Jumat, 04 Desember 2009

KHAWARIJ DAN FENOMENA TERORISME KONTEMPORER

KHAWARIJ DAN FENOMENA TERORISME KONTEMPORER
Oleh saudaraku :
Tiar Anwar Bachtiar


حَدَّثَنَا أَبُو الْيَمَانِ أَخْبَرَنَا شُعَيْبٌ عَنْ الزُّهْرِيِّ قَالَ أَخْبَرَنِي أَبُو سَلَمَةَ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ أَنَّ أَبَا سَعِيدٍ الْخُدْرِيَّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ بَيْنَمَا نَحْنُ عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ يَقْسِمُ قِسْمًا أَتَاهُ ذُو الْخُوَيْصِرَةِ وَهُوَ رَجُلٌ مِنْ بَنِي تَمِيمٍ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ اعْدِلْ فَقَالَ وَيْلَكَ وَمَنْ يَعْدِلُ إِذَا لَمْ أَعْدِلْ قَدْ خِبْتَ وَخَسِرْتَ إِنْ لَمْ أَكُنْ أَعْدِلُ فَقَالَ عُمَرُ يَا رَسُولَ اللَّهِ ائْذَنْ لِي فِيهِ فَأَضْرِبَ عُنُقَهُ فَقَالَ دَعْهُ فَإِنَّ لَهُ أَصْحَابًا يَحْقِرُ أَحَدُكُمْ صَلَاتَهُ مَعَ صَلَاتِهِمْ وَصِيَامَهُ مَعَ صِيَامِهِمْ يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ لَا يُجَاوِزُ تَرَاقِيَهُمْ يَمْرُقُونَ مِنْ الدِّينِ كَمَا يَمْرُقُ السَّهْمُ مِنْ الرَّمِيَّةِ يُنْظَرُ إِلَى نَصْلِهِ فَلَا يُوجَدُ فِيهِ شَيْءٌ ثُمَّ يُنْظَرُ إِلَى رِصَافِهِ فَمَا يُوجَدُ فِيهِ شَيْءٌ ثُمَّ يُنْظَرُ إِلَى نَضِيِّهِ وَهُوَ قِدْحُهُ فَلَا يُوجَدُ فِيهِ شَيْءٌ ثُمَّ يُنْظَرُ إِلَى قُذَذِهِ فَلَا يُوجَدُ فِيهِ شَيْءٌ قَدْ سَبَقَ الْفَرْثَ وَالدَّمَ آيَتُهُمْ رَجُلٌ أَسْوَدُ إِحْدَى عَضُدَيْهِ مِثْلُ ثَدْيِ الْمَرْأَةِ أَوْ مِثْلُ الْبَضْعَةِ تَدَرْدَرُ وَيَخْرُجُونَ عَلَى حِينِ فُرْقَةٍ مِنْ النَّاسِ قَالَ أَبُو سَعِيدٍ فَأَشْهَدُ أَنِّي سَمِعْتُ هَذَا الْحَدِيثَ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَشْهَدُ أَنَّ عَلِيَّ بْنَ أَبِي طَالِبٍ قَاتَلَهُمْ وَأَنَا مَعَهُ فَأَمَرَ بِذَلِكَ الرَّجُلِ فَالْتُمِسَ فَأُتِيَ بِهِ حَتَّى نَظَرْتُ إِلَيْهِ عَلَى نَعْتِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الَّذِي نَعَتَهُ

Abu Al-Yaman telah menceritakan pada kami, Syuaib telah mengabarkan pada kami dari Al-Zuhri, ia berkata: Abu Salamah ibn Abdurrahman telah mengabarkan kepadaku bahwa Abu Said Al-Khudri r.a. berkata, “Ketika kami berada di samping Rasulullah, sementara Beliau sedang membagikan bagian harta (rampasan perang), dating kepadanya Dzul Huwaishirah. Ia adalah seorang laki-laki dari Bani Tamim. Kemudian ia berkata, “Wahai Rasulullah, berlaku adillah Engkau!” Rasul pun menjawab, “Celakalah engkau! Siapa lagi yang akan berbuat adil kalau aku tidak berlaku adil? Kau pasti akan kecewa dan merugi kalau aku tidak berbuat adil.” Umar kemudian berkata, “Izinkan aku, wahai Rasulullah, untuk memukul tengkuknya.” Beliau menjawab, “Biarkan saja dia. Sebab, dia memiliki teman-teman yang salah seorang di antara kalian akan menganggap shalatnya sendiri belum seberapa kalau dibandingkan dengan shalat mereka, begitu pula dengan shaumnya dibandingkan dengan shaum mereka. Mereka membaca Al-Quran, tapi tidak sampai melewati tenggorokan mereka. Mereka menusuk agama seperti anak panah menusuk buruannya. Dilihat mata panahnya, ternyata tidak ditemukan apapun; kemudian dilihat pegangan panahnyanya juga tidak ditemukan apa-apa, lalu dilihat batang panahnya tidak ada apa-apa juga, dan kemudaian dilihat bulu anak panahnya, juga tidak ditemukan apapun. Sungguh ia sudah mendahului kotoran dan darah (binatang buruan itu). Tanda-tanda mereka adalah seorang laki-laki hitam yang salah satu lengannya seperti susu perempuan atau seperti anggota tubuh yang terguncang. Dan mereka keluar saat terjadi perpecahan di antara orang-orang.

Abu Sa’id berkata, “Aku bersumpah bahwa aku mendengar hadis ini dari Rasulullah Saw.; dan aku bersumpah bahwa Ali r.a. memerangi mereka. Akupun ikut bersama Ali. Ali memerintah untuk mencari lak-laki itu. (Akhirnya) Ia dapat ditangkap dan dihadapkan (kepada kami) hingga aku dapat melihat sifat-sifat yang disebutkan Nabi Saw. (Shahih Al-Bukhari, No. 3341).

*****

Hadis di atas sengaja dijadikan pembuka tulisan ini untuk menunjukkan bagaimana Islam memperlihatkan kemungkinan-kemungkinan terjadi hal-hal yang sepertinya “mengatasnamakan” Islam, tapi sesungguhnya akan menghancurkan Islam sendiri. Hadis di atas ditujukan kepada orang-orang Khawarij di zaman Rasulullah Saw. Mereka adalah orang-orang yang pengetahuan terhadap Islamnya sangat dangkal, namun memiliki semangat yang besar untuk “menegakkan Islam”. Semangat mereka ini justru dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu untuk memperkeruh Islam.

Dalam kasus Rasulullah Saw. mereka yang kurang ilmu ini memprotes Rasulullah saat membagikan ghanimah. Mereka menuduh Rasulullah Saw. tidak adil karena tidak membagi rata harta itu. Jelas ini kebodohan. Rasulullah tentu lebih tahu daripada orang ini. Tapi, dia merasa bahwa dialah yang benar. Inilah sifat dasar orang-orang Khawarij.

Semasa Rasulullah Saw. memang belum terjadi fitnah karena mereka. Sebab, saat para sahabat ingin memerangi mereka, oleh Rasulullah Saw. dicegah. Rasulullah Saw. tahu di belakangnya ada teman-teman mereka yang sifatnya sama. Sangat mungkin saat temannya dianiaya, mereka akan mengobarkan perang melawan Rasulullah Saw. dan sahabatnya. Padahal, mereka bukan orang “kafir.” Shalat, shaum, dan ritual mereka boleh dikatakan di atas rata-rata orang kebanyakan. Tidak akan ada yang menyangka bahwa mereka adalah orang-orang yang akan merusak Islam. Rasulullah Saw. memilih menjauhkan mereka dari Madinah. Dan mereka memilih tinggal di suatu kampung bernama Haruri. Oleh sebab itu pula, mereka sering disebut kaum Haruriyyah.

Fitnah paling besar yang ditimbulkan oleh orang-orang Khawarij terjadi pada masa kekhalifahan Ali ibn Abi Thalib yang dimulai saat terbunuhnya Utsman ibn ‘Affan. Kekerasan yang mereka lakukan dipicu oleh kekecewaan mereka terhadap keputusan Ali ibn Abi Thalib untuk berdamai dengan Mu’awiyah setelah Perang Shiffin melalui perundingan Tahkim. Mereka semula mendukung Ali ra. dan berlindung di bawah kekuasannya setelah sebelumnya terlibat dalam pembunuhan Utsman ibn ‘Affan. Agar kejahatan mereka tidak terbongkar, mereka ingin memanfaatkan Ali ra. dengan bersegera membai’atnya sebagai Khalifah dan masuk menjadi barisan pendukung Ali.

Mereka tahu bahwa Aisyah, Thalhah, Zubair, dan Mu’awiyah sangat vokal meuntut alas atas kematian Utsman. Namun, mereka pula yang memprovokasi Ali dan pasukannya untuk memerangi mereka atas nama tindakan bughât. Perang Jamal dan Shiffin yang sama-sama tidak diinginkan oleh para sahabat yang mulia itu akhirnya terjadi. Pemicu meletusnya kedua perang itu adalah orang-orang Khawarij yang posisinya juga dimanfaatkan oleh Abdullah ibn Saba, pentolan Yahudi-Munafik yang menjadi dalang dari semua fitnah pada masa Khulafaur-Rasyidin. Saat Ali memutuskan untuk berdamai dengan Mu’awiyah dan melakukan perundingan (Tahkîm), serta masng-masing pihak menyadari kekeliruannya, terlihatlah watak asli kelompok ini. Mereka terlihat sangat kecewa; dan akhirnya membuat makar terhadap otoritas kekuasaan Ali ra. Makar yang berakhir dengan pembunuhan keji yang mereka lakukan terhadap Khalifah kekasih Rasulullah Saw. ini.

Orang yang membunuh Ali bernama Abdullah ibn Muljam. Siapa pun tidak akan menyangka bahwa pembunuh ini sebenarnya sangat tidak pantas menjadi seorang pembunuh, apalagi membunuh Ali bin Abi Thalib yang sudah dijanjikan Allah Swt. akan masuk surga. Abdurrahman ibn Muljam adalah seorang yang sangat rajin beribadah. Shalat dan shaum, baik yang wajib maupun sunnah, melebihi kebiasaan rata-rata orang di zaman itu. Bacaan Al-Qurannya sangat baik. Karena bacaannya yang baik itu, pada masa Umar ibn Khattab, ia diutus untuk mengajar Al-Quran ke Mesir atas permintaan gubernur Mesir, Amr ibn Al-’Ash. Namun, karena ilmunya yang dangkal, sesampai di Mesir ia malah terpangaruh oleh hasutan orang-orang Khawarij yang selalu berbicara mengatasnamakan Islam, tapi sesungguhnya hawa nafsu yang mereka turuti. Ia pun terpengaruh. Ia tinggalkan tugasnya mengajar dan memilih bergabung dengan orang-orang Khawarij sampai akhirnya, dialah yang ditugasi menjadi eksekutor pembunuhan Ali ibn Abi Thalib.

Pada masa pemerintahan Muawiyah ibn Abi Sufyan, ia diadili. Hukuman Qishash pun dijatuhkan padanya. Saat hendak dipenggal kepalanya, ia berteriak, “Jangan kau penggal kepalaku sekaligus! Potonglah bagian-bagian tubuhku sedikit demi sedikit supaya aku menyaksikan bagaimana tubuhku disiksa di jalan Allah!” Lihatlah betapa ia dengan sangat percaya diri meyakini bahwa apa yang dilakukannya terhadap Ali ibn Abi Thalib kekasih Rasulullah Saw. adalah sebuah kebenaran. Ia tidak pernah merasa bahwa hal demikian melanggar aturan yang jelas dalam Islam.

Sedemikian habat peran Khawarij dalam menghancurkan barisan umat Islam. Sampai-sampai Rasulullah Saw. mensinyalir bahwa sampai kiamat orang-orang yang berperilaku semacam ini akan ada sampai hari kiamat. Mereka tetap akan mengibarkan panji-panji Islam. Perilaku keseharian mereka mencerminkan orang yang dekat dengan Allah Swt., namun kebodohan mereka telah menyeret mereka ke lembah kenistaan dan pelanggaran terhadap aturan-aturan Allah Swt. Pada umumnya mereka akan dimanfaatkan oleh orang-orang yang memiliki kepentingan kekuasaan atau ekonomi untuk melakukan tindakan-tindakan yang jelas-jelas bertentangan dengan prinsip Islam, namun mereka melakukannya atas nama Islam.

Dalam kasus ini yang paling dirugikan adalah Islam. Rasulullah mengibaratkan apa yang mereka lakukan seperti anak panah yang mengoyak binatang buruan dengan sangat cepat, tapi tanpa bekas. Dari ujung sampai pangkal anak panah tidak terlihat bekas sama sekali saking cepatnya anak panah itu menyambar dan menembus tubuh binatang buruan itu. Binatang itu mati, tapi tidak ada yang tahu siapa yang membunuhnya. Jangankan pelakunya, jejak pada anak panah pun tidak ada.

Yang mereka lakukan pun sama. Islam dibawa-bawa untuk tindakan yang sama sekali tidak ada pembenarannya dalam syari’at. Atas nama jihad orang-orang yang tidak ada hak atas mereka untuk membunuhnya dibunuh dengan cara-cara yang sangat keji. Apakah dengan cara dibom, diculik, atau dengan cara-cara lain. Dari sisi manapun jelas Islam tidak membenarkannya. Namur, karena bendera Islam yang dikibarkan akibatnya Islam menjadi “tertuduh”. Siapa yang melakukannya? Tidak jelas sama sekali. Sebagian besar hanya menduga-duga

Bagaimana dengan kasus-kasus pengeboman yang terjadi di berbagai sudut negeri kita? Sebagian besar umat Islam jelas menjadi korban fitnah. Umat Islam dituduh sebagai biang dari segala kerusuhan, pembunuhan, makar, dan instabilitas negara. Padahal, sebagian besar umat Islam tidak pernah membenarkan perilaku semacam itu. Apalagi para ulama yang mengerti dalil dengan baik. Siapa yang melakukannya? Sampai hari ini pun tidak pernah ada informasi yang jelas dan valid mengenai siapa pelakunya. Semua, bahkan intelijen negara sekalipun, tidak pernah punya bukti-bukti kongkrit dan meyakinkan tentang siapa sesungguhnya di balik berbagai peristiwa pengeboman itu. Hanya syak wasangka yang berkembang. Persis seperti yang diisyaratkan Rasulullah bahwa akan terjadi ketidakjelasan dalam hal ini.

Namun amat disayangkan sebagian orang, bahkan petinggi-petinggi negara dan publik figur yang suaranya akan didengar oleh banyak orang malah membuat tuduhan-tuduhan yang tidak mendasar. Sebagian besar tuduhan itu hanyalah fitnah yang menyudutkan kelompok-kelompok tertentu. Tidak ada bukti sama sekali. Omongan mereka tidak dapat dipertanggungjawabkan secara faktual.

Dengan semena-mena, misalnya, dari mulut seorang Hendropriyono yang mantan Kepala BAKIN meluncur kata-kata yang tidak diteliti dulu bahwa pelaku-pelaku bom ini berasal dari kalangan Wahabi. Istilah Wahabi ini ditujukan kepada mereka yang mempelajari dan mengamalkan ajaran-ajaran Muhammad ibn Abdul Wahab dalam berbagai kitabnya. Ajaran ini bahkan sekarang menjadi standar resmi Islam yang dipraktikkan di Saudi Arabia. Oleh sebab itu, kata Wahabi ini sering dialamatkan kepada alumni-alumni Timur Tengah khususnya Saudi Arabia. Para pengikutnya itulah yang dimaksud dengan Wahabi.

Bagi mereka yang mengerti ajaran-ajaran Muhammad ibn Abdul Wahhab dan gerakan dakwahnya di Semenanjung Arab pasti akan segera dapat menyimpulkan bahwa Hendropriyono-maaf-bodoh dalam masalah ini. Dia sama sekali tidak tahu apa ajaran Muhammad ibn Abdul Wahhab. Seandainya saja dia mau sedikit membaca Ushûl Al-Tsalâtsah, Kitâb Al-Tauhîd, atau komentar-komentar yang dibuat oleh para muridnya, pasti tidak akan keluar kata-kata yang lebih banyak berisi fitnah itu. Bahkan, kalau boleh dipukul rata, hampir semua syaikh dan ulama besar di Saudi Arabia adalah cucu murid Muhammad ibn Abdul Wahhab. Mereka adalah pelestari dan penyebar ajaran-ajaran beliau. Kalau memang ajaran itu yang menjadi sebab-musabab “terorisme,” pasti sebelum terjadi di Indonesia kasus pengeboman ni akan terlebih dahulu meletus di Saudi Arabia. Apalagi Kerajaan Saudi Arabia ini terang-terangan bersekutu dengan Amerika.

Syaikh Shalih ibn Utsaimin (w. 2004), salah seorang ulama besar Saudi Arabia menulis risalah khusus bertajuk Fitnah Al-Khawârij. Dalam buku itu, dengan sangat tegas beliau mengatakan bahwa tindakan bom bunuh diri dilakukan di berbagai negara termasuk yang terjadi di Indonesia tidak dapat dibenarkan dalam ajaran Islam. Ia mengutuk keras para pelakunya dan menyebutnya sebagai “Khawarij-Khawarij” modern. Apa yang mereka lakukan sama sekali bukan jihad.

Ibn Utsaimin ini adalah seorang pengagum berat Syaikh Muhammad ibn Abdul Wahhab. Ia memberikan syarah untuk Kitâb Al-Tauhîd dan Ushûl Al-Tsalâtsah karya Muhammad ibn Abdul Wahhab. Kalau memang ajaran ini yang menjadi sumber ‘terorisme’ seperti yang dituduhkan Hendropriyono, kenapa beliau justru mengecam berbagai tindakan seperti itu?

Di sinilah perlu kearifan dari para public figure saat berbicara. Saat omongan ini disiarkan ke seluruh penjuru dunia, berapa banyak orang akan tersesatkan dengan cara pandangnya? Akibat omongannya yang ngawur itu, akan berapa banyak orang yang menjadi benci terhdap ajaran-ajaran yang benar dan baik-baik saja seperti ajaran Muhammad ibn Abdul Wahhab? Kalau sampai ini terus terjadi seperti itu, bukan mustahil justru yang menjadi biang keladi fitnah di tengah umat Islam adalah orang yang menuduh-nuduh tanpa dasar itu. Mereka yang melakukan pengeboman, sekalipun benar orang-orang yang kelihatannya ber-Islam secara taat, hanya menjadi wayang. Benarkah begitu? Wallâhu A’lam bi Al-Shawwâb.

Oleh : Tiar Anwar Bachtiar
http://persis.or.id/?p=895

Pacaran dalam Islam

assalamualaikum
mas deni saya hafiz, mau bertAnya soal pacaran.
apakah pacaran di perbolehkan dalam islam? apa hukumnya? tolong jelaskan.
sebelumnya saya ucapkan terima kasih.
wassalamualaikum


Bismillahirrohmanirrohiim,

“Dan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk.” (QS. Al Israa : 32)

Etika pergaulan dalam islam adalah, khususnya antara lelaki dan perempuan garis besarnya adalah sbb:

1. Saling menjaga pandangan di antara laki-laki dan wanita, tidak boleh melihat aurat , tidak boleh memandang dengan nafsu dan tidak boleh melihat lawan jenis melebihi apa yang dibutuhkan. (An-Nur:30-31)

2. Sang wanita wajib memakai pakaian yang sesuai dengan syari'at, yaitu pakaian yang menutupi seluruh tubuh selain wajah, telapak tangan dan kaki (An-Nur:31)

3. Hendaknya bagi wanita untuk selalu menggunakan adab yang islami ketika bermu'amalah dengan lelaki, seperti: * Di waktu mengobrol hendaknya ia menjahui perkataan yang merayu dan menggoda (Al-Ahzab:32) * Di waktu berjalan hendaknya wanita sesuai dengan apa yang tertulis di surat (An-Nur:31 & Al-Qisos:25)

4. Tidak diperbolehkan adanya pertemuan lelaki dan perempuan tanpa disertai dengan muhrim.


Pacaran Dalam Pandangan Islam

a. Islam Mengakui Rasa Cinta

Islam mengakui adanya rasa cinta yang ada dalam diri manusia. Ketika seseorang memiliki rasa cinta, maka hal itu adalah anugerah Yang Kuasa. Termasuk rasa cinta kepada wanita (lawan jenis) dan lain-lainnya.

"Dijadikan indah pada manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik." (QS. Ali Imran :14).

Khusus kepada wanita, Islam menganjurkan untuk mewujudkan rasa cinta itu dengan perlakuan yang baik, bijaksana, jujur, ramah dan yang paling penting dari semua itu adalah penuh dengan tanggung-jawab. Sehingga bila seseorang mencintai wanita, maka menjadi kewajibannya untuk memperlakukannya dengan cara yang paling baik.

Rasulullah SAW bersabda, "Orang yang paling baik diantara kamu adalah orang yang paling baik terhadap pasangannya (istrinya). Dan aku adalah orang yang paling baik terhadap istriku"

b. Cinta Kepada Lain Jenis Hanya Ada Dalam Wujud Ikatan Formal

Namun dalam konsep Islam, cinta kepada lain jenis itu hanya dibenarkan manakala ikatan di antara mereka berdua sudah jelas. Sebelum adanya ikatan itu, maka pada hakikatnya bukan sebuah cinta, melainkan nafsu syahwat dan ketertarikan sesaat. Sebab cinta dalam pandangan Islam adalah sebuah tanggung jawab yang tidak mungkin sekedar diucapkan atau digoreskan di atas kertas surat cinta belaka. Atau janji muluk-muluk lewat SMS,chatting dan sejenisnya. Tapi cinta sejati haruslah berbentuk ikrar dan pernyataan tanggung-jawab yang disaksikan oleh orang banyak.

Bahkan lebih `keren`nya, ucapan janji itu tidaklah ditujukan kepada pasangan, melainkan kepada ayah kandung wanita itu. Maka seorang laki-laki yang bertanggung-jawab akan berikrar dan melakukan ikatan untuk menjadikan wanita itu sebagai orang yang menjadi pendamping
hidupnya, mencukupi seluruh kebutuhan hidupnya dan menjadi "pelindung" dan "pengayomnya". Bahkan "mengambil alih" kepemimpinannya dari bahu sang ayah ke atas bahunya.

Dengan ikatan itu, jadilah seorang laki-laki itu "laki-laki sejati". Karena dia
telah menjadi suami dari seorang wanita. Dan hanya ikatan inilah yang bisa memastikan apakah seorang laki-laki itu betul serorang gentlemen atau sekedar kelas laki-laki iseng tanpa nyali. Beraninya hanya menikmati sensasi seksual, tapi tidak siap menjadi "the real man".

Dalam Islam, hanya hubungan suami istri sajalah yang membolehkan terjadinya kontak-kontak yang mengarah kepada birahi. Baik itu sentuhan, pegangan, cium dan juga seks. Sedangkan di luar nikah, Islam tidak pernah membenarkan semua itu. Akhlaq ini sebenarnya bukan hanya monopoli agama Islam saja, tapi hampir semua agama mengharamkan perzinaan. Apalagi agama Kristen yang dulunya adalah
agama Islam juga, namun karena terjadi penyimpangan besar sampai masalah sendi yang paling pokok, akhirnya tidak pernah terdengar kejelasan agama ini mengharamkan zina dan perbuatan yang menyerampet kesana.

c. Pacaran Bukan Cinta

Melihat kecenderungan aktifitas pasangan muda yang berpacaran, sesungguhnya sangat sulit untuk mengatakan bahwa pacaran itu adalah media untuk saling mencinta satu sama lain. Sebab sebuah cinta sejati tidak berbentuk sebuah perkenalan singkat, misalnya dengan bertemu di
suatu kesempatan tertentu lalu saling bertelepon, tukar menukar SMS, chatting dan diteruskan dengan janji bertemu langsung.

Semua bentuk aktifitas itu sebenarnya bukanlah aktifitas cinta, sebab yang terjadi adalah kencan dan bersenang-senang. Sama sekali tidak ada ikatan formal yang resmi dan diakui. Juga tidak ada ikatan tanggung-jawab antara mereka. Bahkan tidak ada kepastian tentang
kesetiaan dan seterusnya.

Padahal cinta itu adalah memiliki, tanggung-jawab, ikatan syah dan sebuah harga kesetiaan. Dalam format pacaran, semua instrumen itu tidak terdapat, sehingga jelas sekali bahwa pacaran itu sangat
berbeda dengan cinta.

d. Pacaran Bukanlah Penjajakan / Perkenalan

Bahkan kalau pun pacaran itu dianggap sebagai sarana untuk saling melakukan penjajakan, atau perkenalan atau mencari titik temu antara kedua calon suami istri, bukanlah anggapan yang benar. Sebab penjajagan itu tidak adil dan kurang memberikan gambaran sesungguhnya atas data yang diperlukan dalam sebuah persiapan pernikahan.

Dalam format mencari pasangan hidup, Islam telah memberikan panduan yang jelas tentang apa saja yang perlu diperhitungkan. Misalnya sabda Rasulullah SAW tentang 4 kriteria yang terkenal itu.

Dari Abi Hurairah ra bahwa Rasulullah SAW berdabda,"Wanita itu dinikahi karena 4 hal : [1] hartanya, [2] keturunannya, [3] kecantikannya dan [4] agamanya. Maka perhatikanlah agamanya kamu akan selamat." (HR. Bukhari Kitabun Nikah Bab Al-Akfa` fiddin nomor 4700, Muslim Kitabur-Radha` BabIstihbabu Nikah zatid-diin nomor 2661)

Selain keempat kriteria itu, Islam membenarkan bila ketika seorang memilih pasangan hidup untuk mengetahui hal-hal yang tersembunyi yang tidak mungkin diceritakan langsung oleh yang bersangkutan. Maka dalam masalah ini, peran orang tua atau pihak keluarga menjadi sangat penting.

Inilah proses yang dikenal dalam Islam sebagai ta`aruf. Jauh lebih bermanfaat dan objektif ketimbang kencan berduaan. Sebab kecenderungan pasangan yang sedang kencan adalah menampilkan
sisi-sisi terbaiknya saja. Terbukti dengan mereka mengenakan pakaian yang terbaik, bermake-up, berparfum dan mencari tempat-tempat yang indah dalam kencan. Padahal nantinya dalam berumah tangga tidak lagi demikian kondisinya.

Istri tidak selalu dalam kondisi bermake-up, tidak setiap saat berbusana terbaik dan juga lebih sering bertemu dengan suaminya dalam keadaan tanpa parfum dan acak-acakan. Bahkan rumah yang mereka tempati itu bukanlah tempat-tempat indah mereka dulu kunjungi sebelumnya. Setelah menikah mereka akan menjalani hari-hari biasa yang kondisinya jauh dari suasana romantis saat pacaran.

Maka kesan indah saat pacaran itu tidak akan ada terus menerus di dalam kehidupan sehari-hari mereka. Dengan demikian, pacaran bukanlah sebuah penjajakan yang jujur, sebaliknya bisa dikatakan sebuah penyesatan dan pengelabuhan.

Dan tidak heran bila kita dapati pasangan yang cukup lama berpacaran, namun segera mengurus perceraian belum lama setelah pernikahan terjadi. Padahal mereka pacaran bertahun-tahun dan membina rumah tangga dalam hitungan hari. Pacaran bukanlah perkenalan melainkan
ajang kencan saja.

Wallahu A`lam Bish-shawab

Dirangkum dari berbagai sumber
http://www.mail-archive.com/mediamusliminfo@googlegroups.com/msg00180.html
http://www.pesantrenvirtual.com/index.php?option=com_content&task=view&id=735&Itemid=30
http://www.eramuslim.com/ustadz-menjawab/apakah-dlm-islam-di-perbolehkan-pacaran.htm

Musyrik

Dalam kenyataannya, kebanyakan manusia di dunia ini bertuhan lebih dari satu. Al-Qur'an menamakan mereka ini musyrik, yaitu orang yang syirik. Kata syirik ini berasal dari kata "syaraka" yang berarti "mencampurkan dua atau lebih benda/hal yang tidak sama menjadi seolah-olah sama", misalnya mencampurkan beras kelas dua ke dalam beras kelas satu. Campuran itu dinamakan beras isyrak. Orang yang mencampurkannya disebut musyrik.

Lawan "syaraka" ialah "khalasha" artinya memurnikan. Beras kelas satu yang masih murni, tidak bercampur sebutir pun dengan beras jenis lain disebut beras yang "Khalish". Jadi orang yang ikhlash bertuhankan hanya Allah ialah orang yang benar-benar bertawhid. Inilah konsep yang paling sentral di dalam ajaran Islam.

Mentawhidkan Allah ini tidaklah semudah percaya akan wujudnya Allah. Mentawhidkan Allah dengan ikhlash menghendaki suatu perjuangan yang sangat berat. Mentawhidkan Allah adalah suatu jihad yang terbesar di dalam hidup ini.

Kenyataannya, orang-orang yang sudah mengaku Islam pun, bahkan mereka yang sudah rajin bershalat, berpuasa dan ber'ibadah yang lain pun, di dalam kehidupan mereka sehari-hari masih bersikap, bahkan bertingkah laku seolah-olah mereka masih syirik (bertuhan lain di samping Tuhan Yang Sebenarnya). Mereka masih mencampurkan (mensyirikkan) pengabdian mereka kepada Allah itu dengan pengabdian kepada sesuatu "ilah" yang lain. Pengabdian sampingan itu biasanya ialah di dalam bentuk "rasa ketergantungan" kepada ilah yang lain itu. Oleh karena itu, al-Qur'an mengingatkan setiap Muslim, bahwa dosa terbesar yang tak akan terampunkan oleh Allah ialah syirik ini (LihatQ.4:48 dan 116):

Artinya kira-kira: "Sesungguhnya Allah tidak akan mengampunkan orang-orang yang mensyirikkan-Nya, tapi Ia akan mengampuni kesalahan lain bagi siapa yang diperkenankan-Nya. Barangsiapa yang mensyirikkan Allah, sesungguhnyalah ia telah berdosa yang sangat besar."

RasuluLlah pun pernah mengatakan, bahwa pokok pangkal setiap dosa ialah syirik ini, jadi senada dengan peringatan yang disampaikan al-Qur'an. Dapat difahami, bahwa setiap orang yang akan melakukan sesuatu dosa, apalagi buat pertama kali, akan merasakan, bahwa hati nuraninya akan memberontak. Detak jantungnya akan bertambah cepat, timbul rasa malu kalau-kalau perbuatannya itu akan dilihat orang lain, terutama kenalannya, maka pada saat itu ia lebih takut (malu) kepada orang (ilah lain) dari pada kepada Allah, Yang Maha Melihat dan Maha Mengetahui. Maka pada saat itu ia sudah syirik sebelum melaksanakan keinginan hawa nafsunya itu.

Isu Kiamat 2012

Isu Kiamat 2012 ternyata Badai Matahari

Kapan Kiamat..?

Kapan Kiamat..? Hanya Allah SWT Yang Maha Tahu. Kita hanya tahu lewat tanda-tanda akan datangnya hari Kiamat itu. Pada manuskrip peninggalan suku Maya yang tinggal di selatan Meksiko atau Guatemala yang dikenal menguasai ilmu Falak, disebutkan bahwa kiamat akan terjadi pada 21 Desember 2012. Disebutkan juga pada waktu itu akan muncul gelombang galaksi yang besar-besaran sehingga mengakibatkan terhentinya semua kegiatan di muka Bumi ini.

Kiamat hanya ilmu Allah SWT

Ramalan akan adanya kiamat pada 2012 dari suku Maya sebenarnya belum diketahui dasar perhitungannya. Tetapi issu ini sudahmenyebar luas lewat media Internet. Sebagai Muslim, saya hanya yakin bahwa Kiamat ada dan PASTI akan datang. Dan waktunya, kita tidak ada yang tahu, apalagi sampai menyebut tanggal..

Tentang waktu, kapan kiamat terjadi, ummat Islam hanya diberi sign, berupa tanda2 datangnya kiamat. Bila tanda-tanda sudah ada, maka hari yang dimaksud memang sudah dekat. Tetapi tepatnya kapan, kembali ke konsep dasar, Ummat Islam tidak ada yang boleh menyebut waktu, baik hari, tanggal, bulan maupun tahun. Sebab…

"Innamaa ‘ilmuhaa ‘inda Allah" (yang tahu soal kiamat itu hanya Allah)

Tanda-Tanda Kecil, datangnya Kiamat:

Dari Dakwatuna saya dapatkan, bahwa tanda-tanda kiamat kecil terbagi menjadi dua: Pertama, kejadian sudah muncul dan sudah selesai; seperti diutusnya Rasulullah saw., terbunuhnya Utsman bin ‘Affan, terjadinya fitnah besar antara dua kelompok orang beriman. Kedua, kejadiannya sudah muncul tetapi belum selesai bahkan semakin bertambah; seperti tersia-siakannya amanah, terangkatnya ilmu, merebaknya perzinahan dan pembunuhan, banyaknya wanita dan lain-lain.

Di antara tanda-tanda kiamat kecil adalah:

1. Diutusnya Rasulullah saw

Jabir r.a. berkata, ”Adalah Rasulullah saw. jika beliau khutbah memerah matanya, suaranya keras, dan penuh dengan semangat seperti panglima perang, beliau bersabda, ‘(Hati-hatilah) dengan pagi dan sore kalian.’ Beliau melanjutkan, ‘Aku diutus dan hari Kiamat seperti ini.’ Rasulullah saw. mengibaratkan seperti dua jarinya antara telunjuk dan jari tengah. (HR Muslim)

2. Disia-siakannya amanat

Jabir r.a. berkata, tatkala Nabi saw. berada dalam suatu majelis sedang berbicara dengan sahabat, maka datanglah orang Arab Badui dan berkata, “Kapan terjadi Kiamat ?” Rasulullah saw. terus melanjutkan pembicaraannya. Sebagian sahabat berkata, “Rasulullah saw. mendengar apa yang ditanyakan tetapi tidak menyukai apa yang ditanyakannya.” Berkata sebagian yang lain, “Rasul saw. tidak mendengar.” Setelah Rasulullah saw. menyelesaikan perkataannya, beliau bertanya, “Mana yang bertanya tentang Kiamat?” Berkata lelaki Badui itu, ”Saya, wahai Rasulullah saw.” Rasulullah saw. Berkata, “Jika amanah disia-siakan, maka tunggulah kiamat.” Bertanya, “Bagaimana menyia-nyiakannya?” Rasulullah saw. Menjawab, “Jika urusan diserahkan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah kiamat.” (HR Bukhari)

3. Penggembala menjadi kaya

Rasulullah saw. ditanya oleh Jibril tentang tanda-tanda kiamat, lalu beliau menjawab, “Seorang budak melahirkan majikannya, dan engkau melihat orang-orang yang tidak beralas kaki, telanjang, dan miskin, penggembala binatang berlomba-lomba saling tinggi dalam bangunan.” (HR Muslim)

4. Sungai Efrat berubah menjadi emas

Dari Abu Hurairah ra. bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Tidak akan terjadi kiamat sampai Sungai Eufrat menghasilkan gunung emas, manusia berebutan tentangnya. Dan setiap seratus 100 terbunuh 99 orang. Dan setiap orang dari mereka berkata, ”Barangkali akulah yang selamat.” (Muttafaqun ‘alaihi)

5. Baitul Maqdis dikuasai umat Islam

”Ada enam dari tanda-tanda kiamat: kematianku (Rasulullah saw.), dibukanya Baitul Maqdis, seorang lelaki diberi 1000 dinar, tapi dia membencinya, fitnah yang panasnya masuk pada setiap rumah muslim, kematian menjemput manusia seperti kematian pada kambing dan khianatnya bangsa Romawi, sampai 80 poin, dan setiap poin 12.000.” (HR Ahmad dan At-Tabrani dari Muadz).

6. Banyak terjadi pembunuhan

Dari Abu Hurairah r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Tiada akan terjadi kiamat, sehingga banyak terjadi haraj.. Sahabat bertanya apa itu haraj, ya Rasulullah?” Rasulullah saw. Menjawab, “Haraj adalah pembunuhan, pembunuhan.” (HR Muslim)

7. Munculnya kaum Khawarij

Dari Ali ra. berkata, saya mendengar Rasulullah saw. bersabda, “Akan keluar di akhir zaman kelompok orang yang masih muda, bodoh, mereka mengatakan sesuatu dari firman Allah. Keimanan mereka hanya sampai di tenggorokan mereka. Mereka keluar dari agama seperti anak panah keluar dari busurnya. Di mana saja kamu jumpai, maka bunuhlah mereka. Siapa yang membunuhnya akan mendapat pahala di hari Kiamat.” (HR Bukhari).

8. Banyak polisi dan pembela kezhaliman

“Di akhir zaman banyak polisi di pagi hari melakukan sesuatu yang dimurkai Allah, dan di sore hari melakukan sesutu yang dibenci Allah. Hati-hatilah engkau jangan sampai menjadi teman mereka.” (HR At-Tabrani)

9. Perang antara Yahudi dan Umat Islam

Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Tidak akan terjadi kiamat sehingga kaum muslimin berperang dengan yahudi. Maka kaum muslimin membunuh mereka sampai ada seorang yahudi bersembunyi di belakang batu-batuan dan pohon-pohonan. Dan berkatalah batu dan pohon, ‘Wahai muslim, wahai hamba Allah, ini yahudi di belakangku, kemari dan bunuhlah ia.’ Kecuali pohon Gharqad karena ia adalah pohon Yahudi.” (HR Muslim)

10. Dominannya Fitnah

Dari Abu Hurairah r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Tidak akan terjadi kiamat, sampai dominannya fitnah, banyaknya dusta dan berdekatannya pasar.” (HR Ahmad).

11. Sedikitnya ilmu

12. Merebaknya perzinahan

13. Banyaknya kaum wanita

Dari Anas bin Malik ra. bahwa Rasulullah saw. bersabda. “Sesungguhnya di antara tanda-tanda kiamat adalah ilmu diangkat, banyaknya kebodohan, banyaknya perzinahan, banyaknya orang yang minum khamr, sedikit kaum lelaki dan banyak kaum wanita, sampai pada 50 wanita hanya ada satu lelaki.” (HR Bukhari)

14. Bermewah-mewah dalam membangun masjid

Dari Anas ra. bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Diantara tanda kiamat adalah bahwa manusia saling membanggakan dalam keindahan masjid.” (HR Ahmad, An-Nasa’i dan Ibnu Hibban)

15. Menyebarnya riba dan harta haram

Dari Abu Hurairah ra. berkata, Rasulullah saw. bersabda, “Akan datang pada manusia suatu waktu, setiap orang tanpa kecuali akan makan riba, orang yang tidak makan langsung, pasti terkena debu-debunya.” (HR Abu Dawud, Ibnu Majah dan Al-Baihaqi)

Dari Abu Hurairah ra. berkata, Rasulullah saw. bersabda, “Akan datang pada manusia suatu saat di mana seseorang tidak peduli dari mana hartanya didapat, apakah dari yang halal atau yang haram.” (HR Ahmad dan Bukhari)

16. Menggembungnya bulan (ini dia tanda2 yang unik, kata mas Dudung)

Rasulullah saw bersabda: ” di antara sudah mendekatnya kiamat ialah menggembungnya bulan sabit(awal bulan) ” dishahihkan� AlBaani di Ash Shahihah nomor 2292 dalam riwayat yang lain dikatakan “di antara sudah dekatnya hari kiamat ialah bahwa orang akan melihat bulan sabit seperti sebelumnya, maka orang akan mengatakan satu bentuk darinya untuk dua malam dan masjid akan dijadikan tempat untuk jalan jalan serta meluasnya mati mendadak” (Ash Shahiihah AlBani 2292)

MASIH PENASARAN... ??? SILAHKAN KUNJUNGI SENDIRI ALAMAT DI BAWAH.....

http://pakarfisika.wordpress.com/2008/12/05/isu-kiamat-2012-ternyata-badai-matahari/#comment-3363

Puasa Sunah, Puasa yang dilarang, Puasa Kifarat

Reni Nurjanah Assalamualaikum wr.wb. . Ustadz/ustadzah Minta tlng penjelasan ttg shaum Arafah. Terima ksh.

Bismillah...
Penjelasan Shaum Arafah kayanya sedikit ya, mending kita bahas macem-macem shaum, ga apa kan?

PUASA SUNAH

1. Puasa hari Senin dan Kamis
Amal perbuatan seorang hamba akan diaudit (diperiksa) setiap hari Senin dan Kamis. Karena itu, alangkah mulianya seorang hamba jika ketika datang hari audit keadaannya tengah berpuasa. (HR. Tirmidzi)

2. Puasa 6 (enam) hari dalam bulan Syawal
Puasa ini dilaksanakan pada bulan Syawal setelah Ramadhan, yakni tanggal 2-29 Syawal (HR. Muslim). Puasa ini dilaksanakan selama enam hari. Tak ada satu keterangan pun yang menjelaskan apakah puasa tersebut dikerjakan berturut-turut atau terpisah-pisah. Hal ini menunjukkan bahwa kita diberi kebebasan untuk menentukan sendiri (apakah mau berturut-turut atau terpisah-pisah), itu semua bergantung pada situasi dan kondisi per individu, yang penting harus dilakukan pada bulan Syawal.

3. Puasa Tasu’a dan Asyura
Puasa Tasu’a dan Asyura dilaksanakan tanggal 9 dan 10 bulan Muharam. Puasa ini termasuk berpahala besar. Rasulullah SAW bersabda: Puasa yang paling afdhal setelah puasa Ramadlan adalah puasa di bulan Muharam. Puasa Asyura menghapus dosa tahun lalu. Sebelumnya Rasulullah SAW telah melaksanakan shaum pada tanggal 10 Muharam (asyura). Namun sebelum meninggal, beliau berniat melaksanakan shaum pada tanggal 9. Sabda Rasulullah SAW: Apabila tahun depan telah tiba, insya Allah kita berpuasa juga pada hari kesembilan. Walaupun beliau belum sempat melaksanakannya (HR. Muslim). Sunah semacam ini dikalangan ahli fikih dinamakan sunah hamiyah (cita-cita/rencana) Nabi SAW yang tidak sempat beliau laksanakan.

4. Puasa selang sehari/Shaum Daud
Rasulullah SAW bersabda: Puasa yang paling disenangi Allah SWT ialah puasa Nabi Daud dan shalat yang paling dicintai Allah SWT adalah shalat Nabi Daud. Ia tidur separo malam, bangun untuk ibadah sepertiga malam dan tidur lagi seperenam malam. Nabi Daud puasa sehari dan berbuka sehari. Dan inilah shaum yang paling tangguh karena menuntut stamina yang sangat prima. (HR Muslim, Sahih Musim bi Syarjhi al-Nawawi)

5. Puasa bulan Sya’ban
Rasulullah SAW: tidak pernah berpuasa sebanyak puasanya di bulan Sya’ban. Beliau pernah berpuasa sepenuhnya atau sebagian besar dari hari-harinya.Rasulullah SAW suka meningkatkan frekuensi shaum sunah pada bulan Sya’ban (HR. Bukhari dan Muslim). Sya’ban adalah bulan kedelapan pada penanggalan tahun hijriah, sementara Ramadhan bulan kesembilan. Jadi Sya’ban posisinya sebelum Ramadhan.Maksudnya Rasulullah SAW shaum secara penuh selama satu bulan hanya di bulan Ramadhan. Sementara , bulan Sya’ban adalah bulan yang paling banyak diisi dengan shaum sunnah oleh Nabi SAW, seperti shaum senin-kamis, shaum daud, dll.

6. Puasa pada hari-hari putih/Shaum 3 hari setiap bulan
Yang dimaksud dengan hari-hari putih adalah hari yang siangnya memang terang dan malamnya pun terang bulan. Hari-hari putih itu adalah tanggal 13, 14, dan 15 bulan Hijriyah.Shaum tiga hari setiap bulan seperti shaum sepanjang tahun (HR. Bukhari dan Muslim). Shaum ini dilaksanakan setiap tanggal 13, 14, 15 setiap bulan di tahun Hijriah (HR Tirmidzi).

7. Puasa Arafah
Shaum Arafah adalah shaum yang dilaksanakan pada sembilan Dzulhijjah. Disebut shaum arafah karena waktu pelaksanaannya bertepatan dengan kaum muslim yang tengah melakukan wukuf di Arafah (HR. Abu Daud dan Nasa’i). Bagi orang yang tidak melaksanakan haji, disunahkan untuk shaum, sedangkan bagi yang tengah melaksanakan haji, dilarang shaum. Shaum arafah dapat menghapus dosa dua tahun yaitu setahun yang lalu dan yang tersisa (HR Muslim)

8. Puasa pada sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah
Sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah dihitung dari tanggal 1 sampai dengan tanggal 9. Hari tanggal 9 Dzulhijjah itu disebut hari Arafah dan puasanya disebut puasa Arafah, karena jamaah haji pada hari itu sedang melaksanakan wuquf di Arafah. Jadi pada bulan Dzulhijjah seseorang dapat puasa 9 hari, termasuk di dalamnya puasa tarwiyah dan puasa Arafah.

9. Puasanya orang bujangan yang belum mampu menikah
Rasulullah SAW bersabda: Siapa yang tidak kuasa untuk menikah, hendaklah ia puasa karena puasa itu menjadi penjaga baginya.


PUASA YANG DILARANG
Shaum adalah ibadah mahdah. Artinya, seluruh pelaksanaannya telah diatur dalam AlQuran atau sunah, tidak dibenarkan kita menambahi atau menguranginya. Walaupun shaum itu ibadah yang mulia, tetapi kalau waktu dan cara pelaksanaannya tidak mengikuti ketentuan Allah dan Rosul, nilainya akan hampa. Karena itu, kita perlu mengetahui waktu-waktu yang terlarang untuk melaksanakannya:

1. Shaum pada Hari Idul Fitri dan Idul Adha
Idul Fitri jatuh pada tanggal satu Syawal dan Idul Adha pada tanggal sepuluh Dzulhijjah. Jadi, haram shaum pada waktu-waktu tersebut (HR. Bukhari)

2. Shaum pada Hari Tasyriq
Hari Tasyrik adalah hari makan, minum dan menyebut (mengingat) Allah SWT . (HR. Muslim)Jatuh pada tanggal 11, 12, dan 13 Dzulhijjah (setelah Idul Adha).

3. Shaum Sepanjang Masa
Islam mengharamkan shaum tiap hari tanpa henti/jeda (HR. Bukhari), kecuali Ramadhan. Shaum yang disunahkan paling maksimal adalah shaum daud, yaitu shaum sehari dan berbuka sehari.

4. Shaum Khusus pada Hari Sabtu
Kita dilarang mengkhususkan shaum pada hari Sabtu (HR. Ahmad), kecuali dengan niat bayar qadha, niat shaum daud, atau niat shaum sunah lainnya.

5. Shaum Khusus pada Hari Jum’at
Kita dilarang mengkhususkan shaum pada hari Jum’at (HR. Bukhari dan Muslim), kecuali dengan niat bayar qadha, niat shaum daud, atau niat shaum sunah lainnya.

6. Shaum di Arafah
Orang yang sedang melaksanakan haji (wukuf di Arafah, tanggal 9 Dzulhijjah) diharamkan melaksanakan shaum (HR. Abu Daud dan Nasa’i)

7. Wanita yang Haid dan Nifas
Jika sedang haid atau nifas, wanita diharamkan shaum dan sholat. (HR. Bukhari)

8. Shaum Wishal
Shaum wishal adalah shaum yang berkesinambungan tanpa berbuka walaupun waktunya sudah tiba. Saat azan maghrib dia tidak berbuka hingga keesokan harinya. Shaum macam ini diharamkan dalam Islam. (HR. Bukhari)

9. Shaum pada Hari yang Meragukan
Sebelum melaksanakan Ramadhan, kita harus mendapatkan kepastian apakah sudah masuk Ramadhan atau belum. Kalau belum ada kepastian, sebaiknya kita tidak shaum karena shaum pada hari yang meragukan itu terlarang. (HR. Tirmidzi)

10. Shaum Mendahului Ramadhan
Kalau hari pertama adalah besok, hari ini dan kemarin dilarang shaum. Namun, bagi orang-orang yang terbiasa melaksanakan shaum sunah, larangan ini tidak berlaku. (HR. Bukhari dan Muslim)

11. Shaum Bid'ah
yaitu shaum mengada-ada. contohnya shaum di hari kelahiran, shaum untuk amalan (melaksanakan shaum dengan niat meraih sesuatu, contoh shaum supaya kuat di bacok, shaum supaya seseorang mencintai kita)


PUASA KIFARAT
Dalam syariat Islam ada empat puasa kifarat yaitu:

1. Puasa kifarat karena membunuh seorang muslim tanpa disengaja. Kesalahan tersebut mewajibkan pelaksanaan salah satu dari dua denda, yaitu diyat atau kifarat.
Kifarat untuk itu ada dua macam yaitu:
a. Memerdekan hamba beriman yang tidak ada cela pada dirinya yang menghambat kerja atau usaha
b. Puasa 2 (dua) bulan berturut-turut.

Ulama Syafi’iyah menambahkan bahwa jika seseorang karena tua atau sangat lemah tidak kuat berpuasa, maka ia dapat menggantikannya dengan memberi makanan untuk 60 orang miskin masing-masing 1 mud (+ 1 liter)

2. Puasa kifarat karena seorang suami melakukan zhihar. Karena ucapan zhihar itu suami tersebut bergaul dengan istrinya. Kemudian ia bermaksud menarik kembali ucapan zhiharnya itu karena keinginannya untuk bergaul seperti sebelum terjadinya zhihar.

a. Wajib membayar kifarat, ialah memerdekakan seorang hamba atau jika ia tidak mampu,
b. Berpuasa 2 bulan berturut-turut. Jika ia tidak kuat berpuasa, maka ia terkena hokum wajib member makanan untuk orang-orang miskin sebanyak 60 orang masing-masing 1 mud.

3. Puasa kifarat karena seseorang bersumpah lantas dengan sengaja ia melanggar sumpahnya. Pelanggaran tersebut menyebabkannya terkena kifarat sumpah, yaitu:

a. Wajib memerdekakan seorang hamba atau jika ia tidak mampu,
b. Wajib memberi makan/pakaian 1 orang miskin atau jika itupun ia tidak mampu,
c. Wajib berpuasa 3 hari

4. Puasa kifarat karena seorang yang sedang ihram membunuh binatang buruan, baik yang halal maupun yang haram. Kifaratnya adalah:

a. Menggantinya dengan hewan ternak yang seimbang dengan binatang buruan yg dibunuhnya, menurut putusan dua orang yang adil dan disembelih sebagai hadya (kurban) di tanah haram serta dagingnya diberikan kepada fakir miskin, atau jika tidak mampu,
b. Memberi makanan kepada fakir miskin yang banyaknya sedemikian rupa sehingga seimbang dengan hadya (hewan pengganti) tersebut, atau
c. Berpuasa sejumlah hari yang seimbang dengan makanan yang seharusnya ia keluarkan (jumlah hari puasa itu adalah sebanyak mud yang diberikan kepada fakir dan miskin. Mud tersebut dibanding seimbangkan dengan hewan yang disembelih tadi).


Orang yang berpuasa memiliki dua kegembiraan: kegembiraan saat ia berbuka puasa, dan kegembiraan saat berjumpa Tuhannya.

Demi Dzat yang menguasai Jiwaku! Sesungguhnya bau orang yang berpuasa lebih wangi disisi Allah daripada wangi minyak misik (Hadits Qudsi)

Wallohualam bisowab
http://hastiyuliani888.blogspot.com/2008/11/puasa-sunah-puasa-yang-dilarang-puasa.html

Hak dan Kewajiban Suami Isteri dalam Islam

Hak dan Kewajiban Suami Isteri dalam Islam

Sebagai bahan referensi dan renungan bahkan tindakan, berikut, garis besar hak dan kewajiban suami isteri dalam Islam yang di nukil dari buku “Petunjuk Sunnah dan Adab Sehari-hari Lengkap” karangan H.A. Abdurrahman Ahmad.

Hak Bersama Suami Istri
- Suami istri, hendaknya saling menumbuhkan suasana mawaddah dan rahmah. (Ar-Rum: 21)
- Hendaknya saling mempercayai dan memahami sifat masing-masing pasangannya. (An-Nisa’: 19 - Al-Hujuraat: 10)
- Hendaknya menghiasi dengan pergaulan yang harmonis. (An-Nisa’: 19)
- Hendaknya saling menasehati dalam kebaikan. (Muttafaqun Alaih)

Adab Suami Kepada Istri .
- Suami hendaknya menyadari bahwa istri adalah suatu ujian dalam menjalankan agama. (At-aubah: 24)
- Seorang istri bisa menjadi musuh bagi suami dalam mentaati Allah clan Rasul-Nya. (At-Taghabun: 14)
- Hendaknya senantiasa berdo’a kepada Allah meminta istri yang sholehah. (AI-Furqan: 74)
- Diantara kewajiban suami terhadap istri, ialah: Membayar mahar, Memberi nafkah (makan, pakaian, tempat tinggal), Menggaulinya dengan baik, Berlaku adil jika beristri lebih dari satu. (AI-Ghazali)
- Jika istri berbuat ‘Nusyuz’, maka dianjurkan melakukan tindakan berikut ini secara berurutan: (a) Memberi nasehat, (b) Pisah kamar, (c) Memukul dengan pukulan yang tidak menyakitkan. (An-Nisa’: 34) … ‘Nusyuz’ adalah: Kedurhakaan istri kepada suami dalam hal ketaatan kepada Allah.
- Orang mukmin yang paling sempurna imannya ialah, yang paling baik akhlaknya dan paling ramah terhadap istrinya/keluarganya. (Tirmudzi)
- Suami tidak boleh kikir dalam menafkahkan hartanya untuk istri dan anaknya.(Ath-Thalaq: 7)
- Suami dilarang berlaku kasar terhadap istrinya. (Tirmidzi)
- Hendaklah jangan selalu mentaati istri dalam kehidupan rumah tangga. Sebaiknya terkadang menyelisihi mereka. Dalam menyelisihi mereka, ada keberkahan. (Baihaqi, Umar bin Khattab ra., Hasan Bashri)
- Suami hendaknya bersabar dalam menghadapi sikap buruk istrinya. (Abu Ya’la)
- Suami wajib menggauli istrinya dengan cara yang baik. Dengan penuh kasih sayang, tanpa kasar dan zhalim. (An-Nisa’: 19)
- Suami wajib memberi makan istrinya apa yang ia makan, memberinya pakaian, tidak memukul wajahnya, tidak menghinanya, dan tidak berpisah ranjang kecuali dalam rumah sendiri. (Abu Dawud).
- Suami wajib selalu memberikan pengertian, bimbingan agama kepada istrinya, dan menyuruhnya untuk selalu taat kepada Allah dan Rasul-Nya. (AI-Ahzab: 34, At-Tahrim : 6, Muttafaqun Alaih)
- Suami wajib mengajarkan istrinya ilmu-ilmu yang berkaitan dengan wanita (hukum-hukum haidh, istihadhah, dll.). (AI-Ghazali)
- Suami wajib berlaku adil dan bijaksana terhadap istri. (An-Nisa’: 3)
- Suami tidak boleh membuka aib istri kepada siapapun. (Nasa’i)
- Apabila istri tidak mentaati suami (durhaka kepada suami), maka suami wajib mendidiknya dan membawanya kepada ketaatan, walaupun secara paksa. (AIGhazali)
- Jika suami hendak meninggal dunia, maka dianjurkan berwasiat terlebih dahulu kepada istrinya. (AI-Baqarah: ?40)

Adab Isteri Kepada Suami
- Hendaknya istri menyadari clan menerima dengan ikhlas bahwa kaum laki-Iaki adalah pemimpin kaum wanita. (An-Nisa’: 34)
- Hendaknya istri menyadari bahwa hak (kedudukan) suami setingkat lebih tinggi daripada istri. (Al-Baqarah: 228)
- Istri wajib mentaati suaminya selama bukan kemaksiatan. (An-Nisa’: 39)
- Diantara kewajiban istri terhadap suaminya, ialah:
a. Menyerahkan dirinya,
b. Mentaati suami,
c. Tidak keluar rumah, kecuali dengan ijinnya,
d. Tinggal di tempat kediaman yang disediakan suami
e. Menggauli suami dengan baik. (Al-Ghazali)
- Istri hendaknya selalu memenuhi hajat biologis suaminya, walaupun sedang dalam kesibukan. (Nasa’ i, Muttafaqun Alaih)
- Apabila seorang suami mengajak istrinya ke tempat tidur untuk menggaulinya, lalu sang istri menolaknya, maka penduduk langit akan melaknatnya sehingga suami meridhainya. (Muslim)
- Istri hendaknya mendahulukan hak suami atas orang tuanya. Allah swt. mengampuni dosa-dosa seorang Istri yang mendahulukan hak suaminya daripada hak orang tuanya. (Tirmidzi)
- Yang sangat penting bagi istri adalah ridha suami. Istri yang meninggal dunia dalam keridhaan suaminya akan masuk surga. (Ibnu Majah, TIrmidzi)
- Kepentingan istri mentaati suaminya, telah disabdakan oleh Nabi saw.: “Seandainya dibolehkan sujud sesama manusia, maka aku akan perintahkan istri bersujud kepada suaminya. .. (Timidzi)
- Istri wajib menjaga harta suaminya dengan sebaik-baiknya. (Thabrani)
- Istri hendaknya senantiasa membuat dirinya selalu menarik di hadapan suami(Thabrani)
- Istri wajib menjaga kehormatan suaminya baik di hadapannya atau di belakangnya (saat suami tidak di rumah). (An-Nisa’: 34)
- Ada empat cobaan berat dalam pernikahan, yaitu: (1) Banyak anak (2) Sedikit harta (3) Tetangga yang buruk (4) lstri yang berkhianat. (Hasan Al-Bashri)
- Wanita Mukmin hanya dibolehkan berkabung atas kematian suaminya selama empat bulan sepuluh hari. (Muttafaqun Alaih)
- Wanita dan laki-laki mukmin, wajib menundukkan pandangan mereka dan menjaga kemaluannya. (An-Nur: 30-31)

wallahu'alam bisowab...
http://www.hendra.ws/hak-dan-kewajiban-suami-isteri-dalam-islam/

Budaya Sumpah dan Kesaksian Palsu

oleh Saudaraku :
Fatkhurozi Khafas

Budaya Sumpah dan Kesaksian Palsu

Kemarin malam, saya mengkaji tafsir Surah Yusuf di salah satu pengajian tafsir Al-Qur`an. Saya sangat tertarik dengan kisah Nabi Yusuf yang disampaikan dalam surah tersebut, karena ada beberapa kemiripan dengan sejumlah kasus yang akhir-akhir ini menjadi topik utama di sejumlah media massa di Indonesia, baik media cetak maupun elektronik, dari mulai kasus Antasari, kasus Bibit-Chandra, maupun kasus Bank Century.

Ada dua kisah yang saya jelaskan dalam pengajian tersebut:

1. Kisah Nabi Yusuf as. dengan saudara-saudaranya yang ingin mencelakai beliau. Seperti yang digambarkan Al-Qur`an dalam Surah Yusuf, dari ayat 8 hingga 15, Yusuf merupakan anak yang paling disayang oleh ayahnya, Nabi Ya’qub as.. Hal itu menyebabkan saudara-saudara Yusuf merasa iri kepadanya. Karena itu, mereka pun merekayasa satu skenario yang bertujuan untuk melenyapkan Yusuf. Skenario itu berakhir dengan dimasukkannya Yusuf ke dalam sebuah sumur. Guna menutupi kejahatan yang telah mereka lakukan, mereka pun mulai berakting di hadapan ayah mereka dengan cara menangis (ayat 16), lalu mereka memberikan keterangan dan bukti palsu (ayat 17 dan 18).

2. Kisah Nabi Yusuf dengan Zulaikha (isteri Raja Mesir) yang sangat berhasrat ingin menundukkan hati Yusuf. Ayat 23 dan 24 menggambarkan bagaimana Zulaikha berusaha menggoda dan merayu Yusuf (yang saat itu masih muda) agar mau berbuat mesum dengannya, tetapi rayuan dan ajakan Zulaikha itu ditolak keras oleh Yusuf. Yusuf pun lari ke arah pintu untuk keluar, yang segera dikejar oleh Zulaikha. Saat Yusuf membuka pintu, ternyata suami Zulaikha sudah berada di depan pintu tersebut karena ingin masuk ke dalam kamar. Dia memergoki Zulaikha sedang menarik baju Yusuf hingga robek. Karena tidak mau dianggap sebagai pihak yang bersalah, Zulaikha pun memberikan keterangan yang tidak sesuai dengan fakta yang sebenarnya terjadi. Dia langsung berkata kepada suaminya: “Apakah pembalasan terhadap orang yang bermaksud berbuat serong dengan isterimu selain dipenjarakan atau (dihukum) dengan azab yang pedih?” (ayat 25).

Dari kedua potongan kisah tersebut, saya menarik satu kesimpulan yaitu bahwa bila orang yang bersalah tidak ingin kesalahannya terbongkar atau diketahui oleh orang lain, maka dia akan memberikan keterangan atau kesaksian yang tidak benar. Dia juga akan membuat bukti-bukti palsu yang dianggap dapat memperkuat keterangan dan kesaksiannya itu. Bahkan dia berani untuk bersumpah atas nama Tuhannya di depan pengadilan. Budaya memberikan keterangan, kesaksian dan bukti palsu ini bukan merupakan hal baru, tetapi sudah ada sejak zaman dulu, bahkan dapat dijumpai pada kisah nabi-nabi terdahulu.

Dalam kaitannya dengan kasus-kasus yang sedang marak sekarang ini, di sini saya tidak ingin memberikan penilaian mana yang benar ataupun mana yang salah, baik pada kasus Antasari, kasus Bibit-Chandra, ataupun kasus Bank Century. Sebab, bukan kapasitas saya untuk memberikan penilaian seperti itu, meskipun dengan hati nurani yang saya miliki, saya dapat memberikan penilaian. Yang ingin saya soroti hanyalah masalah budaya memberikan keterangan, kesaksian dan bukti palsu di pengadilan, seperti yang terjadi pada kedua kisah yang saya sebutkan di atas. Lihatlah bagaimana Ary Muladi mencabut kembali BAP-nya dan memberikan keterangan yang berbeda dengan keterangan yang diberikan sebelumnya. Mana yang benar? Tentunya, hanya satu keterangan yang benar. Ini artinya Ari Muladi telah memberikan keterangan yang tidak benar atau palsu. Hal serupa juga terjadi pada kasus Antasari, dimana Wiliardi mencabut BAP-nya. Kesaksian yang diberikannya saat persidangan berbeda dengan apa yang tertulis dalam BAP. Lagi-lagi muncul pertanyaan: Mana yang benar? Di sini, kita belum bisa memastikan mana yang benar, tapi kita bisa memastikan bahwa tidak mungkin dua keterangan (kesaksian) yang saling bertentangan itu sama-sama benar. Pasti salah satunya salah atau palsu.

Belum lagi ada beberapa orang yang diduga terlibat dalam kasus-kasus tersebut secara terang-terangan bersumpah atas nama Allah bahwa dirinya tidak melakukan apa yang dituduhkan kepadanya. Padahal, di sisi lain ada orang yang juga bersumpah atau bersaksi di depan pengadilan (dengan di sumpah terlebih dahulu sebelum memberikan kesaksian) bahwa apa yang dituduhkan kepada orang tersebut adalah benar. Sumpah mana yang benar dan sumpah mana yang palsu? Betigu mudahnyakah orang mengucapkan sumpah palsu, padahal dalam Islam sumpah palsu seperti itu termasuk dosa besar. Bahkan menurut sebagian besar ulama, tidak ada kaffarah (amalan penebus dosa) bagi sumpah palsu tersebut. Hal ini disebabkan karena sumpah seperti itu dapat merugikan orang lain atau dapat merusak hak-hak orang lain. Kaffarah hanya berlaku bagi sumpah yang tidak menyebabkan rusaknya hak orang lain, seperti sumpah seseorang atas dirinya sendiri seperti dengan mengatakan “Aku bersumpah, sejak sekarang aku tidak akan….”.

Rasulullah saw. bersabda:

عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الْكَبَائِرُ الْإِشْرَاكُ بِاللَّهِ وَعُقُوقُ الْوَالِدَيْنِ وَقَتْلُ النَّفْسِ وَالْيَمِينُ الْغَمُوسُ

“Diriwayatkan dari Nabi saw., bahwa beliau bersabda: ‘(Di antara) dosa besar adalah menyekutukan Allah, durhaka kepada kedua orangtua, membunuh orang lain (tanpa sebab yang dibenarkan) dan sumpah palsu.” (HR. Bukhari)

Sumpah dan kesaksian palsu ini jelas dapat merugikan orang lain. Bahkan bila telah membudaya di kalangan masyarakat, maka kebenaran dan keadilan rasanya sulit diwujudkan. Karenanya, bila kita menginginkan tegaknya kebenaran dan keadilan di tengah-tengah masyarakat kita, maka kita harus berusaha untuk memberantas budaya yang buruk tersebut. Kemudian setiap orang di antara kita harus memikirkan kepentingan orang banyak (rakyat) dan harus berani mengatakan yang benar, meskipun pahit hasilnya: “Katakanlah yang benar meskipun pahit akibatnya.” Wallaahu A’lam…….

Kisah Rosul untuk Direnungkan

Bismillah...

Ini adalah suatu kisah RASULALLAH yang mana kita semua bisa mengambil hikmahnya dari cerita ini:
Di suatu pagi hari, Rasulullah Shallallahu 'alaihi Wasallam bercerita kepada para sahabatnya, bahwa semalam beliau didatangi dua orang tamu. Dua tamu itu mengajak Rasulullah untuk pergi ke suatu negeri, dan Rasul menerima ajakan mereka. Akhirnya mereka pun pergi bertiga.

Ketika dalam perjalanan, mereka mendatangi seseorang yang tengah berbaring. Tiba-tiba di dekat kepala orang itu ada orang lain yang berdiri dengan membawa sebongkah batu besar. Orang yang membawa batu besar itu dengan serta merta melemparkan batu tadi ke atas kepala orang yang sedang berbaring, maka remuklah kepalanya dan menggelindinglah batu yang dilempar tadi. Kemudian orang yang melempar batu itu berusaha memungut kembali batu tersebut. Tapi dia tidak bisa meraihnya hingga kepala yang remuk tadi kembali utuh seperti semula. Setelah batu dapat diraihnya, orang itu kembali melemparkan batu tersebut ke orang yang sedang berbaring tadi, begitu seterusnya ia melakukan hal yang serupa seperti semula.

Melihat kejadian itu, Rasulullah bertanya kepada dua orang tamu yang mengajaknya, "Maha Suci Allah, apa ini?"

"Sudahlah, lanjutkan perjalanan!" jawab keduanya.

Maka mereka pun pergi melanjutkan perjalanan. Dalam perjalanan, mereka mendatangi seseorang lagi. Orang tersebut sedang terlentang dan di sebelahnya ada orang lain yang berdiri dengan membawa gergaji dari besi. Tiba-tiba digergajinya salah satu sisi wajah orang yang sedang terlentang itu hingga mulut, tenggorokan, mata, sampai tengkuknya. Kemudian si penggergaji pindah ke sisi yang lain dan melakukan hal yang sama pada sisi muka yang pertama. Orang yang menggergaji ini tidak akan pindah ke sisi wajah lainnya hingga sisi wajah si terlentang tersebut sudah kembali seperti sediakala. Jika dia pindah ke sisi wajah lainnya, dia akan menggergaji wajah si terletang itu seperti semula. Begitu seterusnya dia melakukan hal tersebut berulang-ulang.

Rasulullah pun bertanya, "Subhanallah, apa pula ini?"

Kedua tamunya menjawab, "Sudah, menjauhlah!"

Maka mereka pun kembali melanjutkan perjalanan. Selanjutnya mereka mendatangi sesuatu seperti sebuah tungku api, atasnya sempit sedangkan bagian bawahnya besar, dan menyala-nyala api dari bawahnya. Di dalamnya penuh dengan jeritan dan suara-suara hiruk pikuk. Mereka pun melongoknya, ternyata di dalamnya terdapat para lelaki dan wanita dalam keadaan telanjang. Dan dari bawah ada luapan api yang melalap tubuh mereka. Jika api membumbung tinggi mereka pun naik ke atas, dan jika api meredup mereka kembali ke bawah. Jika api datang melalap, maka mereka pun terpanggang.

Rasulullah kembali bertanya, "Siapa mereka?"

Kedua tamunya menjawab, "Menjauhlah, menjauhlah!"

Akhirnya mereka kembali melanjutkan perjalanan. Kali ini mereka mendatangi sebuah sungai, sungai yang merah bagai darah. Ternyata di dalam sungai tadi ada seseorang yang sedang berenang, sedangkan di tepi sungainya telah berdiri seseorang yang telah mengumpulkan bebatuan banyak sekali. Setiap kali orang yang berenang itu hendak berhenti dan ingin keluar dari sungai, maka orang yang ditepi sungai mendatangi orang yang berenang itu dan menjejali mulutnya sampai ia pun berenang kembali. Setiap kali si perenang kembali mau berhenti, orang yang di tepi sungai kembali menjejali mulut si perenang dengan bebatuan hingga dia kembali ke tengah sungai.

Rasulullah pun bertanya, "Apa yang dilakukan orang ini?!"

"Menjauhlah, menjauhlah!" jawab kedua tamunya.

Maka mereka pun melanjutkan perjalanan. Dalam perjalanan kali ini, mereka mendapatkan seseorang yang amat buruk penampilannya, sejelek-jeleknya orang yang pernah kita lihat penampilannya, dan di dekatnya terdapat api. Orang tersebut mengobarkan api itu dan mengelilinginya.

"Apa ini?!" tanya Rasulullah

"Menjauhlah, menjauhlah!" jawab kedua tamunya.

Lalu mereka melanjutkan perjalanan lagi. Dalam perjalanan mereka menemukan sebuah taman yang indah, dipenuhi dengan bunga-bunga musim semi. Di tengah taman itu ada seorang lelaki yang sangat tinggi, hingga Rasulullah hampir tidak bisa melihat kepala orang itu karena tingginya. Di sekeliling orang tinggi itu banyak sekali anak-anak yang tidak pernah Rasul lihat sebegitu banyaknya.

Melihat itu, Rasulullah kembali bertanya, "Apa ini? Dan siapa mereka?"

Kedua tamunya menjawab, "Menjauhlah, menjauhlah!"

Maka mereka pun pergi berlalu. Lalu mereka menyaksikan sebuah pohon yang amat besar, yang tidak pernah Rasul lihat pohon yang lebih besar dari ini. Pohon ini juga indah. Kedua tamu Rasul berkata, "Naiklah ke pohon itu!"

Lalu mereka pun memanjatnya. Rasul dituntun menaiki pohon dan dimasukkannya ke dalam sebuah rumah yang sangat indah yang tak pernah Rasul lihat seumpamanya. Di dalamnya terdapat lelaki tua dan muda. Lalu mereka sampai pada sebuah kota yang dibangun dengan batu bata dari emas dan perak. Mereka mendatangi pintu gerbang kota itu. Tiba-tiba pintu terbuka dan mereka memasukinya. Mereka disambut oleh beberapa orang, sebagian mereka adalah sebaik-baik bentuk dan rupa yang pernah kita lihat, dan sebagiannya lagi adalah orang yang seburuk-buruk rupa yang pernah kita lihat. Kedua tamu yang bersama Rasulullah berkata kepada orang-orang itu, "Pergilah, dan terjunlah ke sungai itu!"

Ternyata ada sungai terbentang yang airnya sangat putih jernih. Mereka pun segera pergi dan menceburkan dirinya masing-masing ke dalam sungai itu. Kemudian mereka kembali kepada Rasululullah dan dua tamunya. Kejelekan serta keburukan rupa mereka tampak telah sirna, bahkan mereka dalam keadaan sebaik-baik rupa!

Lalu kedua orang tamu Rasulullah berkata, "Ini adalah Surga 'Adn, dan inilah tempat tinggalmu!"

"Rumah pertama yang kau lihat adalah rumah orang-orang mukmin kebanyakan, adapun rumah ini adalah rumah para syuhada', sedangkan aku adalah Jibril dan ini Mika'il. Maka angkatlah mukamu (pandanganmu)."

Maka mata Rasulullah langsung menatap ke atas, ternyata sebuah istana bagai awan yang sangat putih. Kedua tamu Rasulullah berkata lagi, "Inilah tempat tinggalmu!"

Rasulullah berkata kepada mereka, "Semoga Allah memberkati kalian."

Kedua tamu itu lalu hendak meninggalkan Rasulullah. Maka Rasulullah pun segera ingin masuk ke dalamnya, tetapi kedua tamu itu segera berkata, "Tidak sekarang engkau memasukinya!" [1]

"Aku telah melihat banyak keajaiban sejak semalam, apakah yang kulihat itu?" tanya Rasulullah kepada mereka.

Keduanya menjawab, "Kami akan memberitakan kepadamu. Adapun orang yang pertama kau datangi, yang remuk kepalanya ditimpa batu, dia itu adalah orang yang membaca Al Qur'an tetapi ia berpaling darinya, tidur di kala waktu shalat fardhu (melalaikannya). Adapun orang yang digergaji mukanya sehingga mulut, tenggorokan, dan matanya tembus ke tengkuknya, adalah orang yang keluar dari rumahnya dan berdusta dengan sekali-kali dusta yang menyebar ke seluruh penjuru. Adapun orang laki-laki dan perempuan yang berada dalam semacam bangunan tungku, maka mereka adalah para pezina. Adapun orang yang kamu datangi sedang berenang di sungai dan dijejali batu, maka ia adalah pemakan riba. Adapun orang yang sangat buruk penampilannya dan di sampingnya ada api yang ia kobarkan dan ia mengitarinya, itu adalah malaikat penjaga neraka jahannam.

Adapun orang yang tinggi sekali, yang ada di tengah-tengah taman, itu adalah Ibrahim Alaihis Salam. Sedangkan anak-anak di sekelilingnya adalah setiap bayi yang mati dalam keadaan fitrah."

...

Lalu di sela-sela penyampaian cerita ini, para sahabat bertanya kepada Rasulullah, "Wahai Rasulullah, bagaimana dengan anak orang-orang musyrik?"

Rasulullah menjawab, "Dan anak orang-orang musyrik."

Lalu Rasulullah Shallallahu 'alaihi Wasallam melanjutkan ceritanya.

Adapun orang-orang yang sebagian mukanya bagus, dan sebagian yang lain mukanya jelek, mereka itu adalah orang-orang yang mencampuradukan antara amalan shalih dan amalan buruk, maka Allah mengampuni kejelekan mereka. []

Maraji': Riyadhush Shalihin

Catatan:[1] Dalam hadits riwayat Bukhari lainnya, dikisahkan bahwa kedua tamu Rasulullah itu mengatakan kepada Rasulullah, "Kamu masih memiliki sisa umur yang belum kamu jalani, jika kau telah melaluinya maka kau akan masuk rumahmu." (HR. Bukhari).

SEMOGA KITA SEMUA MENDAPATKAN HIKMAH DARI CERITA DIATAS TERSEBUT. AMIN........ Wallahu'alam bisowab...

PENGHUNI NERAKA

PENGHUNI NERAKA

Orang-orang musyrik, termasuk Yahudi, Nashrani, Majusi,mulhidin (pembangkang) dan secara umum semua orang yang menyekutukan Alloh atau melakukan syirik akbar. Firman Alloh Subhannaahu wa Ta’ala, artinya,

“Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata, “Sesungguhnya Alloh ialah Al-Masih putra Maryam”, padahal Al-Masih (sendiri) berkata, “Hai Bani Israil, sembahlah Alloh Robbku dan Robbmu”. Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Alloh, maka pasti Alloh mengharamkan kepadanya Surga dan tempatnya ialah Neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolong pun.” [QS. Al-Maidah: 72]

“Sesungguhnya Alloh tidak akan mengampuni dosa syirik dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Alloh, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.” [QS. An-Nisa': 48]

Sedangkan ahlul ma’shiyah (pelaku maksiat) dari orang muslim, maka dia di bawah kehendak Alloh, jika menghendaki, maka Dia akan mengampuni dan jika menghendaki, maka Dia akan menyiksa.

Nabi Shollallohu Alaihi wa Sallam bersabda tentang penghuni Neraka,
“Maukah kalian aku beritahu penduduk neraka? (Yaitu) Setiap orang yang besar kepala, angkuh lagi sombong.” [HR. Al-Bukhori-Muslim]

Beliau juga memberitahukan bahwa wanita yang bertabarruj (mengumbar aurat dan kecantikannya) termasuk penghuni Neraka.

Sabda beliau Shollallohu Alaihi wa Sallam,
“Ada dua golongan penghuni Neraka yang belum pernah aku lihat; Yaitu kaum yang membawa cambuk seperti ekor sapi, mereka memukuli orang-orang dengannya. Dan wanita-wanita yang memakai baju tapi telanjang, berjalan dengan menggoyang-goyangkan pundak-nya dan berlenggak-lenggok.Kepala mereka seperti punuk unta yang condong. Mereka tidak akan masuk surga bahkan tidak akan mendapat wanginya, pada-hal sungguh wangi Surga itu tercium dari jarak perjalanan sekian dan sekian.” [HR . Muslim]

Meninggalkan sholat, merupakan penyebab terjerumusnya seseorang masuk Neraka. Alloh berfirman,
“Apakah yang memasukkan kamu ke dalam Saqar (Neraka) Mereka menjawab, “Kami dahulu tidak termasuk orang-orang yang mengerjakan shalat, dan kami tidak (pula) memberi makan orang miskin dan adalah kami membica-rakan yang bathil, bersama dengan orang-orang yang membicarakannya dan adalah kami mendustakan hari pembalasan” [QS. Al-Muddatstsir: 42 - 46]

Rasululloh Shollallohu Alaihi wa Sallam juga bersabda,
“Perjanjian antara kita dengan mereka (orang kafir) adalah sholat, maka barang siapa meninggalkannya ia telah kafir.”

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah telah menyebutkan sejumlah dosa secara global yang merupakan penyebab dari masuknya seseorang ke dalam Neraka, yaitu:
Menyekutukan Alloh Ta’ala; Mendustakan para rasul; hasad (dengki); Dusta; Khianat; Berbuat aniaya, kekejian; Ingkar janji; Memutuskan silaturrahmi; Pengecut dalam berjihad; Bakhil; Munafik; Berputus asa dari rahmat Alloh; Merasa aman dari makar Alloh; Berkeluh kesah terhadap musibah; Angkuh; Sombong atas nikmat yang diterima; Meninggalkan hal-hal yang wajib; Melanggar hudud (batasan dari Alloh); Menerjang keharaman-Nya; takut kepada makhluk bukan kepada Alloh; Beramal karena riya’ dan sum’ah; Menyelisihi Al-Qur’an dan as-Sunnah baik dalam perbuatan atau pun keyakinan; Taat kepada manusia dalam rangka maksiat kepada Alloh; Fanatik terhadap kebatilan; Mengolok-olok ayat-ayat Alloh, menentang kebenaran; Menyembunyikan sesuatu yang seharusnya disampaikan baik ilmu maupun kesaksian; Sihir; Durhaka kepada kedua orang tua; Membunuh jiwa yang diharamkan Alloh kecuali secara haq; Memakan harta anak yatim; Riba; Lari dari medan pertempuran; Menuduh berzina wanita baik-baik dan terjaga kehormatannya; Melakukan zina atau liwath; Ghibah dan namimah dan lain-lain yang telah di jelaskan keharaman-nya di dalam Al-Qur’an dan as-Sunnah.

Barang siapa yang menjauhinya, maka berarti ia telah menempuh jalan keselamatan, dan barang siapa yang menerjangnya, maka berarti ia telah menjatuhkan dirinya ke dalam kehinaan dan penyesalan.
Rasululloh Shollallohu Alaihi wa Sallam pernah ditanya tentang sesuatu yang paling banyak menjerumuskan orang ke dalam Neraka, maka beliau menjawab, “Mulut dan Kemaluan.” [HR. At-Tirmidzi dan ia menyatakan hasan]. Hadits ini mengisyaratkan kepada kita semua agar senantiasa menjaga dua anggota badan tersebut agar termasuk orang-orang yang selamat dari api Neraka.

Tahajjud Berjama'ah

Bismillah,
Qiyamullail Berjama’ah, adakah dalil-dalil syar’i?

Jawaban

Tahajjud berjamaah

Imam Al-Bukhari meriwayatkan dalam kitab Shahih-nya bahwa Rasulullah saw. pernah menganjurkan salat Tahajud kepada Fatimah dan Ali bin Abi Thalib. Bahkan secara sengaja beliau datang ke rumahnya. Tetapi hal itu tidak disertai ajakan berjamaah bersama beliau. Jika berjamaah tahajjud itu lebih baik dari pada munfarid sebagaimana salat-salat sunat lain yang dilakukan secara berjamaah, tentu beliau akan mengajak salat berjamaah kepada Ali bin Abu Thalib dan Fatimah putri beliau yang rumahnya berdempetan dan sama-sama nempel ke masjid.

“Sesunggunya Ali bin Abu Talib menceritakan kepadanya (Husain bin Ali) bahwa pada suatu malam Rasulullah saw. membangunkannya (Ali bin Abi Thalib) beserta Fatimah putri Nabi saw., (dengan cara mengetuk) lalu beliau bertanya, ‘Tidakkah kalian akan melaksanakan salat Tahajud’? kemudian saya menjawab, ’Wahai Rasulullah, diri-diri kami ini berada pada kekuasaan Allah, jika Ia berkehendak membangunkan kami, tentu kami akan bangun’, Maka tatkala kami berkata demikian, beliau beranjak pergi dan tidak kembali lagi kepadaku, kemudian aku mendengar beliau, sambil berpaling pergi seraya memukul paha beliau, bersabda, ’Manusia itu adalah yang paling banyak dalihnya’.” H.r. Al-Bukhari.

Suatu ketika Aisyah mencari Rasulullah saw., lalu ia mendapati beliau sedang sujud pada salat malam. Dan terbukti bahwa Aisyah tidak turut salat dibelakang beliau (berjamaah), dan tidak diceritakan Rasulullah saw. pernah mengajak seorang pun di antara istri-istri beliau untuk berjamaah tahajud. Sebagaimana diterangkan di dalam hadits berikut ini: “Dari Aisyah r.a. ia berkata, ‘Aku kehilangan Rasulullah saw. pada suatu malam dari tempat tidur, lalu aku mencarinya (dengan cara meraba-raba), tiba-tiba tanganku menyentuh kedua kaki beliau di mesjid, sementara kedua telapak kaki beliau berdiri tegak (ketika sujud), beliau sedang berdo’a ‘Ya Allah aku berlindung kepada keridaan-Mu dari murka-MU, kepada ampunan-Mu dari siksa-Mu, dan aku berlindung kepada-Mu dari siksa-Mu, aku tidak dapat menghitung pujian atas-Mu, Sesungguhnya Engkau sebagaimana pujuan-Mu atas diri-Mu’.” H.r. Muslim.

Dengan keterangan-keterangan ini nyatalah bahwa Rasulullah saw. tidak pernah sengaja bertahajud berjamaah apalagi sampai mengajak orang-orang.

Jika kita perluas sedikit tentang betapa akan mudahnya Rasulullah saw. untuk mengadakan salat tahajud dengan berjamaah, bahkan dengan jumlah jamaah yang amat banyak. Karena kita sangat memaklumi bahwa para sahabat adalah orang-orang yang senantiasa dalam keadaan haus terhadap keutamaan-keutamaan dalam beribadah, terutama ibadah-ibadah mahdhah. Hal ini menunjukkan bahwa demikianlah ketentuan salat tahajud. Sangat berbeda ketika Rasululah saw. mengajak para sahabat bahkan keluarga dan istri-istrinya melaksanakan Qiyamu Ramadhan (Tarawih) secara berjamaah bahkan di masjid.

“Dari Abu Dzar, ia berkata, ‘Kami saum bersama Rasulullah saw., beliau tidak mengimami kami sebelum tersisa tujuh hari dari bulan itu, lalu beliau salat bersama kami sampai lewat sepertiga malam, kemudian beliau tidak salat mengimami kami pada hari keenamnya (dari bulan itu) dan salat mengimami kami pada hari kelimanya hingga pertengahan malam, lalu kami bertanya, ‘Wahai Rasulullah, bagaimana kalau engkau mengimami kami pada sisa malam ini ?’ beliau menjawab, ‘Siapa yang salat bersama imam sampai selesai, telah ditetapkan baginya salat malamnya, ‘kemudian beliau tidak mengimami kami hingga tersisa tiga hari dari bulan itu dan salat mengimami kami pada hari ketiganya dan mengajak keluarga serta istri-istri beliau, lalu beliau salat bersama kami hingga kami dikhawatirkan alfalah, aku (Jubair bin Nufair) bertanya kepadanya (Abu Dzar), ‘Apa alfalah itu ?’ Ia (Abu Dzar) menjawab, ‘Sahur’”. H.r. Al-Khamsah. Nailul Authar, III:55.

Lalu, bagaimana kita harus mendudukkan hadis-hadis berjamaahnya Rasulullah saw. pada salat malam beliau? Hadis-hadis yang dimaksud adalah hadits-hadits sebagai berikut :

Pertama, hadits Ibnu Abas,

Dari Ibnu Abas, ia mengatakan.”Saya bermalam di rumah bibiku, yaitu maimunah, maka Rasulullah saw. berdiri melakukan salat malam dan aku berdiri di sebelah kiri beliau. Maka beliau melakukan demikian, yaitu memegang kepalaku dan memberdirikan aku di sebelah kanan beliau. H.r. An-Nasai : 797

Hadis Ibnu Abas ini menerangkan bahwa ia mengikuti salat malam bersama Nabi saw. tanpa ajakan Nabi saw. Bahkan dikatakan oleh Ibnu Abas sendiri bahwa Nabi lebih dahulu berdiri melakukan salat malam itu. Demikian pula pada hadits Ibnu Masud dan Hidzaifah.

Kedua, hadits Ibnu Masud,

Dari Abdulah (bin Masud) r.a, ia mengatakan,”Saya salat bersama Nabi saw. pada suatu malam lalu tidak hentinya beliau berdiri sampai saya punya pikiran jelek’ Kami bertanya,’Apa pikiran jelekmu itu?’ ia menjawab,’Saya duduk meninggalkan Nabi saw. berdiri sendirian.’” H.r. Al-Bukhari : 1135.

Ketiga, Hadits Hudzaifah

Dari Hudzaifah, ia mengatakan,”Saya salat bersama Nabi saw. pada suatu malam, maka beliau memulai dengan surat albaqarah, lalu aku katakan,’Beliau ruku pada ayat keseratus, dan salat lagi lalu ruku pada ayat kedua ratus, aku katakan, beliau salat dengan itu pada satu rakaat, lalu teruslah beliau salat dan mulailah membaca surat An-Nisa dan beliau membacanya lalu memulai membaca surat Ali Imran, beliau membacanya dengan tidak tergesa-gesa. Maka apabila membaca ayat yang terdapat tasbih, beliau berhenti dan bertasbih, apabila membaca ayat yang ada permohonan, beliau memohon, bila melewati ayat yang ada ta’awwudz, beliau berta’awwudz, lalu ruku dan membaca subhana rabbiyal ‘adhim, lamanya ruku beliau tidak jauh dari berdirinya. Lalu beliau bangkit dan mengucapkan sami’allohu liman hamidah, maka berdirinya itu tidak jauh dari rukunya, Lalu beliau sujud dan membaca subhana robbiyal ‘a’la. Dan lamanya sujud beliau tidak jauh beda dari rukunya.” Hr. An Nasai : 1646.

Keempat, hadits kisah Salman dan Abu Darda,

Dari Abu Juhaifah, ia berkata, “Nabi saw. memuakhatkan (mengikhwankan) antara Salman dan Abu Darda. Salman berkunjung kepada Abud Darda, maka ia melihat Ummu Darda dalam keadaan berpakaian lusuh. Lalu ia berkata kepadanya, ‘Mengapa keadaanmu demikian’ Ia menjawab, ‘Saudaramu Abu Darda sudah tidak ada perhatian terhadap kehidupan dunia’ Kemudian Abu Darda tiba, lalu ia (Salman) menghidangkan makanan untuknya, kemudian berkata, ‘Makanlah’ Abu Darda berkata, ‘Saya sedang shaum’ Salman berkata lagi, ‘Saya tidak akan makan sebelum kamu makan’ Lalu ia pun makan. Ketika malam tiba Abu Darda bangun hendak salat, maka Salman berkata, ‘Tidurlah’ maka ia pun tidur. Lalu ia bangun lagi, maka Salman pun berkata lagi, ‘Tidurlah’ Ketika di penghujung malam, Salman berkata, ‘Sekarang bangunlah’ Lalu keduanya salat. Maka Salman berkata kepada Abu Darda, ‘Sesungguhnya Tuhanmu punya hak yang menjadi kewajibanmu, dirimu dan keluargamu juga punya hak yang menjadi kewajibanmu, maka penuhilah yang punya hak sesuai dengan haknya Maka Abu Darda mendatangi Nabi, lalu menerangkan hal itu (ucapan Salman) kepada beliau. Maka Nabi bersabda, ‘Salman benar’ H.r. Al Bukhari, at Tirmidzi, Ibnu Hiban, al Baihaqi, dan ad Daraquthni.

Hadits di atas menunjukkan bahwa Abu Darda baru mendengar/mendapatkan keterangan yang disampaikan oleh Salman, sehingga ia sengaja mendatangi Nabi untuk mengetahui kebenaran keterangan itu.

Dengan sabda Nabi: shadaqa Salman, maka keterangan dari Salman itu dikategorikan sebagai hadits taqrir (kebenarannya disetujui oleh Nabi) dan tidak ada hubungannya dengan amaliyah (perbuatan) mereka (salat malam).

kalimat qumil an (salatlah kamu sekarang) dan sholaya (keduanya salat) belum cukup untuk diartikan salat malam mereka berjamaah, Karena jelas sekali bahwa Salman menyuruh Abu Darda salat bukan mengajaknya salat berjamaah.

Dari sini kita dapat memahami maksud al Bukhari, mengapa hadits itu tidak ditempatkan pada Kitabut Tahajjud, tapi pada kitabus shaum (Shahih al-Bukhari, 1997:389, No. 1.968) dan Kitabul Adab (Shahih al-Bukhari, 1997:1.301, No. 6.139). Demikian pula halnya dengan para imam lainnya (at Tirmidzi, Sunan at-Tirmidzi, IV:608, Kitabuz Zuhud; Ibnu Hiban, Shahih Ibnu Hiban, II:23, Kitabul Birri wal Ihsan; al Baihaqi, as-Sunanul Kubra, IV:275, Kitabus Shaum; ad Daraquthni, Sunan ad-Darquthni, II:176, Kitabus Shiyam)

Jadi, tidak ada seorang pun dari para mukharij itu yang menyebut salat tahajud berjamaah. bahkan tidak kita dapatkan sama sekali tentang bab keutamaan tahajjud berjamaah itu. Oleh karena itu dapat dijawab keraguan-keraguan di atas tentang apakah benar tahajud itu lebih baik berjamaah?

Mari kita perhatikan hadits berikut :

Dari Zaid bin Sabit ra, ia mengatakan,”Rasulullah saw. memikul kain tebal atau tikar, lalu beliau keluar dan salat di atasnya. Maka mengikutinyalah beberapa orang dan datang untuk bermakmum kepada beliau. Lalu pada malam berikutnya mereka datang lagi dan Rasulullah saw. menahan diri dan tidak keluar menemui mereka, lalu meraka bersuara dengan sangat keras dan berkumpul di dekat pintu. Maka Rasulullah saw. keluar dengan marah seraya bersabda,”Apa yang terus-menerus kalian lakukan ini ? Sampai aku menyangka akan diwajibkan atas kalian. Salatlah di rumah-rumah kalian karena sesungguhnya sebaik-baik salat seseorang itu dirumahnya selain salat wajib. H.r. Al-Bukhari : 5648, Muslim, I : 347-348 : 1301

Pada hadits ini jelas sekali Rasulullah saw. menyuruh orang-orang yang mengharapkan salat berjamaah tahajud dengan beliau agar pulang ke rumah dan mengerjakan salat malam/tahajud di rumah masing-masing.

Setelah kami melihat hadits-hadits tentang praktek salat malam/tahajud Rasulullah saw. dan kami menelaah karakter salat malam Rasulullah saw. yang senantiasa munfarid dalam arti tidak pernah mengajak seorang pun sahabat untuk berjamaah, hatta istri-istri beliau yang tentunya sekamar dengan beliau.

Selanjutnya memperhatikan penetapan para imam mukharij hadits-hadits yang tidak membuat bab khusus tentang salat malam/tahajud berjamaah terhadap hadits Ibnu abas, Ibnu Masud, Hudzaifah al Yamani, serta Salman alFarisi dengan Abu Darda.

Menelaah para sahabat yang ingin berjamaah dengan beliau disuruh pulang dan salat malam/tahajud di rumah masing-masing.

Mengingat telah adanya sekelompok muslim yang memasyarakatkan acara tahajud berjamaah.

Maka kami berkesimpulan bahwa:

1. Salat malam/tahajud itu asalnya dilakukan secara munfarid

2. Tidak boleh mengajak orang lain untuk salat berjamaah termasuk kepada istri.

3. Tidak mengapa mengikuti orang yang sedang salat malam/tahajud dengan tujuan mempelajarinya termasuk ayat-ayat yang dibaca.

4. Salat malam/tahajud yang diacarakan dengan berjamaah tidak dicontohkan oleh Rasulullah saw. Jika acara berjamaah salat malam/tahajud itu lebih baik, tentu Rasulullah saw. dan para sahabat akan lebih dahulu mengacarakannya dan mendawamkannya dari pada kita.

Selanjutnya terlihat dengan jelas perbedaannya dengan qiyamu Ramadan (tarawih) yang dilakukan dengan berjamaah dan sengaja Rasululah saw. mengajak orang-orang dan mengajak istri-istri dan keluarga beliau.

wallohu'alam bisowab.
http://persis.or.id/?p=127

Hukum Pengobatan Alternatif

Oleh Saudaraku :
Fatkhurozi Khafas

Hukum Pengobatan Alternatif

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Ustad, mohon bantuannya. Saya mau tanya, Bapak mertua saya sedang sakit tumor dan udah dibawa ke dokter beberapa kali, tetapi belum ada tanda-tanda kesembuhan. Akhirnya, karena keterbatasan biaya, suami saya dan keluarga membawanya berobat ke tempat pengobatan alternatif di daerah Sukabumi. Pengobatan yang dilakukan adalah, bapak mertua saya masuk ke dalam sebuah ruangan ditemani dari jauh oleh adik ipar saya dan ibu mertua. Lalu perut Bapak mertua saya dibedah memakai pisau dengan membaca asma Allah. Tetapi anehnya, Bapak mertua tidak merasakan sakit sedikitpun ketika daging dan air dikeluarkan dari perutnya.

Anehnya lagi, setelah tindakan pembedahan itu selesai dilakukan, perut Bapak mertua kembali normal seperti tidak pernah terjadi apa-apa. Menurut saya, hal itu sangat tidak masuk akal. Karenanya, saya khawatir orang yang mengobati tersebut bekerjasama dengan jin.

Nah, yang ingin saya tanyakan adalah apakah cara pengobatan yang dilakukan terhadap Bapak mertua saya itu dibolehkan? Sekedar informasi, kami sudah tidak punya biaya lagi untuk ke dokter, padahal kami sangat menginginkan kesembuhan bagi orangtua kami. Insya Allah bulan depan, suami saya akan kembali lagi membawa bapaknya untuk cek-up ke Sukabumi lagi. Mohon bantuannya Ustadz unTuk memberikan jawabannya. Sebelumnya saya ucapkan terima kasih banyak, dan semoga Ustadz selalu dalam lindungan Allah swt.. Amin

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.


Jawaban:

F - ….


Wa’alaikumussalam Wr. Wb.

Kekhawatiran Anda bisa dimaklumi karena sebagai muslim, kita harus berhati-hati agar tidak terjerumus ke dalam hal-hal yang diharamkan, termasuk dalam masalah pengobatan. Apalagi Rasulullah saw. pernah melarang kita untuk berobat dengan menggunakan sesuatu (obat atau pengobatan) yang haram. Termasuk ke dalam katagori pengobatan yang haram ini adalah pengobatan dengan menggunakan metode yang mengandung unsur-unsur syirik. Sebab sebagaimana diketahui, syirik adalah dosa yang paling besar di antara dosa-dosa besar lainnya. Apabila seseorang yang pernah berbuat syirik meninggal dunia sementara dirinya belum sempat bertaubat atas dosa tersebut, maka Allah tidak akan mengampuninya, sebagaimana difirmankan Allah dalam Al-Qur`an surah An-Nisaa ayat 46.

Mengenai pengobatan alternatif, memang ada sebagian orang yang diberi kelebihan oleh Allah swt. sehingga dia dapat mengobati orang lain seperti layaknya seorang dokter. Ada kalanya kelebihan itu datang sendiri dan ada kalanya kelebihan itu melalui sebuah proses pembelajaran. Tetapi perlu diingat, ada pula orang yang diberi kelebihan oleh Allah berupa istidraj, yang bertujuan untuk menyesatkan dirinya, seperti kelebihan yang dimiliki oleh para dukun. Jadi menurut saya, bila ada orang memiliki kelebihan bisa mengobati seperti yang Anda sebutkan di atas, tidak serta merta itu menggunakan bantuan jin. Untuk membedakannya, biasanya para ulama melihat apakah ada ritual-ritual yang menjurus kepada perbuatan syirik yang dilakukan oleh orang yang mengobati itu saat akan melakukan pengobatan, ataukah tidak. Ritual yang dimaksud seperti dengan menyembelih ayam cemani (ayam berwarna hitam), memakai kemenyan, memberikan sesajen, atau dengan menggunakan jenis-jenis ritual lainnya. Tetapi bila tidak ada ritual seperti itu, maka -menurut saya-, hal itu dibolehkan selama kita meyakini bahwa hanya Allah swt. yang Maha Menyembukan. Tabib hanyalah sebagai perantara saja, sama seperti dokter.

Satu lagi, biasanya untuk membedakannya, para ulama juga melihat amaliah orang yang mengobatinya. Maksudnya, apakah dia menjalankan syariat Allah (terutama shalat) dengan baik ataukah tidak?? Bila tidak, maka sebaiknya kita hindari. Perlu diketahui pula, dari kajian-kajian hadits yang pernah saya ikuti, alam jin sama seperti alam manusia. Ada jin yang mukmin dan ada pula jin yang kafir. Memang ada perbedaan pendapat mengenai hukum memperbantukan jin. Bagi ulama yang membolehkan, hal itu sama seperti kita memperbantukan seorang pembantu atau asisten dalam pekerjaan yang kita lakukan. Tetapi sekali lagi, asalkan tidak ada permintaan-permintaan tertentu dari jin tersebut yang diwujudkan dalam bentuk ritual-ritual yang menjurus ke perbuatan syirik. Demikian penjelasan sementara saya, mudah-mudahan dapat bermanfaat. Wallaahu A’lam….
Wassalamu’alaikum wr. wb.

Amal Terbaik Untuk Arwah Orangtua

Oleh Saudaraku :
Fatkhurozi Khafas

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Pak Ustadz, perbuatan atau amalan apa yang dapat dilakukan seorang anak guna memohon ampunan kepada Allah swt. untuk arwah orangtua (bapak)nya yang semasa hidupnya banyak meninggalkan shalat, walaupun menjelang wafatnya beliau sudah ada niat untuk menunaikan shalat dengan mempelajari buku tuntunan shalat. Atas informasinya kami sampaikan terima kasih.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Tp - …..

Jawaban:

Wa’alaikumussalam Wr. Wb.

Sungguh sebuah kebanggaan bagi orangtua yang sudah meninggal dunia bila dia meninggalkan seorang anak shaleh yang selalu mendoakannya dan memohonkan ampunan kepada Allah untuknya. Anak shaleh seperti ini akan menjadi perbendaharaan yang sangat berharga bagi orangtuanya. Bahkan dalam sebuah Hadits, Rasulullah saw. mengatagorikan anak shaleh seperti ini sebagai amal perbuatan manusia yang tidak akan terputus meskipun dia sudah meninggal dunia, di saat amal-amal yang lain terputus. Beliau bersabda:

إِذَا مَاتَ ابْنُ آدَمَ اِنْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلاَّ مِنْ ثَلاَثٍ، صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ وَعِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ وَوَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُوْ لَهُ

“Jika anak cucu Adam meninggal dunia, maka terputuslah semua amalnya kecuali tiga (perkara), yaitu: shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak shaleh yang mendoakannya.” (HR. Tirmidzi)a

Anak shaleh seperti inilah yang mampu mengangkat derajat orangtuanya yang sudah meninggal dunia, seperti disabdakan oleh Baginda Rasulullah saw.:

تُرْفَعُ لِلْمَيِّتِ بَعْدَ مَوْتِهِ دَرَجَتُهُ فَيَقُوْلُ أَيْ رَبِّ أَيُّ شَيْءٍ هَذِهِ فَيُقَالُ وَلَدُكَ اِسْتَغْفَرَ لَكَ

“Setelah seseorang meninggal dunia, derajatnya akan ditinggikan, dia pun bertanya: ‘Wahai Tuhanku, kenapa derajatku ditinggikan?’ maka dijawablah: ‘Anakmu telah memohonkan ampunan untukmu.’” (HR. Bukhari)

Mudah-mudahan Anda termasuk ke dalam golongan anak shaleh tersebut, dan mudah-mudahan doa dan permohonan ampunan Anda untuk orangtua Anda dikabulkan Allah swt.. Berdasarkan kedua Hadits tersebut – dan masih banyak lagi Hadits-Hadits lainnya-, maka tidak ada amal yang terbaik yang dapat dilakukan oleh seorang anak untuk orangtuanya yang sudah meninggal dunia kecuali doa dan permohonan ampunan untuknya. Dengan demikian, maka pertanyaan yang mungkin lebih tepat adalah: bagaimana agar doa dan permohonan ampunan saya kepada Allah swt. dapat dikabulkan?

Jawabannya adalah dengan cara mendekatkan diri kepada Allah swt. dengan cara bertakwa kepada-Nya. Sebab, bila seseorang telah dekat dengan Allah, maka Allah akan mencintainya. Bila Allah telah mencintainya, maka apa yang dimintanya insya Allah akan dikabulkan, seperti difirmankan Allah dalam sebuah Hadits Qudsi: “Jika Aku (Allah) telah mencintainya, maka Aku akan menjadi pendengaran baginya yang digunakannya untuk mendengar, penglihatan baginya yang digunakannya untuk melihat, tangannya yang akan digunakannya untuk berbuat dan kakinya yang digunakannya untuk berjalan. Jika dia meminta kepada-Ku, maka Aku akan memberikan kepadanya (apa yang dia minta); dan jika dia memohon perlindungan kepada-Ku, maka Aku akan memberikan perlindungan itu kepadanya.“

Selain itu, perbanyaklah shadaqah dengan niat untuk orangtua Anda, karena dalam sebuah Hadits, Rasulullah saw. bersabda: “Jika salah seorang di antara kalian hendak mengeluarkan shadaqah, maka bila kedua orangtuanya Muslim, hendaklah dia niatkan shadaqah itu untuk kedua orangtuanya, niscaya kedua orangtuanya itu akan mendapatkan pahala shadaqah tersebut tanpa mengurangi sedikitpun pahala orang yang bershadaqah.”

Pada riwayat lain yang bersumber dari Ibnu Abbas, disebutkan bahwa Ibu Sa’ad bin Ubadah meninggal dunia saat Sa’ad bin Ubadah tidak berada di sampingnya. Sa’ad pun bertanya kepada Rasulullah saw.: “Wahai Rasulullah, ibuku telah meninggal dunia saat aku sedang tidak berada di dekatnya. Manfaatkah untuknya jika aku mensedekahkan sesuatu (yang pahalanya) diperuntukkan baginya?” Beliau menjawab: “Ya.” Mendengar jawaban itu, Sa’ad berkata: “Aku memintamu menjadi saksi bahwa kebunku ini sudah aku sedekahkan (dengan niat) untuknya (ibuku).”

Demikian penjelasan dari saya, mudah-mudahan dapat bermanfaat. Wallaahu A’lam….

Ditelantarkan Suami, Apakah Jatuh Thalak?

Oleh Saudaraku :
Fatkhurozi Khafas

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Saya memiliki suami yang alhamdulillah taat luar biasa kepada ibunya. Bagi suami saya, ibunya adalah segala-galanya. Perkataannya adalah perintahnya. Bahkan saat ini, suami telah meninggalkan saya dan bayi kami (yang kini berusia 21 bulan) tanpa ada berita apapun selama dua bulan. Hal itu dia lakukan agar dia dapat menikah dengan wanita pilihan ibunya. Sebab dengan pilihan ibunya itu, kondisi ekonomi keluarganya di kampung bisa meningkat. Bagaimana seharusnya tindakan saya? Apa tindakan suami saya itu bisa dibenarkan?

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

D - ……

Jawaban:

Wa’alaikumussalam Wr. Wb.

Menuruti perintah kedua orangtua -termasuk ibu- adalah kewajiban seorang anak dan merupakan wujud baktinya kepada mereka. Sebagaimana pernah saya jelaskan pada konsultasi yang berjudul “Hukum Mendoakan Orangtua Yang Non-Muslim”, berbakti kepada kedua orangtua merupakan satu amaliah yang sangat mulia, dan hal ini didasarkan pada firman Allah swt.: “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia, dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu-bapakmu dengan sebaik-baiknya.” (QS. Al-Israa` [17]: 23)

Bahkan dalam kaitannya dengan masalah berbakti kepada ibu, telah diriwayatkan sebuah Hadits dari Abu Hurairah, bahwa dia berkata, “Seorang lelaki pernah mendatangi Rasulullah, lalu dia berkata, ‘Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling berhak aku perlakukan dengan baik?’ Rasulullah menjawab, ‘Ibumu.’ Lelaki itu bertanya, ‘Kemudian siapa lagi?’ Rasulullah menjawab, ‘Ibumu.’ Lelaki itu bertanya, ‘Kemudian siapa lagi?’ Rasulullah menjawab, ‘Ibumu.’ Lelaki itu bertanya (lagi), ‘Kemudian siapa lagi?’ Lelaki itu menjawab, ‘Bapakmu.’” (HR. Bukhari dan Muslim)

Hanya saja perlu diingat, menuruti perintah orangtua ini dibolehkan (bahkan diwajibkan) selama perintah tersebut tidak bertentangan dengan syariat Islam. Dalam kasus yang sedang ibu hadapi, saya melihat adanya pelanggaran terhadap syariat yang telah dilakukan suami, karena dia telah menelantarkan isteri dan anaknya. Jadi menurut saya, apa yang telah dilakukan suami ibu itu salah, karena dengan menelantarkan isteri dan anaknya, berarti dia telah melanggar perintah Allah untuk memperlakukan isteri dengan baik seperti yang difirmankan Allah dalam QS. An-Nisaa` (4): 19: “dan bergaullah dengan mereka secara patut.”

Tapi dengan kepergian suami begitu saja tidak serta merta jatuh thalak, karena sesaat setelah Anda dan suami melakukan akad nikah, suami telah mengucapkan shighat taklik (ikrar atau janji) yang berbunyi: “Saya membaca shighat taklik atas isteri saya sebagai berikut: Sewaktu-waktu saya:

1. Meninggalkan isteri saya dua tahun berturut-turut,

2. Atau saya tidak memberi nafkah wajib kepadanya tiga bulan lamanya,

3. Atau saya menyakiti badan / jasmani isteri saya,

4. Atau saya membiarkan (tidak mempedulikan) isteri saya enam bulan lamanya,

kemudian isteri saya tidak ridha dan mengadukan halnya ke Pengadilan Agama, dan pengaduannya itu dibenarkan serta diterima oleh Pengadilan tersebut, dan isteri saya membayar sebesar Rp. 1.000,- (seribu rupiah) sebagai ‘iwadh (pengganti) kepada saya, maka jatuhlah thalak saya satu kepadanya.” (Dikutip dari Buku Nikah)

Berdasarkan hal tersebut, sebaiknya ibu hubungi dulu suami ibu dan ingatkan kepadanya akan janji atau ikrarnya tersebut. Bila dia tidak menggubris, kemudian ibu tidak ridha (tidak menerima) sikapnya itu, maka ibu berhak mengadukan masalah ini ke Pengadilan Agama, dengan menggunakan salah satu alasan yang tertera pada shighat taklik di atas. Dalam hal ini, ibu bisa menggunakan alasan kedua (tidak memberi nafkah wajib selama tiga bulan) bila ibu tidak ridha atas perlakuan suami tersebut. Menurut saya, alasan ini sangat tepat karena dengannya ibu tidak perlu menunggu dalam waktu lama guna mendapatkan kepastian hukum, sehingga status ibu pun tidak terkatung-katung dalam waktu yang lama. Tetapi sekali lagi, semua ini tergantung apakah ibu ridha atau tidak terhadap perlakuan suami ibu.

Sebelum saya tutup, ada satu pernyataan ibu yang ingin saya koreksi, yaitu pernyataan mengenai masa ‘iddah. Dalam pertanyaan, ibu menyebutkan bahwa masa ‘iddah adalah 3 bulan 10 hari. Padahal, tidak ada masa ‘iddah seperti yang ibu sebutkan. Yang ada adalah sebagai berikut:

1. Tiga kali quru` (masa suci), bagi wanita yang diceraikan suaminya.

2. 4 bulan 10 hari, bagi wanita yang ditinggal mati suaminya.

3. Sampai melahirkan, bagi wanita yang hamil.

Masa ‘iddah ini terhitung sejak jatuhnya thalak atau sejak hari kematian suami, dan bukan sejak kepergian suami pada kasus dimana seorang wanita ditinggal pergi oleh suaminya. Demikian penjelasan dari saya, mudah-mudahan bermanfaat. Wallaahu A’lam….

Haruskah Wanita Pakai Gamis?

Oleh Saudaraku :
Fatkhurozi Khafas

Haruskah Wanita Pakai Gamis?

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Pak Ustadz, saya mau menanyakan tentang pakaian wanita:

1. Bagaimanakah menurut Islam cara berpakaian wanita; Apakah harus memakai gamis ataukah boleh menggunakan model lain asal longgar dan tidak memperlihatkan bentuk tubuh?

2. Apa yang dimaksud dengan “pakaian luar” dalam QS. An-Nuur ayat 60? Mohon penjelasannya. Terima kasih.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Petri Yanti

Jawaban:

Wa’alaikumussalam Wr. Wb.

1. Baik dalam Al-Qur`an ataupun Hadits, tidak ada nash yang secara tegas menyebutkan ketentuan model pakaian yang harus dikenakan oleh seorang wanita Muslimah, apakah harus model gamis ataukah boleh model-model lain. Yang ada hanyalah ketentuan agar wanita Muslimah mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuhnya, seperti disebutkan pada firman Allah swt.: “Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang Mukmin, hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Ahzaab [33]: 59)

Pada ayat lain, Allah swt. berfirman: “Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka atau ayah mereka…..” (QS. An-Nuur [24]: 31)

Pada kedua ayat yang sering dijadikan dalil kewajiban berjilbab tersebut, tidak disebutkan jenis atau model pakaian yang harus digunakan wanita Muslimah. Yang disebutkan hanyalah sifatnya saja, yaitu pada firman Allah: “mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuhnya” dan firman-Nya: “menutupkan kain kudung ke dadanya”. Kedua lafazh tersebut mengisyaratkan bahwa pakaian yang harus dikenakan oleh wanita Muslimah adalah pakaian yang memiliki sifat dapat menutupi lekak-lekuk tubuhnya, termasuk bagian dada. Tujuannya jelas, yaitu untuk menutupi lekak-lekuk tubuh wanita yang dikhawatirkan dapat membangkitkan hasrat laki-laki yang melihatnya sehingga akan terjadi fitnah, atau dengan kata lain agar wanita Muslimah terhindar dari fitnah (hal buruk) yang dapat menimpanya. Tujuan ini terkandung pada firman Allah: “Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu”. Jadi menurut saya, apapun jenis atau model pakaiannya dibolehkan, asalkan memiliki sifat yang dapat mewujudkan tujuan tersebut.

Sayangnya, tidak sedikit wanita Muslimah yang kurang memperhatikan hal ini. Banyak di antara mereka yang tidak memakai jilbab, bahkan bangga dengan pakaian yang serba terbuka, baik di bagian atas ataupun bawahnya. Tidak sedikit pula wanita yang mengenakan jilbab tetapi jilbabnya itu terkesan hanya formalitas semata, karena hanya menutupi kepalanya saja, sementara pakaiannya begitu ketat hingga terlihat dengan jelas lekak-lekuk tubuhnya. Karenanya, terkadang mata laki-laki lebih melotot saat melihat wanita berjilbab seperti itu ketimbang melihat wanita yang tidak berjilbab tapi mengenakan pakaian yang tidak ketat. Di sini, bukan berarti saya menganggap bahwa wanita yang tidak berjilbab itu lebih baik, akan tetapi alangkah lebih baiknya bila setiap wanita yang berjilbab juga memperhatikan hal ini, sehingga niatannya untuk mengenakan jilbab benar-benar selaras dengan tujuan disyariatkannya jilbab, seperti yang telah dijelaskan di atas. Sebagai penutup, saya ingin mengingatkan Hadits Nabi saw. yang berbunyi:

صِنْفَانِ مِنْ أَهْلِ النَّارِ لَمْ أَرَهُمَا قَوْمٌ مَعَهُمْ سِيَاطٌ كَأَذْنَابِ الْبَقَرِ يَضْرِبُونَ بِهَا النَّاسَ وَنِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ مُمِيلَاتٌ مَائِلَاتٌ رُءُوسُهُنَّ كَأَسْنِمَةِ الْبُخْتِ الْمَائِلَةِ

“Ada dua jenis penghuni neraka yang belum pernah aku lihat sebelumnya; (1) Satu kaum yang memegang cemeti yang berbentuk seperti ekor sapi lalu digunakan untuk memukul manusia lain, (2) Wanita-wanita yang berpakaian tetapi mereka terlihat seperti telanjang, mereka berlenggak-lenggok, dan kepala-kepala mereka seperti punuk unta.” (HR. Muslim)

2. Pada QS. An-Nuur (24): 60, sebenarnya tidak ada lafazh “pakaian luar”, itu hanya penafsiran. Lafazh sebenarnya adalah “tsiyaabahunna” (pakaian-pakaian mereka). Lengkapnya, ayat tersebut berbunyi: “Dan perempuan-perempuan tua yang telah terhenti (dari haid dan mengandung) yang tiada ingin kawin (lagi), tiadalah atas mereka dosa menanggalkan pakaian (pakaian luar) mereka dengan tidak (bermaksud) menampakkan perhiasan….” Para mufassir menafsirkan bahwa pakaian yang boleh ditanggalkan oleh wanita tersebut adalah pakaian yang jika dibuka, maka aurat wanita yang memakainya tidak ikut terbuka (masih tertutup). Yang termasuk katagori pakaian ini adalah mantel, jilbab dan sejenisnya. Jadi, yang dimaksud dengan pakaian tersebut bukanlah pakaian yang biasa kita istilahkan dengan “pakaian luar” (lawan pakaian dalam). Wallaahu A’lam….

negeriads.com

Kegiatan Para Pecinta Qur'an & Sunnah