Dia akan meninggikan (derajat)nya (di dunia dan akhirat).'” (HR. Muslim, no. 2588 dan imam-imam lainnya).

Hadits yang mulia ini menunjukkan besarnya keutamaan dan kemuliaan sifat-sifat tersebut di atas (Lihat kitab Syarah Shahih Muslim tulisan Imam an-Nawawi rahimahullah, 16/141), bahkan semua itu termasuk sifat-sifat utama yang dimiliki oleh orang-orang yang bertakwa, sebagaimana yang Allah Ta'ala sebutkan dalam firman-Nya,

“(Orang-orang yang bertakwa yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang, maupun sempit, dan orang-orang yang (selalu) menahan amarahnya, serta (mudah) memaafkan (kesalahan) orang lain. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.” (Qs. Ali 'Imran: 134).

Beberapa faidah penting yang terkandung dalam hadits ini

Arti “tidak berkurangnya harta dengan sedekah” adalah dengan tambahan keberkahan yang Allah Ta'ala jadikan pada harta dan terhindarnya harta dari hal-hal yang akan merusaknya di dunia, juga dengan didapatkannya pahala dan tambahan kebaikan yang berlipat ganda di sisi Allah Ta'ala di akhirat kelak, meskipun harta tersebut berkurang secara kasat mata.” (Lihat kitab Syarhu Shahihi Muslim, 16/141 dan Faidhul Qadir, 5/503).

Allah Ta'ala berfirman,

“Dan apa saja yang kamu nafkahkan (sedekahkan), maka Allah akan menggantinya, dan Dia-lah Pemberi rezeki yang sebaik-baiknya.” (Qs. Saba': 39).

Makna firman-Nya “Allah akan menggantinya” yaitu dengan keberkahan harta di dunia dan pahala yang besar di akhirat (Lihat Tafsir Ibnu Katsir, 3/713).

Kata al-'afwu (memaafkan) artinya memaafkan perbuatan salah dan tidak menghukumnya, asal maknanya secara bahasa: menghapus dan menghilangkan (Lihat kitab an-Nihayah fi Gharibil Hadits wal Atsar, 3/524).

Arti bertambahnya kemuliaan orang yang pemaaf di dunia adalah dengan dia dimuliakan dan diagungkan di hati manusia, karena sifatnya yang mudah memaafkan orang lain, sedangkan di akhirat dengan besarnya ganjaran pahala dan keutamaan di sisi Allah Ta'ala (Lihat kitab Syarah Shahih Muslim, (16/141) dan Tuhfatul Ahwadzi, 6/150).

Arti tawadhu' (merendahkan diri) karena Allah adalah merendahkan diri dari kedudukan yang semestinya pantas bagi dirinya, untuk tujuan menghilangkan sifat ujub dan bangga terhadap diri sendiri, dengan niat mendekatkan diri kepada-Nya, dan bukan untuk kepentingan duniawi (Lihat kitab Tuhfatul Ahwadzi, 6/150 dan Faidhul Qadir, 5/503).

Adapun arti ketinggian derajat orang yang merendahkan diri, karena Allah Ta'ala di dunia adalah dengan ditinggikan dan dimuliakan kedudukannya di hati manusia karena sifat tersebut, dan di akhirat dengan pahala yang agung dan kedudukan yang tinggi di sisi-Nya (Lihat kitab Syarah Shahih Muslim, 16/142). Ini termasuk sifat orang-orang yang bertakwa.

Allah Ta'ala berfirman,

“Negeri akhirat itu, Kami jadikan untuk orang-orang yang tidak ingin menyombongkan diri dan berbuat kerusakan (maksiat) di (muka) bumi, dan kesudahan (yang baik) itu (surga) adalah bagi orang-orang yang bertakwa.” (Qs. al-Qashash: 83).

Kota Kendari, 14 Ramadhan 1431 H

Penulis: Ustadz Abdullah bin Taslim al-Buthoni, M.A (Mahasiswa S3 Universitas Islam Madinah)
Artikel www.PengusahaMuslim.com

Salahkah Bila Saya Menuntut Cerai

Salahkah Bila Saya Menuntut Cerai

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Suami saya sampai sekarang masih menjalin hubungan dengan mantan pacarnya. Yang saya tahu, mereka intensif komunikasi lewat inbox,sms maupun telpon. Hal itu sudah dimulai sejak kami menikah 12 tahun yang lalu. Suami saya sendiri pernah mengaku bahwa dirinya tidak bisa melupakan wanita itu. Awalnya, saya kuat untuk menahan perasaan, dan saya hanya berharap suatu saat suami saya akan sadar dan bisa melupakan wanita itu sehingga dia bisa lebih fokus kepada kami, anak isterinya (Alhamdulillah kami sudah dikaruniai 2 orang anak).

Tetapi ternyata sampai detik ini, mereka masih tetap berhubungan. Hal itu membuat saya sangat down. Hingga saya pun merasa sudah tidak sanggup lagi untuk hidup bersama suami. Suatu ketika, saya pernah meminta cerai kepadanya, tetapi dia malah marah dan menampar saya. Dia menuduh saya telah mempermainkan perasaannya. Saya bingung harus bagaimana? Selama 12 tahun ini saya sudah cukup menderita, lahir maupun batin. Salahkah bila saya meminta cerai?? Mohon arahannya, Pak Ustadz.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

X-…..



Jawaban:

Wa’alaikumussalam Wr. Wb.

Saudari X yang saya hormati, rasanya sudah berapa kali saya memberikan jawaban terhadap konsultasi serupa yang diajukan oleh saudari-saudari kita yang lain. Agar lebih gamblang, saya sarankan sebaiknya Anda melihat kembali konsultasi-konsultasi serupa yang pernah saya bahas, seperti konsultasi berjudul “Suamiku Selingkuh Dengan Wanita Lain (Part 1)” dan “Suami Selingkuh Dengan Wanita Lain (Part 2).

Di sini, saya hanya ingin menekankan bahwa sekarang di hadapan Anda ada beberapa kemungkinan yang dapat Anda pilih. Tentunya saya berharap Anda akan memilih kemungkinan yang terbaik.

1. Anda tetap meneruskan pernikahan Anda dengan membiarkan kondisi seperti yang ada sekarang. Anda tidak bisa menerima kehadiran wanita lain yang mungkin menurut Anda telah merusak keharmonisan rumah tangga Anda, namun Anda tidak mau berusaha untuk merubah keadaan. Tentunya hal ini bukanlah pilihan yang terbaik buat Anda karena Anda harus mengarungi bahtera rumah tangga dalam keadaan batin tersiksa terus, dan mungkin akan banyak dosa yang Anda dan suami lakukan (terutama karena tidak bisa menahan emosi). Hal ini juga tidak baik bagi anak-anak Anda karena pasti akan mempengaruhi kejiwaan mereka. Bahkan menurut saya, hal ini juga tidak baik bagi suami Anda, karena Anda terus membiarkannya terus larut dalam kemaksiatan.

2. Anda tetap meneruskan pernikahan Anda namun Anda sedikit membuka hati untuk menerima kehadiran wanita lain sebagai isteri yang sah bagi suami Anda. Mungkin pilihan ini akan terasa pahit bagi Anda, namun bila Anda mengambil pilihan ini, berarti Anda telah membuka sedikit peluang kebajikan, paling tidak Anda telah menyelamatkan suami dari kemaksiatan yang dia lakukan dengan wanita lain (walaupun –maaf- tidak sampai berhubungan badan). Namun, baik tidaknya pilihan ini sangat tergantung pada keikhlasan Anda. Melihat uraian Anda di atas, nampaknya pilihan ini tidak cocok untuk Anda, karena –nampaknya- Anda termasuk wanita yang tidak bisa menerima kehadiran wanita lain sebagai isteri kedua suami Anda.

3. Anda tetap meneruskan pernikahan dengan suami dalam keadaan Anda tidak mau menerima kehadiran wanita tersebut, namun Anda mau berusaha keras untuk memperbaiki keadaan, sehingga suami Anda benar-benar mau melupakan wanita tersebut dan lebih fokus kepada Anda dan anak-anak. Nampaknya Anda pernah mengharapkan hal itu terjadi, walaupun akhirnya sekarang harapan itu hampir pupus. Saudariku, bila Anda masih mengharapkan hal itu terjadi, saya sarankan sebaiknya Anda berusaha lebih keras. Tunjukkan kepadanya bahwa Anda benar-benar mencintainya, kemudian lakukanlah hal-hal yang disukainya dan hindarilah hal-hal yang tidak disukainya. Berusahalah semampu mungkin agar Anda benar-benar menjadi “tambatan hatinya” sehingga dia tidak berpindah ke lain hati. Yakinlah bahwa perubahan tidak akan datang dengan sendirinya, tapi harus diupayakan, sesuai firman ALLAH swt.: “Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan suatu kaum sebelum mereka merubah diri-diri mereka." (QS. ar-Ra'du [13]: 11) Salah satu upaya untuk merubahnya, Anda juga harus bersikap tegas. Jangan Anda terkesan sebagai wanita yang lemah yang bisa dipermainkan begitu saja oleh suami. Namun tegas bukan berarti harus menggunakan emosi, hindari semaksimal mungkin penggunaan emosi. Jangan lupa, berdoalah kepada ALLAH dengan serius, kalau bisa setelah shalat tahajjud. Memohonlah kepada ALLAH agar Dia memberi hidayah kepada suami Anda. Yakinlah bila Anda berdoa dengan serius, maka ALLAH akan mengabulkan doa Anda seperti disebutkan dalam firman-Nya: “Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah) Ku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.” (QS. al-Baqarah [2]: 186).

4. Kemungkinan terakhir adalah Anda tidak mau meneruskan pernikahan dengan suami alias Anda menuntut cerai darinya, seperti yang sekarang terfikir dalam benak Anda. Seperti yang pernah saya jelaskan pada konsultasi-konsultasi sebelumnya, hal itu boleh saja Anda lakukan, karena itu hak Anda. Apalagi Anda merasa sangat tertekan hidup bersama dengannya, terutama di saat dia terkadang bersikap kasar terhadap Anda padahal dialah yang telah melakukan kesalahan. Walaupun secara sekilas, pilihan ini nampaknya terbaik bagi Anda agar Anda dapat cepat terbebas dari masalah yang sedang Anda hadapi sekarang, namun hal itu belum tentu menjadi pilihan yang terbaik buat Anda, apalagi buat anak-anak Anda. Karena itu, janganlah Anda menuruti emosi sesaat saja. Pikirkanlah matang-matang bila Anda ingin mengambil pilihan ini. Untuk itu, sebaiknya Anda memohon petunjuk kepada ALLAH swt. langsung, karena hanya Dia-lah Dzat Yang Maha Mengetahui apa yang terbaik untuk hamba-hamba-Nya. Wallaahu A’lam….

Source:

http://www.mediasilaturahim.com/

http://www.media-silaturahim.blogspot.com/

Petunjuk Dari ALLAH Ataukah Dari Syetan?

Petunjuk Dari ALLAH Ataukah Dari Syetan?
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Pak Ustadz, saya ingin bertanya serta minta nasehat dan saran tetang apa yang harus saya lakukan. Begini ceritanya, salah satu keluarga saya ada yang mengalami kemasukan jin. Pada awal kemasukan, dia meminta kami semua mendoakan agar dia bisa kembali, karena katanya dia akan dibawa ke ‘arsy. Saya tidak mengerti apakah yang dia maksud itu adalah ‘arsy dalam al-Qur`an yang artinya singgasana ALLAH. Di sini saya sudah yakin, dia pasti kemasukan jin. Sebab sepengetahuan saya, tidak ada satupun makhluk yang bisa sampai ke sana.
Setelah kami semua berdoa, menurutnya dia pun turun dengan dibawa oleh dua malaikat. Setelah dia sadar (menurut versi orang-orang yang ada di sekitarnya kecuali saya), dia mengatakan bahwa dirinya melihat Malaikat Jibril. Anehnya lagi, jika ada orang yang membantahnya, dia malah mengaku dirinya sebagai Malaikat Malik. Dia juga merasa dirinya sebagai roh suci yang dikembalikan ke dunia. Setiap hari, kerjaannya selalu menasehati orang-orang yang ada di sekitarnya (baca: keluarga) setelah melakukan pengobatan, dengan mengatakan si A diguna-gunai oleh si B.
Ada salah satu saudaranya yang sudah termakan oleh perkataannya, yang mengatakan bahwa setelah selesai shalat tahajjud, dia mendapat ilham/petunjuk dari ALLAH. Tapi anehnya, petunjuknya itu selalu mengarah kepada fitnah dan adu domba. Karena itulah, saya sangat mengharapkan saran dan masukan dari Pak Ustadz mengenai hal itu.
Satu lagi, Pak Ustadz. Di sini, posisi saya adalah sebagai anak dari orang yang mengaku mendapat ilham setelah shalat tahajjud itu. Ketika saya membantah dengan mengatakan bahwa itu adalah kerjaan syetan, dia malah menganggap saya kesurupan. Saya sangat bingung, apakah saya dianggap sebagai anak yang durhaka bila saya membantahnya? Terima kasih, Pak Ustadz.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
X-….

Jawaban:
Wa’alaikumussalam Wr. Wb.
Saudari X yang saya hormati, apa yang terjadi pada diri orang yang Anda ceritakan tersebut bukanlah hal baru. Tidak sedikit orang yang mengaku dirinya sebagai nabi ataupun malaikat, dan hal itu bisa disebabkan karena sejumlah faktor, diantaranya adalah ritual yang tidak sesuai dengan syariat Islam. Ritual seperti itu sangat membuka peluang bagi syetan untuk masuk ke dalam diri seseorang, yang tujuannya tidak lain adalah untuk menjerumuskannya ke jalan yang sesat.
Dalam kasus di atas, saya pribadi sangat yakin bahwa apa yang dialami oleh orang tersebut juga merupakan perbuatan syetan. Apalagi seperti yang Anda katakan, nasehat yang dia berikan selalu mengarah kepada fitnah dan adu domba. ALLAH swt. telah menjelaskan hal itu dalam beberapa ayat, diantaranya:
“Sesungguhnya syetan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang, maka berhentilah kamu (mengerjakan pekerjaan itu).” (QS. al-Maidah: 91)
“Dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syetan; karena sesungguhnya syetan itu adalah musuh yang nyata bagimu. Sesungguhnya syetan itu hanya menyuruh kamu berbuat jahat dan keji, dan mengatakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui." (QS. al Baqarah: 168)
“Syetan menjanjikan (menakut-nakuti) kamu dengan kemiskinan dan menyuruh kamu berbuat kejahatan (kikir)." (QS. al-Baqarah: 268)
Semua itu dilakukan syetan guna menjerumuskan manusia ke dalam neraka, sebagai wujud balas dendamnya kepada Adam yang menyebabkan dirinya diusir dari surga, seperti disebutkan dalam firman ALLAH: “Iblis berkata : ‘Karena Engkau telah memvonis aku sesat, pasti aku akan halangi mereka (yakni manusia ) dari jalan-Mu yang lurus, kemudian aku akan datangi mereka dari depan, dari belakang, dari sebelah kanan dan dari sebelah kirinya, lalu Engkau tidak akan mendapati kebanyakan dari mereka orang-orang yang bersyukur.’” ( Qs. al-A’raf : 16 )
Dalam menjalankan misinya itu, syetan menggunakan berbagai macam cara. Bahkan, terkadang dengan menggunakan cara yang terkesan baik dalam pandangan manusia seperti dalam bentuk nasehat, atau melalui metode pengobatan yang gampang sekali untuk mempengaruhi orang. Karena itu, sebagai Muslim kita dituntut untuk selalu waspada terhadap tipu daya syetan.
Mengenai pertanyaan terakhir Anda, yakinlah bahwa penolakan Anda itu tidak dianggap sebagai sikap durhaka, karena kita tidak dibenarkan untuk menuruti kemauan orangtua yang mengandung kemaksiatan kepada ALLAH (termasuk kemusyrikan). “Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya.” (QS. Al-‘Ankabuut: 8)
Dari ayat ini, dapat difahami bahwa tidak semua perintah orangtua harus dituruti. Bila orangtua menyuruh kita untuk keluar dari agama Islam atau untuk melakukan kemusyrikan, maka kita wajib menolaknya. Inilah yang pernah dilakukan oleh Sa’ad bin Abi Waqash kepada ibunya.
Diriwayatkan dari Sa’ad bin Abi Waqash ra., bahwa dia berkata: “Aku adalah seorang laki-laki yang berbakti kepada ibuku. Ketika aku masuk Islam, ibu berkata: ‘Agama apa yang kamu peluk itu, wahai Sa’ad? Kamu harus meninggalkan agamamu itu, atau aku tidak akan makan dan minum sampai aku mati, sehingga kamu akan dicemooh (oleh orang-orang) karena kematianku, dan akan dikatakan kepadamu: ‘Wahai Sang Pembunuh ibunya.’ Aku menjawab: ‘Ibu, janganlah engkau melakukan itu, karena aku tidak akan pernah meninggalkan agamaku ini karena alasan apapun.’ Setelah melihat sang ibu mogok makan selama satu hari satu malam, Sa’ad berkata: ‘Wahai ibuku, demi Allah, ketahuilah bahwa seandainya engkau memiliki seratus nyawa, kemudian nyawa-nyawa itu keluar dari dirimu satu persatu, maka aku tidak akan pernah meninggalkan agamaku ini.’” Melihat kesungguhan Sa’ad, sang ibu pun akhirnya menghentikan aksi mogok makannya itu.
Namun perlu diingat, andaikata seorang anak terpaksa harus menolak perintah orangtuanya karena perintah tersebut bertentangan dengan aturan Allah (yang bersifat wajib atau haram), maka penolakan itu harus disampaikan dengan cara yang baik, dengan perkataan yang halus dan tidak bernada “membentak”, sebagaimana disinyalir dalam firman Allah swt.: “dan janganlah kamu membentak mereka, dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.” (QS. Al-Israa`: 23) Selain itu, sang anak juga harus tetap memperlakukan orangtuanya dengan baik, meskipun ada perbedaan pandangan di antara mereka. Allah swt. berfirman: “…..dan janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik.” (QS. Luqman: 15)
Demikian yang bisa saya jelaskan, mudah-mudahan bermanfaat. Wallaahu A’lam….
Source: www.media-silaturahim.blogspot.com
Info: Info haji DD Travel 2011, klik: http://ddtravelumrahhaji.wordpress.com/2010/11/10/program-haji-plus/
Info umrah DD Travel 2011, klik: http://ddtravelumrahhaji.wordpress.com/2010/11/10/program-umrah-2011/

Nazdar Haji

Nazdar Haji
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Ustadz, saya mau tanya tentang harta almarhum bapak saya. Beliau pernah menginginkan bila sawahnya terjual akan digunakan untuk berangkat haji. Namun sebelum sawah itu terjual, beliau keburu meninggal dunia. Alhamdulillah, sekarang sawah itu telah terjual. Mamah menginginkan agar harta itu digunakan untuk menghajikan almarhum bapak, diwakili oleh anaknya. Sementara uwak tidak setuju. Dia menginginkan harta itu dibagikan saja.
Sebaiknya bagaimana yah, Pak Ustadz? Mohon arahannya karena masalah ini menjadi masalah yang cukup serius bagi keluarga kami. Perlu diketahui, anak bapak semuanya berjumlah 9 orang, dan semuanya perempuan. Terima kasih atas jawabannya.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
T-….

Jawaban:
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Saudari T yang saya hormati, keinginan ayah Anda untuk berangkat haji bila sawahnya terjual disebut dengan nadzar mu’allaq, yaitu suatu nadzar yang pelaksanaannya dikaitkan dengan sesuatu. Contoh nadzar mu’allaq adalah seperti dengan mengatakan: “Jika sawah saya laku, maka saya akan pergi haji”, atau “Jika saya sembuh, maka saya akan mensedekahkan separoh harta saya untuk fakir miskin.”
Hukum nadzar seperti ini wajib untuk dilaksanakan bila apa yang diinginkan itu benar-benar terwujud, tetapi dengan catatan nadzar tersebut tidak berkaitan dengan kemaksiatan kepada ALLAH swt.. Dalam sebuah Hadits yang diriwayatkan dari Aisyah, Rasulullah saw. bersabda: “Barangsiapa bernadzar untuk menaati Allah, hendaknya ia menaati-Nya, dan barangsiapa bernadzar untuk bermaksiat kepada-Nya, maka janganlah ia perturutkan untuk bermaksiat kepada-Nya.” (HR. Bukhari Muslim)
Bila seseorang bernadzar tetapi dia keburu meninggal dunia sebelum melaksanakan nadzarnya, maka ahli warisnya-lah yang berkewajiban untuk melaksanakan nadzar tersebut. Bila nadzar itu berkaitan dengan harta seperti nadzar untuk bersedekah, maka pelaksanaannya diambilkan dari harta yang ditinggalkan si mayyit. Sedangkan bila berkaitan dengan pelaksanaan satu ibadah seperti haji atau puasa, maka keluarganya-lah yang harus melaksanakan. Dalam sebuah Hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas disebutkan bahwa seorang wanita dari Juhainnah datang menemui Nabi saw.. Dia bertanya: ”Sesungguhnya ibuku nadzar untuk haji, namun nadzar itu belum terlaksana sampai beliau meninggal dunia, apakah saya harus melakukan haji untuknya?" Nabi saw. pun menjawab, "Ya, bagaimana pendapatmu bila ibumu mempunyai hutang, apakah kamu membayarnya? Bayarlah hutang Allah, karena hutang Allah lebih berhak untuk dibayar." (HR. Bukhari)
Dalam kasus yang Anda tanyakan, pelaksanaan ibadah haji itu dilakukan dengan menggunakan biaya yang diambilkan dari harta waris ayahanda. Karena pelaksanaan nadzar itu dianggap sebagai hutang (kepada ALLAH), maka pelaksanaannya harus didahulukan sebelum pembagian harta waris, sesuai firman ALLAH swt. : “Sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah dibayar hutangnya.” (QS. An-Nisaa [4]: 12) Bila masih ada sisa, baru boleh dibagikan kepada ahli waris. Wallaahu A’lam….
Source:
www.mediasilaturahim.com
www.media-silaturahim.blogspot.com

negeriads.com

Kegiatan Para Pecinta Qur'an & Sunnah