APA RAHASIA KESEHATAN NABI MUHAMMAD SAW ?
“4B KIAT HIDUP SEHAT” sebagaimana yang dijalani oleh Rasululllah Saw:
1. BANYAK MINUM MADU (Q.S AN-NAHL 69) & AIR PUTIH
2. BERBEKAM 1 BULAN 1 X & BANYAK OLAHRAGA (HR.Bukhari )
3. BERFIKIR POSITIF / TIDAK BERBURUK SANGKA(Q.S.Al-Hujurat 12)
4. BANGUN MALAM UNTUK SHOLAT TAHAJJUD (Q.S. Al-Isra’ 79)
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. (Al-Ahzab 21)
1. BANYAK MINUM MADU ( AN-NAHL 69 ) & MINUM AIR PUTIH
“ kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan tempuhlah jalan Tuhanmu yang telah dimudahkan (bagimu). Dari perut lebah itu keluar minuman (MADU) yang bermacam-macam warnanya, didalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang memikirkan” (An-Nahl 69)
Ini sesuai dengan sunnah Rasul, Madu dan air Putih itu LUAR BIASA KHASIATNYA. Madu adalah obat yang menyembuhkan kata Allah didalam Al Qur’an,sudah tidak diragukan lagi keunggulannya, Subhanallah. Disamping itu madu mempunyai KEISTIMEWAAN yaitu :
• Sangat cepat diserap oleh tubuh
• Tanpa proses pencernaan
• Tidak ada ampas
• Kandungannya 60% dari darah jadi sangat cepat diserap oleh darah
• 1 sendok makan = 1 butir telur
1 kilo gram madu = 3 kg daging sapi segar
2. BERBEKAM 1 BULAN 1X & BANYAK OLAHRAGA
Imam At Tirmidzi didalam jami’nya, dari Humaid At Thawil ra, dari Anas bin Malik ra, dari Nabi Muhammad SAW beliau bersabda“ Sebaik-baik pengobatan yang kalian lakukan adalah Bekam “ (HR. Al Bukhari No. 5696 dan Muslim No. 1577, Hadits shahih menurut syarat Asy-Syaikhany. Al-Albany menshahkannya As-Silsilag Ash-Shahihah, 1053.26. Lihat pula Musnad Ahmad). Dan sabdanya lagi “ Tidak ada obat yang bisa disetarakan dengan berBekam dan mengeluarkan darah (fashd) “ Juga sabdanya lagi, “ Sesungguhnya syaitan berjalan dalam diri anak adam melalui saluran darah “. Sahabat Abdullah bin Umar ra berkata, “ Terdapat banyak manfaat dari memelihara darah “ Rasulullah SAW memuji orang yang berBekam, “ Dia membuang darah yang kotor, meringankan tubuh serta menajamkan penglihatan “
“ Jibril memberitahukan kepadaku bahwa Bekam adalah pengobatan yang paling bermanfaat bagi manusia “ ( Shahihul Jami, 218 menurut Syaikh Al-Albany).
Bekam merupakan Perawatan, Pencegahan serta Penyembuhan Penyakit yang telah dipraktekkan sendiri oleh Rasulullah SAW, sebagaimana Baginda SAW sendiri diperintahkan oleh para Malaikat ketika Beliau SAW di Isra dan di Mi’rajkan oleh Allah SWT ke Sidratul Munthaha “ Pada malam aku di Isra Mi’rajkan, aku pada waktu itu melewati sekerumunan Malaikat dan mereka berkata : Ya Muhammad anjurkan kepada umatmu untuk berBekam “ (HR. At Tirmidzi). Allah SWT mewajibkan kita satu bulan dalam setahun yaitu di Bulan Ramadhan untuk menyucikan Rohani dengan berpuasa, maka wajarlah bila Rasulullah SAW menyunahkan kita untuk berBekam satu bulan sekali bagi membersihkan Jasmani kita.
Beliau tidak pernah bermalas-malasan apalagi tidur berlebih-lebihan, Beliau selalu Aktif dan Bekerja. Nah bagi ibu-ibu rumah tangga pekerjaan sehari-hari sebenarnya juga merupakan olahraga asal dilakukan dengan hati yang senang dan ikhlas (jangan gerundel). Tapi sebaliknya, jika semua pekerjaan rumah oleh pembantu dan kita hanya duduk saja tentu tubuh juga kurang bergerak, apalagi jika tidak pernah berolahraga. Olahraga dan gerak tubuh selain menjaga kesehatan juga membuat Awet muda.
3. BERPIKIR POSITIF “TIDAK SU’UDZHON / TIDAK BERBURUK SANGKA” (AL-HUJURAT 12 )
“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebagian kamu menggunjing yang lain. Sukakah salah seorang diantara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Tobat lagi Maha Penyayang” (Al-Hujurat 12). Contonya ketika berdakwah, Rasulullah SAW pernah dihina, dicaci, disakiti, diteror oleh kaum kafir Quraisy, tapi semua itu tidak membuat Beliau kecewa, patah semangat, apalagi stress. Beliau menghadapi setiap kesulitan dengan senyum, ketika ada beban yang berat Beliau tawakal kepada Allah. Rasullah SAW selalu berfikir positif tentang sikap orang lain, melihat masalah yang ada dengan hati dan pikiran yang jernih dan tenang. Sehingga kesehatan jiwa beliau terjaga dan berpengaruh terhadap fisik. Karena kita ketahui STRESS ITU BISA MEMICU BERBAGAI PENYAKIT. Banyak hikmah yang dapat kita petik dari kiat ketiga ini, contohnya : jika diantara kita ada yang belum mendapat jodoh, berfikir positif bahwa saat ini Allah masih memberi kita kesempatan yang lebih luas untuk mengabdi kepada kedua orang tua kita. Contoh lain : ketika kita kehilangan dompet, jangan stress karena belum tentu dengan stress dompet kita akan kembali. Tapi berfikirlah tenang, berusahalah untuk mendapatkannya kembali dan mendoakan orang yang mengambilnya atau yang menemukannya semoga ia mendapat hidayah. Tenang dan jangan panik, pandanglah setiap kejadian dengan positif, mungkin kita malas sedekah atau Allah sedang menguji kesabaran kita.
4. BANGUN MALAM UNTUK SHALAT TAHAJJUD (AL-ISRA 79)
“Dan pada sebagian malam hari shalat tahajjudlah kamu sebagai ibadah tambahan bagimu. Mudah-mudahan Tuhanmu mengangkat kamu ke Tempat yang terpuji” (Al-Isra 79) Rasulullah SAW selalu menikmati bangun malam untuk shalat tahajjud. Shalat tahajjud itu dapat menenangkan jiwa, karena kondisi tenang dan hening akan membuat jiwa kita lebih khusyu dan bisa sepuasnya curhat kepada Allah SWT sekaligus merenung tanpa diganggu oleh kesibukan dan aktifitas seperti disiang hari. Jadi dari sisi kejiwaan, shalat Tahajjud membuat jiwa tenang asal dilakukan dengan keikhlasan. Selain itu gerakan-gerakan shalat yang teratur juga merupakan olahraga yang bisa menjaga KESEHATAN. Alangkah baiknya jika TIDUR DI AWAL yaitu SETELAH SHALAT ISYA (kecuali ada tamu). Jangan lagi melakukan aktifitas berat, agar saat bangun malam TUBUH KITA SUDAH SEGAR KEMBALI. Tapi sayangnya masih banyak dari kita yang tidur larut malam sehingga saat Shalat Tahajjud kondisi tubuh kita kurang segar dan mengantuk,sehingga hasil yang dicapai tidak maksimal.
“ Didalam sistem pengobatan Tuhan, kesembuhan dan kesehatan bukan hal yang utama yang di lakukan dokter-dokter pada umumnya. Tuhan dalam sistemnya, menetapkan bahwa Tuhan adalah sesuatu yang utama, dapatkan Tuhan, Insya Allah akan dapatkan segala-galanya; kesehatan, kesembuhan yang di harapkan”. (Abuya Syeikh Imam Ashari Muhammad At Tamimi).
Semoga kita menjadi hamba Allah SWT yang pandai brsyukur atas segala Ni’mat yang diberikan termasuk Kesehatan yang kita rasakan saat ini, mudah-mudahan Allah SWT selalau membimbing kita semua kepada jalan yang lurus dan Sunnah Kekasihnya Rasulullah SAW….Amin !
http://id-id.facebook.com/note.php?note_id=390389579360
Jumat, 30 April 2010
MENANGIS KRN tAKUT KPD ALLAH TA'ALA
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Tidak akan masuk neraka seseorang yang menangis karena merasa takut kepada Allah sampai susu [yang telah diperah] bisa masuk kembali ke tempat keluarnya.” (HR. Tirmidzi [1633]).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:
“Ada tujuh golongan yang akan dinaungi oleh Allah pada hari ketika tidak ada naungan kecuali naungan-Nya; [1] seorang pemimpin yang adil, [2] seorang pemuda yang tumbuh dalam [ketaatan] beribadah kepada Allah ta’ala, [3] seorang lelaki yang hatinya bergantung di masjid, [4] dua orang yang saling mencintai karena Allah; mereka berkumpul dan berpisah karena-Nya, [5] seorang lelaki yang diajak oleh seorang perempuan berkedudukan dan cantik [untuk berzina] akan tetapi dia mengatakan, ‘Sesungguhnya AKU TAKUT KEPADA ALLAH’, [6] seorang yang bersedekah secara sembunyi-sumbunyi sampai-sampai tangan kirinya tidak tahu apa yang diinfakkan oleh tangan kanannya, dan [7] seorang yang mengingat Allah di kala sendirian sehingga kedua matanya mengalirkan air mata (menangis).” (HR. Bukhari [629] dan Muslim [1031]).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:
“Ada dua buah mata yang tidak akan tersentuh api neraka; mata yang menangis karena merasa takut kepada Allah, dan mata yang berjaga-jaga di malam hari karena menjaga pertahanan kaum muslimin dalam [jihad] di jalan Allah.” (HR. Tirmidzi [1639], disahihkan Syaikh al-Albani dalam Sahih Sunan at-Tirmidzi [1338]).
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Tidak ada yang lebih dicintai oleh Allah selain dua jenis tetesan air dan dua bekas [pada tubuh]; yaitu tetesan air mata karena perasaan takut kepada Allah, dan tetesan darah yang mengalir karena berjuang [berjihad] di jalan Allah. Adapun dua bekas itu adalah; bekas/luka pada tubuh yang terjadi akibat bertempur di jalan Allah dan bekas pada tubuh yang terjadi karena mengerjakan salah satu kewajiban yang diberikan oleh Allah.” (HR. Tirmidzi [1669] disahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Sahih Sunan at-Tirmidzi [1363])
Abdullah bin Umar radhiyallahu’anhuma mengatakan:
“Sungguh, menangis karena takut kepada Allah itu jauh lebih aku sukai daripada berinfak uang seribu dinar!”.
Ka’ab bin al-Ahbar rahimahullah mengatakan:
“Sesungguhnya mengalirnya air mataku sehingga membasahi kedua pipiku karena takut kepada Allah itu lebih aku sukai daripada aku berinfak emas yang besarnya seukuran tubuhku.”
Ibnu Mas’ud radhiyallahu’anhu mengatakan;
"Suatu ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepadaku, “Bacakanlah al-Qur’an kepadaku.” Maka kukatakan kepada beliau, “Wahai Rasulullah, apakah saya bacakan al-Qur’an kepada anda sementara al-Qur’an itu diturunkan kepada anda?”. Maka beliau menjawab, “Sesungguhnya aku senang mendengarnya dibaca oleh selain diriku.” Maka akupun mulai membacakan kepadanya surat an-Nisaa’. Sampai akhirnya ketika aku telah sampai ayat ini (yang artinya), “Lalu bagaimanakah ketika Kami datangkan saksi bagi setiap umat dan Kami jadikan engkau sebagai saksi atas mereka.” (QS. an-Nisaa’ : 40). Maka beliau berkata, “Cukup, sampai di sini saja.” Lalu aku pun menoleh kepada beliau dan ternyata kedua mata beliau mengalirkan air mata.” (HR. Bukhari [4763] dan Muslim [800]).
Dari Ubaidullah bin Umair rahimahullah:
Suatu saat dia pernah bertanya kepada Aisyah radhiyallahu’anha, “Kabarkanlah kepada kami tentang sesuatu yang pernah engkau lihat yang paling membuatmu kagum pada diri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam?”. Maka ‘Asiyah pun terdiam lalu mengatakan, “Pada suatu malam, beliau (nabi) berkata, ‘Wahai Aisyah, biarkanlah malam ini aku sendirian untuk beribadah kepada Rabbku.’ Maka aku katakan, ‘Demi Allah, sesungguhnya saya sangat senang dekat dengan anda. Namun saya juga merasa senang apa yang membuat anda senang.’ Aisyah menceritakan, ‘Kemudian beliau bangkit lalu bersuci dan kemudian mengerjakan shalat.’ Aisyah berkata, ‘Beliau terus menerus menangis sampai-sampai basahlah bagian depan pakaian beliau!’. Aisyah mengatakan, ‘Ketika beliau duduk [dalam shalat] maka beliau masih terus menangis sampai-sampai jenggotnya pun basah oleh air mata!’. Aisyah melanjutkan, ‘Kemudian beliau terus menangis sampai-sampai tanah [tempat beliau shalat] pun menjadi ikut basah [karena tetesan air mata]!”. Lalu datanglah Bilal untuk mengumandangkan adzan shalat (Subuh). Ketika dia melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menangis, Bilal pun berkata, ‘Wahai Rasulullah, anda menangis? Padahal Allah telah mengampuni dosa anda yang telah berlalu maupun yang akan datang?!’. Maka Nabi pun menjawab, ‘Apakah aku tidak ingin menjadi hamba yang pandai bersyukur?! Sesungguhnya tadi malam telah turun sebuah ayat kepadaku, sungguh celaka orang yang tidak membacanya dan tidak merenungi kandungannya! Yaitu ayat (yang artinya), “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi….dst sampai selesai” (QS. Ali Imran : 190).” (HR. Ibnu Hiban [2/386] dan selainnya. Disahihkan Syaikh al-Albani dalam Sahih at-Targhib [1468] dan ash-Shahihah [68]).
Mu’adz radhiyallahu’anhu pun suatu ketika pernah menangis tersedu-sedu. Kemudian ditanyakan kepadanya:
“Apa yang membuatmu menangis?”. Maka beliau menjawab, “Karena Allah ‘azza wa jalla hanya mencabut dua jenis nyawa. Yang satu akan masuk surga dan satunya akan masuk ke dalam neraka. Sedangkan aku tidak tahu akan termasuk golongan manakah aku di antara kedua golongan itu?”.
al-Hasan al-Bashri rahimahullah pun pernah menangis, dan ditanyakan kepadanya:
“Apa yang membuatmu menangis?”. Maka beliau menjawab, “Aku khawatir besok Allah akan melemparkan diriku ke dalam neraka dan tidak memperdulikanku lagi.”
Abu Musa al-Asya’ri radhiyallahu’anhu suatu ketika memberikan khutbah di Bashrah, dan di dalam khutbahnya dia bercerita tentang neraka. Maka beliau pun menangis sampai-sampai air matanya membasahi mimbar! Dan pada hari itu orang-orang (yang mendengarkan) pun menangis dengan tangisan yang amat dalam.
Abu Hurairah radhiyallahu’anhu menangis pada saat sakitnya [menjelang ajal]. Maka ditanyakan kepadanya:
“Apa yang membuatmu menangis?!”. Maka beliau menjawab, “Aku bukan menangis gara-gara dunia kalian [yang akan kutinggalkan] ini. Namun, aku menangis karena jauhnya perjalanan yang akan aku lalui sedangkan bekalku teramat sedikit, sementara bisa jadi nanti sore aku harus mendaki jalan ke surga atau neraka, dan aku tidak tahu akan ke manakah digiring diriku nanti?”.
Suatu malam al-Hasan al-Bashri rahimahullah terbangun dari tidurnya lalu menangis sampai-sampai tangisannya membuat segenap penghuni rumah kaget dan terbangun. Maka mereka pun bertanya mengenai keadaan dirinya, dia menjawab:
“Aku teringat akan sebuah dosaku, maka aku pun menangis.”
Saya [penyusun artikel] berkata: Kalau al-Hasan al-Bashri saja menangis sedemikian keras karena satu dosa yang diperbuatnya, lalu bagaimanakah lagi dengan orang yang mengingat bahwa jumlah dosanya tidak dapat lagi dihitung dengan jari tangan dan jari kaki? Laa haula wa laa quwwata illa billah! Alangkah jauhnya akhlak kita dibandingkan dengan akhlak para salafush shalih? Beginikah seorang salafi, wahai saudaraku? Tidakkah dosamu membuatmu menangis dan bertaubat kepada Rabbmu? “Apakah mereka tidak mau bertaubat kepada Allah dan meminta ampunan kepada-Nya? Sementara Allah Maha pengampun lagi Maha penyayang.” (lihat QS. al-Maa’idah : 74). Aina nahnu min haa’ulaa’i? Aina nahnu min akhlagis salaf? Ya akhi, jadilah salafi sejati!
Disarikan dari al-Buka’ min Khas-yatillah, asbabuhu wa mawani’uhu wa thuruq tahshilihi, hal. 4-13 karya Abu Thariq Ihsan bin Muhammad bin ‘Ayish al-’Utaibi, tanpa penerbit, berupa file word.
http://abu0mushlih.wordpress.com/2009/01/05/menangis-karena-takut-kepada-allah/
“Tidak akan masuk neraka seseorang yang menangis karena merasa takut kepada Allah sampai susu [yang telah diperah] bisa masuk kembali ke tempat keluarnya.” (HR. Tirmidzi [1633]).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:
“Ada tujuh golongan yang akan dinaungi oleh Allah pada hari ketika tidak ada naungan kecuali naungan-Nya; [1] seorang pemimpin yang adil, [2] seorang pemuda yang tumbuh dalam [ketaatan] beribadah kepada Allah ta’ala, [3] seorang lelaki yang hatinya bergantung di masjid, [4] dua orang yang saling mencintai karena Allah; mereka berkumpul dan berpisah karena-Nya, [5] seorang lelaki yang diajak oleh seorang perempuan berkedudukan dan cantik [untuk berzina] akan tetapi dia mengatakan, ‘Sesungguhnya AKU TAKUT KEPADA ALLAH’, [6] seorang yang bersedekah secara sembunyi-sumbunyi sampai-sampai tangan kirinya tidak tahu apa yang diinfakkan oleh tangan kanannya, dan [7] seorang yang mengingat Allah di kala sendirian sehingga kedua matanya mengalirkan air mata (menangis).” (HR. Bukhari [629] dan Muslim [1031]).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:
“Ada dua buah mata yang tidak akan tersentuh api neraka; mata yang menangis karena merasa takut kepada Allah, dan mata yang berjaga-jaga di malam hari karena menjaga pertahanan kaum muslimin dalam [jihad] di jalan Allah.” (HR. Tirmidzi [1639], disahihkan Syaikh al-Albani dalam Sahih Sunan at-Tirmidzi [1338]).
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Tidak ada yang lebih dicintai oleh Allah selain dua jenis tetesan air dan dua bekas [pada tubuh]; yaitu tetesan air mata karena perasaan takut kepada Allah, dan tetesan darah yang mengalir karena berjuang [berjihad] di jalan Allah. Adapun dua bekas itu adalah; bekas/luka pada tubuh yang terjadi akibat bertempur di jalan Allah dan bekas pada tubuh yang terjadi karena mengerjakan salah satu kewajiban yang diberikan oleh Allah.” (HR. Tirmidzi [1669] disahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Sahih Sunan at-Tirmidzi [1363])
Abdullah bin Umar radhiyallahu’anhuma mengatakan:
“Sungguh, menangis karena takut kepada Allah itu jauh lebih aku sukai daripada berinfak uang seribu dinar!”.
Ka’ab bin al-Ahbar rahimahullah mengatakan:
“Sesungguhnya mengalirnya air mataku sehingga membasahi kedua pipiku karena takut kepada Allah itu lebih aku sukai daripada aku berinfak emas yang besarnya seukuran tubuhku.”
Ibnu Mas’ud radhiyallahu’anhu mengatakan;
"Suatu ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepadaku, “Bacakanlah al-Qur’an kepadaku.” Maka kukatakan kepada beliau, “Wahai Rasulullah, apakah saya bacakan al-Qur’an kepada anda sementara al-Qur’an itu diturunkan kepada anda?”. Maka beliau menjawab, “Sesungguhnya aku senang mendengarnya dibaca oleh selain diriku.” Maka akupun mulai membacakan kepadanya surat an-Nisaa’. Sampai akhirnya ketika aku telah sampai ayat ini (yang artinya), “Lalu bagaimanakah ketika Kami datangkan saksi bagi setiap umat dan Kami jadikan engkau sebagai saksi atas mereka.” (QS. an-Nisaa’ : 40). Maka beliau berkata, “Cukup, sampai di sini saja.” Lalu aku pun menoleh kepada beliau dan ternyata kedua mata beliau mengalirkan air mata.” (HR. Bukhari [4763] dan Muslim [800]).
Dari Ubaidullah bin Umair rahimahullah:
Suatu saat dia pernah bertanya kepada Aisyah radhiyallahu’anha, “Kabarkanlah kepada kami tentang sesuatu yang pernah engkau lihat yang paling membuatmu kagum pada diri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam?”. Maka ‘Asiyah pun terdiam lalu mengatakan, “Pada suatu malam, beliau (nabi) berkata, ‘Wahai Aisyah, biarkanlah malam ini aku sendirian untuk beribadah kepada Rabbku.’ Maka aku katakan, ‘Demi Allah, sesungguhnya saya sangat senang dekat dengan anda. Namun saya juga merasa senang apa yang membuat anda senang.’ Aisyah menceritakan, ‘Kemudian beliau bangkit lalu bersuci dan kemudian mengerjakan shalat.’ Aisyah berkata, ‘Beliau terus menerus menangis sampai-sampai basahlah bagian depan pakaian beliau!’. Aisyah mengatakan, ‘Ketika beliau duduk [dalam shalat] maka beliau masih terus menangis sampai-sampai jenggotnya pun basah oleh air mata!’. Aisyah melanjutkan, ‘Kemudian beliau terus menangis sampai-sampai tanah [tempat beliau shalat] pun menjadi ikut basah [karena tetesan air mata]!”. Lalu datanglah Bilal untuk mengumandangkan adzan shalat (Subuh). Ketika dia melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menangis, Bilal pun berkata, ‘Wahai Rasulullah, anda menangis? Padahal Allah telah mengampuni dosa anda yang telah berlalu maupun yang akan datang?!’. Maka Nabi pun menjawab, ‘Apakah aku tidak ingin menjadi hamba yang pandai bersyukur?! Sesungguhnya tadi malam telah turun sebuah ayat kepadaku, sungguh celaka orang yang tidak membacanya dan tidak merenungi kandungannya! Yaitu ayat (yang artinya), “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi….dst sampai selesai” (QS. Ali Imran : 190).” (HR. Ibnu Hiban [2/386] dan selainnya. Disahihkan Syaikh al-Albani dalam Sahih at-Targhib [1468] dan ash-Shahihah [68]).
Mu’adz radhiyallahu’anhu pun suatu ketika pernah menangis tersedu-sedu. Kemudian ditanyakan kepadanya:
“Apa yang membuatmu menangis?”. Maka beliau menjawab, “Karena Allah ‘azza wa jalla hanya mencabut dua jenis nyawa. Yang satu akan masuk surga dan satunya akan masuk ke dalam neraka. Sedangkan aku tidak tahu akan termasuk golongan manakah aku di antara kedua golongan itu?”.
al-Hasan al-Bashri rahimahullah pun pernah menangis, dan ditanyakan kepadanya:
“Apa yang membuatmu menangis?”. Maka beliau menjawab, “Aku khawatir besok Allah akan melemparkan diriku ke dalam neraka dan tidak memperdulikanku lagi.”
Abu Musa al-Asya’ri radhiyallahu’anhu suatu ketika memberikan khutbah di Bashrah, dan di dalam khutbahnya dia bercerita tentang neraka. Maka beliau pun menangis sampai-sampai air matanya membasahi mimbar! Dan pada hari itu orang-orang (yang mendengarkan) pun menangis dengan tangisan yang amat dalam.
Abu Hurairah radhiyallahu’anhu menangis pada saat sakitnya [menjelang ajal]. Maka ditanyakan kepadanya:
“Apa yang membuatmu menangis?!”. Maka beliau menjawab, “Aku bukan menangis gara-gara dunia kalian [yang akan kutinggalkan] ini. Namun, aku menangis karena jauhnya perjalanan yang akan aku lalui sedangkan bekalku teramat sedikit, sementara bisa jadi nanti sore aku harus mendaki jalan ke surga atau neraka, dan aku tidak tahu akan ke manakah digiring diriku nanti?”.
Suatu malam al-Hasan al-Bashri rahimahullah terbangun dari tidurnya lalu menangis sampai-sampai tangisannya membuat segenap penghuni rumah kaget dan terbangun. Maka mereka pun bertanya mengenai keadaan dirinya, dia menjawab:
“Aku teringat akan sebuah dosaku, maka aku pun menangis.”
Saya [penyusun artikel] berkata: Kalau al-Hasan al-Bashri saja menangis sedemikian keras karena satu dosa yang diperbuatnya, lalu bagaimanakah lagi dengan orang yang mengingat bahwa jumlah dosanya tidak dapat lagi dihitung dengan jari tangan dan jari kaki? Laa haula wa laa quwwata illa billah! Alangkah jauhnya akhlak kita dibandingkan dengan akhlak para salafush shalih? Beginikah seorang salafi, wahai saudaraku? Tidakkah dosamu membuatmu menangis dan bertaubat kepada Rabbmu? “Apakah mereka tidak mau bertaubat kepada Allah dan meminta ampunan kepada-Nya? Sementara Allah Maha pengampun lagi Maha penyayang.” (lihat QS. al-Maa’idah : 74). Aina nahnu min haa’ulaa’i? Aina nahnu min akhlagis salaf? Ya akhi, jadilah salafi sejati!
Disarikan dari al-Buka’ min Khas-yatillah, asbabuhu wa mawani’uhu wa thuruq tahshilihi, hal. 4-13 karya Abu Thariq Ihsan bin Muhammad bin ‘Ayish al-’Utaibi, tanpa penerbit, berupa file word.
http://abu0mushlih.wordpress.com/2009/01/05/menangis-karena-takut-kepada-allah/
Suamiku Ingin Merebut Kembali Mahar Perkawinan
Suamiku Ingin Merebut Kembali Mahar Perkawinan
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Ustadz, sebelumnya saya minta maaf bila kata-kata saya terlalu “to the point”. Hal itu disebabkan karena saya tidak bisa merangkai kata-kata yang indah. Begini Pak Ustadz, saya terpaksa bercerai dengan suami saya karena dia telah pergi meninggalkan saya dan anak-anak demi wanita lain. Namun, dia mengajukan banding karena tidak puas dengan putusan hakim. Yang menjadi keberatannya adalah masalah “mahar”.
Pernikahan saya yang berujung pada perceraian ini merupakan pernikahan saya yang kedua kali dengannya. Sebelumnya saya pernah menikah dengannya, tepatnya pada tahun 1998. Alhamdulillah, kami dikaruniai 3 orang anak. Tapi karena sifatnya temperamental dan sering main perempuan, akhirnya kami pun bercerai pada tahun 2006. Pada perceraian kami yang pertama itu, ada satu hal yang unik. Saya tidak memperoleh nafkah iddah dan juga nafkah untuk anak-anak. Bahkan pembagian harta gono-gini mengalami proses yang rumit dan panjang.
Rumah yang kami tempati adalah rumah yang kami beli dari Mr. A setelah anak pertama kali lahir. Akan tetapi setelah sekian lama dibeli, sertifikat rumah itu belum juga dibalik-namakan olehnya, sehingga saya tidak bisa menuntut rumah itu sebagai harta gono-gini. Dia berkilah bahwa rumah itu bukan rumahnya, buktinya sertifikat rumah itu bukan atas namanya. Bahkan, sepertinya dia telah bersekongkol dengan mantan pemilik rumah itu, karena mantan pemilik rumah itu mengatakan bahwa suami saya hanya menumpang di rumahnya (ada pernyataan tertulis dari Mr. A). Hakim juga tidak memutuskan rumah tersebut milik siapa, karena suami saya sendiri tidak mengakui bahwa rumah tersebut sebagai miliknya. Saya sendiri tidak dapat membuktikan kebenarannya karena semua surat berharga disimpan oleh suami saya.
Setelah terjadi perceraian, saya dan anak-anak kembali ke rumah orangtua saya di Sumatera. Semua nafkah anak ditanggung oleh orangtua saya. Sementara suami saya dengan sukacitanya bisa menempati rumah itu bersama wanita lain yang dinikahinya secara sirri.
Awal tahun 2009, anak-anak ingin pergi berlibur ke Jakarta. Kebetulan saya memiliki saudara yang juga tinggal di Jakarta. Sebelum kami berangkat, orangtua saya berpesan kepada saya: “Coba hubungi ayah anak-anak, siapa tahu hati dan pikirannya terbuka saat melihat anak-anaknya yang sudah sekian lama tidak pernah dia temui dan dia nafkahi.”
Sesampainya di Jakarta, saya pun menghubungi dia. Dari sinilah, anak-anak saya dapat bertemu kembali dengan ayahnya, bahkan hampir setiap hari. Mau ga mau, saya juga bertemu dengannya, karena anak-anak tidak mau bertemu dengan ayahnya kalau tidak ditemani oleh saya. Dia pun membawa anak-anak ke rumahnya, rumah yang dulu kami tempati bersama. Kebetulan menurutnya, dia sudah berpisah dengan isteri sirrinya.
Waktu liburan tidak lama, anak-anak pun harus kembali ke sekolah. Sebelum kami pulang ke Sumatera, mantan suami saya itu mengajak saya untuk bersatu kembali, katanya demi anak-anak. Saya tidak langsung mengiyakan, bahkan saya meminta dia untuk memikirkan kembali niatannya itu. Tetapi dia terus mengejar saya. Bahkan setiap hari, dia selalu menelpon saya. Dia meminta maaf kepada saya dan mengakui semua kesalahan yang pernah dia lakukan dulu, lalu dia berjanji tidak akan mengulanginya lagi. Bahkan dia bersedia memberikan rumah yang dia tempati itu sebagai maskawin atau mahar untuk saya.
Akhirnya kami pun menikah kembali pada akhir Maret 2009 dengan maskawin sebuah rumah (tercatat dalam buku nikah). Namun sayangnya, baru dua minggu usia pernikahan kami, penyakit lama suami saya kambuh lagi. Dia berhubungan kembali dengan mantan isteri sirrinya itu. Bahkan 2 minggu kemudian, suami saya benar-benar pergi meninggalkan rumah dan tinggal bersama wanita tersebut. Saya sudah berusaha menyadarkan dan merayunya agar dia mau kembali, tapi dia malah mengatakan bahwa dia salah mengambil keputusan saat menikah lagi dengan saya. Katanya, dia tidak bisa berpisah dari wanita itu, lalu dia mengirim SMS yang isinya dia menceraikan saya.
Setelah 6 bulan menunggu, akhirnya saya mengajukan gugatan cerai ke pengadilan dengan proses yang cukup lama (sekitar 6 bulan). Hakim pun mengabulkan gugatan cerai saya, lalu dia menetapkan bahwa rumah itu menjadi milik saya karena sudah dijadikan maskawin.
Seperti yang saya sebutkan di awal, suami saya merasa keberatan dengan keputusan hakim tersebut. Dia mengatakan bahwa dia tidak pernah memberikan rumah itu kepada saya karena rumah itu bukan miliknya. Padahal pada persidangan cerai, saya berhasil menemui Mr. A (si penjual rumah) dan mendapat pernyataan darinya bahwa rumah itu memang sudah dibeli oleh suami saya.
Sekarang suami saya sudah mengajukan memori banding ke PTA, lalu dia menemui Mr. A guna meminta agar Mr. A mau mencabut kembali pernyataannya yang mengatakan bahwa rumah itu sudah dibeli oleh suami saya. Saat ini, saya benar-benar mendapat tekanan dari dua pihak; pertama adalah dari suami saya yang mengajukan banding ke PTA dan mengklaim bahwa saya tidak berhak atas rumah itu, dan kedua adalah dari Mr. A yang menuduh saya telah menempati rumahnya tanpa izin. Lalu dia meminta saya untuk segera meninggalkan rumah itu, kalau tidak, dia akan menuntut saya dengan tuntutan pidana.
Pak Ustadz, saya benar-benar merasa tertekan dalam menghadapi masalah ini, walaupun saya tidak lupa untuk selalu memohon kepada ALLAH swt. agar Dia meringankan beban saya ini. Saya juga membutuhkan pencerahan dari Pak Ustadz. Langkah apa yang perlu saya lakukan? Lalu bagaimana pendapat Pak Ustadz mengenai status rumah tersebut?
Atas pencerahan dan penjelasan yang Ustadz berikan, saya ucapkan banyak terima kasih.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
A-
Jawaban:
Wa’alaikumussalam Wr. Wb.
Saudariku yang terhormat, pertama saya ingin mengucapkan prihatin atas musibah yang menimpa Anda. Mudah-mudahan Anda diberi ketabahan dalam menghadapinya serta diberi kemudahan dan jalan keluar yang terbaik, amin. Dari cerita Anda yang cukup panjang dan mendetail itu, saya bisa membayangkan betapa tertekan dan terpukulnya hati Anda. “Sudah jatuh tertimpa tangga”, nampaknya itulah pepatah yang tepat untuk menggambarkan kondisi yang sedang Anda alami. Sebab, di samping harus menanggung rasa sakit akibat perlakuan suami yang tidak bertanggung jawab itu, Anda juga dihadapkan pada kasus perebutan rumah yang secara hukum telah menjadi milik Anda.
Saudariku, karena apa yang Anda sampaikan lebih banyak curhatnya daripada pertanyaan atau permohonan penjelasan, maka jawaban yang saya berikan pun tidak terlalu panjang. Namun demikian, saya berharap jawaban yang saya berikan ini dapat menjadi pencerahan bagi Anda dalam menghadapi masalah tersebut.
Bila ditinjau dari hukum Islam, rumah tersebut jelas telah menjadi milik Anda karena ia telah dijadikan sebagai maskawin untuk Anda. Sebagaimana diketahui, maskawin atau mahar merupakan kewajiban yang harus diberikan oleh seorang laki-laki kepada wanita yang dinikahinya, seperti yang difirmankan ALLAH swt.: “Dan berikanlah maskawin (mahar) kepada perempuan (yang kamu nikahi) sebagai pemberian yang penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari (maskawin) itu dengan senang hati, maka terimalah dan nikmatilah pemberian itu dengan senang hati.” (QS. Ali ‘Imran [4]: 4) Bila maskawin itu tidak dibayarkan oleh suami, maka ia akan menjadi hutang baginya sampai kapanpun kecuali bila sang isteri mengikhlaskannya.
Jadi, baik menurut agama ataupun hukum, ibu bisa menang, apalagi pernyataan bahwa rumah itu dijadikan mahar tertulis di buku nikah. Buku nikah merupakan bukti yang kuat di pengadilan. Inilah yang dijadikan landasan hukum bagi hakim di pengadilan agama untuk menetapkan keputusan bahwa rumah itu telah menjadi milik Anda. Mudah-mudahan hal ini juga akan menjadi bahan pertimbangan oleh hakim di PTA nanti, amin.
Saudariku, menurut saya apa yang sedang dilakukan oleh suami ibu dengan meminta kepada Mr. A hanyalah rekayasa belaka. Dia berusaha untuk mencari celah agar rumah itu menjadi miliknya lagi, baik dengan memberikan kesaksian (sumpah) palsu ataupun membuat bukti palsu. Hal seperti itu bukan merupakan hal baru, tetapi sudah ada sejak zaman Nabi Yusuf (Lihat tulisan saya yang berjudul “Budaya Sumpah dan Kesaksian Palsu”, dengan mengklik link berikut: http://media-silaturahim.blogspot.com/2009/11/budaya-sumpah-dan-kesaksian-palsu.html ). Apalagi pada zaman sekarang ini, hal seperti itu sudah tidak asing lagi, bahkan ada di mana-mana, terutama di dunia peradilan. Keadilan seakan-akan sudah menjadi hal yang tidak penting lagi, yang penting adalah uang dan kepentingan.
Jadi saran saya, menghadapi hal seperti itu, serahkan sepenuhnya kepada ALLAH. Biarlah ALLAH yang mengaturnya, karena memang hanya Dia-lah Yang Maha Mengatur dan Maha Kuasa. Sering-seringlah shalat Hajat dan Dhuha. Kemudian berdoalah kepada-Nya dengan penuh kekhusyuan, usahakan sampai meneteskan air mata. Yakinlah bahwa bila kita memohon dengan sungguh-sungguh kepada ALLAH swt., insya ALLAH ALLAH akan mengabulkannya. Kemudian, banyak-banyaklah berdzikir dan memohon ampunan kepada-Nya. Bacalah kalimat berikut ini "Laailaaha illaa Anta, Subhaanaka innii kuntu minazh-zhaalimiin” (Ya Allah, tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Engkau, Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku termasuk ke dalam golongan orang-orang yang zhalim). Kalau bisa, baca terus kalimat tersebut, dimanapun Anda berada, termasuk saat berada di kendaraan, kecuali di kamar mandi atau toilet. Usahakan jangan berhenti berdzikir kepada ALLAH, insya ALLAH hati akan tenang dan hidup kita akan selalu dibimbing oleh ALLAH swt.
Bila Anda mau mengikuti saran saya ini, insya ALLAH Anda akan merasakan kebahagiaan dan ketenangan sejati, walau apapun keputusan pengadilan nanti. Bahkan, mudah-mudahan Anda diberi jalan yang terbaik oleh ALLAH swt….Wallaahu A’lam…..
Source: www.mediasilaturahim.com
www.media-silaturahim.blogspot.com
Info: Ingin mengikuti umrah + kajian di Akhir Ramadhan (28 Agustus – 10 September 2010) bersama Ust. Fatkhurozi Khafas, MA, lihat infonya dengan mengklik link berikut: http://www.ziddu.com/download/9582867/BrosurUmroh.pdf.html
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Ustadz, sebelumnya saya minta maaf bila kata-kata saya terlalu “to the point”. Hal itu disebabkan karena saya tidak bisa merangkai kata-kata yang indah. Begini Pak Ustadz, saya terpaksa bercerai dengan suami saya karena dia telah pergi meninggalkan saya dan anak-anak demi wanita lain. Namun, dia mengajukan banding karena tidak puas dengan putusan hakim. Yang menjadi keberatannya adalah masalah “mahar”.
Pernikahan saya yang berujung pada perceraian ini merupakan pernikahan saya yang kedua kali dengannya. Sebelumnya saya pernah menikah dengannya, tepatnya pada tahun 1998. Alhamdulillah, kami dikaruniai 3 orang anak. Tapi karena sifatnya temperamental dan sering main perempuan, akhirnya kami pun bercerai pada tahun 2006. Pada perceraian kami yang pertama itu, ada satu hal yang unik. Saya tidak memperoleh nafkah iddah dan juga nafkah untuk anak-anak. Bahkan pembagian harta gono-gini mengalami proses yang rumit dan panjang.
Rumah yang kami tempati adalah rumah yang kami beli dari Mr. A setelah anak pertama kali lahir. Akan tetapi setelah sekian lama dibeli, sertifikat rumah itu belum juga dibalik-namakan olehnya, sehingga saya tidak bisa menuntut rumah itu sebagai harta gono-gini. Dia berkilah bahwa rumah itu bukan rumahnya, buktinya sertifikat rumah itu bukan atas namanya. Bahkan, sepertinya dia telah bersekongkol dengan mantan pemilik rumah itu, karena mantan pemilik rumah itu mengatakan bahwa suami saya hanya menumpang di rumahnya (ada pernyataan tertulis dari Mr. A). Hakim juga tidak memutuskan rumah tersebut milik siapa, karena suami saya sendiri tidak mengakui bahwa rumah tersebut sebagai miliknya. Saya sendiri tidak dapat membuktikan kebenarannya karena semua surat berharga disimpan oleh suami saya.
Setelah terjadi perceraian, saya dan anak-anak kembali ke rumah orangtua saya di Sumatera. Semua nafkah anak ditanggung oleh orangtua saya. Sementara suami saya dengan sukacitanya bisa menempati rumah itu bersama wanita lain yang dinikahinya secara sirri.
Awal tahun 2009, anak-anak ingin pergi berlibur ke Jakarta. Kebetulan saya memiliki saudara yang juga tinggal di Jakarta. Sebelum kami berangkat, orangtua saya berpesan kepada saya: “Coba hubungi ayah anak-anak, siapa tahu hati dan pikirannya terbuka saat melihat anak-anaknya yang sudah sekian lama tidak pernah dia temui dan dia nafkahi.”
Sesampainya di Jakarta, saya pun menghubungi dia. Dari sinilah, anak-anak saya dapat bertemu kembali dengan ayahnya, bahkan hampir setiap hari. Mau ga mau, saya juga bertemu dengannya, karena anak-anak tidak mau bertemu dengan ayahnya kalau tidak ditemani oleh saya. Dia pun membawa anak-anak ke rumahnya, rumah yang dulu kami tempati bersama. Kebetulan menurutnya, dia sudah berpisah dengan isteri sirrinya.
Waktu liburan tidak lama, anak-anak pun harus kembali ke sekolah. Sebelum kami pulang ke Sumatera, mantan suami saya itu mengajak saya untuk bersatu kembali, katanya demi anak-anak. Saya tidak langsung mengiyakan, bahkan saya meminta dia untuk memikirkan kembali niatannya itu. Tetapi dia terus mengejar saya. Bahkan setiap hari, dia selalu menelpon saya. Dia meminta maaf kepada saya dan mengakui semua kesalahan yang pernah dia lakukan dulu, lalu dia berjanji tidak akan mengulanginya lagi. Bahkan dia bersedia memberikan rumah yang dia tempati itu sebagai maskawin atau mahar untuk saya.
Akhirnya kami pun menikah kembali pada akhir Maret 2009 dengan maskawin sebuah rumah (tercatat dalam buku nikah). Namun sayangnya, baru dua minggu usia pernikahan kami, penyakit lama suami saya kambuh lagi. Dia berhubungan kembali dengan mantan isteri sirrinya itu. Bahkan 2 minggu kemudian, suami saya benar-benar pergi meninggalkan rumah dan tinggal bersama wanita tersebut. Saya sudah berusaha menyadarkan dan merayunya agar dia mau kembali, tapi dia malah mengatakan bahwa dia salah mengambil keputusan saat menikah lagi dengan saya. Katanya, dia tidak bisa berpisah dari wanita itu, lalu dia mengirim SMS yang isinya dia menceraikan saya.
Setelah 6 bulan menunggu, akhirnya saya mengajukan gugatan cerai ke pengadilan dengan proses yang cukup lama (sekitar 6 bulan). Hakim pun mengabulkan gugatan cerai saya, lalu dia menetapkan bahwa rumah itu menjadi milik saya karena sudah dijadikan maskawin.
Seperti yang saya sebutkan di awal, suami saya merasa keberatan dengan keputusan hakim tersebut. Dia mengatakan bahwa dia tidak pernah memberikan rumah itu kepada saya karena rumah itu bukan miliknya. Padahal pada persidangan cerai, saya berhasil menemui Mr. A (si penjual rumah) dan mendapat pernyataan darinya bahwa rumah itu memang sudah dibeli oleh suami saya.
Sekarang suami saya sudah mengajukan memori banding ke PTA, lalu dia menemui Mr. A guna meminta agar Mr. A mau mencabut kembali pernyataannya yang mengatakan bahwa rumah itu sudah dibeli oleh suami saya. Saat ini, saya benar-benar mendapat tekanan dari dua pihak; pertama adalah dari suami saya yang mengajukan banding ke PTA dan mengklaim bahwa saya tidak berhak atas rumah itu, dan kedua adalah dari Mr. A yang menuduh saya telah menempati rumahnya tanpa izin. Lalu dia meminta saya untuk segera meninggalkan rumah itu, kalau tidak, dia akan menuntut saya dengan tuntutan pidana.
Pak Ustadz, saya benar-benar merasa tertekan dalam menghadapi masalah ini, walaupun saya tidak lupa untuk selalu memohon kepada ALLAH swt. agar Dia meringankan beban saya ini. Saya juga membutuhkan pencerahan dari Pak Ustadz. Langkah apa yang perlu saya lakukan? Lalu bagaimana pendapat Pak Ustadz mengenai status rumah tersebut?
Atas pencerahan dan penjelasan yang Ustadz berikan, saya ucapkan banyak terima kasih.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
A-
Jawaban:
Wa’alaikumussalam Wr. Wb.
Saudariku yang terhormat, pertama saya ingin mengucapkan prihatin atas musibah yang menimpa Anda. Mudah-mudahan Anda diberi ketabahan dalam menghadapinya serta diberi kemudahan dan jalan keluar yang terbaik, amin. Dari cerita Anda yang cukup panjang dan mendetail itu, saya bisa membayangkan betapa tertekan dan terpukulnya hati Anda. “Sudah jatuh tertimpa tangga”, nampaknya itulah pepatah yang tepat untuk menggambarkan kondisi yang sedang Anda alami. Sebab, di samping harus menanggung rasa sakit akibat perlakuan suami yang tidak bertanggung jawab itu, Anda juga dihadapkan pada kasus perebutan rumah yang secara hukum telah menjadi milik Anda.
Saudariku, karena apa yang Anda sampaikan lebih banyak curhatnya daripada pertanyaan atau permohonan penjelasan, maka jawaban yang saya berikan pun tidak terlalu panjang. Namun demikian, saya berharap jawaban yang saya berikan ini dapat menjadi pencerahan bagi Anda dalam menghadapi masalah tersebut.
Bila ditinjau dari hukum Islam, rumah tersebut jelas telah menjadi milik Anda karena ia telah dijadikan sebagai maskawin untuk Anda. Sebagaimana diketahui, maskawin atau mahar merupakan kewajiban yang harus diberikan oleh seorang laki-laki kepada wanita yang dinikahinya, seperti yang difirmankan ALLAH swt.: “Dan berikanlah maskawin (mahar) kepada perempuan (yang kamu nikahi) sebagai pemberian yang penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari (maskawin) itu dengan senang hati, maka terimalah dan nikmatilah pemberian itu dengan senang hati.” (QS. Ali ‘Imran [4]: 4) Bila maskawin itu tidak dibayarkan oleh suami, maka ia akan menjadi hutang baginya sampai kapanpun kecuali bila sang isteri mengikhlaskannya.
Jadi, baik menurut agama ataupun hukum, ibu bisa menang, apalagi pernyataan bahwa rumah itu dijadikan mahar tertulis di buku nikah. Buku nikah merupakan bukti yang kuat di pengadilan. Inilah yang dijadikan landasan hukum bagi hakim di pengadilan agama untuk menetapkan keputusan bahwa rumah itu telah menjadi milik Anda. Mudah-mudahan hal ini juga akan menjadi bahan pertimbangan oleh hakim di PTA nanti, amin.
Saudariku, menurut saya apa yang sedang dilakukan oleh suami ibu dengan meminta kepada Mr. A hanyalah rekayasa belaka. Dia berusaha untuk mencari celah agar rumah itu menjadi miliknya lagi, baik dengan memberikan kesaksian (sumpah) palsu ataupun membuat bukti palsu. Hal seperti itu bukan merupakan hal baru, tetapi sudah ada sejak zaman Nabi Yusuf (Lihat tulisan saya yang berjudul “Budaya Sumpah dan Kesaksian Palsu”, dengan mengklik link berikut: http://media-silaturahim.blogspot.com/2009/11/budaya-sumpah-dan-kesaksian-palsu.html ). Apalagi pada zaman sekarang ini, hal seperti itu sudah tidak asing lagi, bahkan ada di mana-mana, terutama di dunia peradilan. Keadilan seakan-akan sudah menjadi hal yang tidak penting lagi, yang penting adalah uang dan kepentingan.
Jadi saran saya, menghadapi hal seperti itu, serahkan sepenuhnya kepada ALLAH. Biarlah ALLAH yang mengaturnya, karena memang hanya Dia-lah Yang Maha Mengatur dan Maha Kuasa. Sering-seringlah shalat Hajat dan Dhuha. Kemudian berdoalah kepada-Nya dengan penuh kekhusyuan, usahakan sampai meneteskan air mata. Yakinlah bahwa bila kita memohon dengan sungguh-sungguh kepada ALLAH swt., insya ALLAH ALLAH akan mengabulkannya. Kemudian, banyak-banyaklah berdzikir dan memohon ampunan kepada-Nya. Bacalah kalimat berikut ini "Laailaaha illaa Anta, Subhaanaka innii kuntu minazh-zhaalimiin” (Ya Allah, tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Engkau, Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku termasuk ke dalam golongan orang-orang yang zhalim). Kalau bisa, baca terus kalimat tersebut, dimanapun Anda berada, termasuk saat berada di kendaraan, kecuali di kamar mandi atau toilet. Usahakan jangan berhenti berdzikir kepada ALLAH, insya ALLAH hati akan tenang dan hidup kita akan selalu dibimbing oleh ALLAH swt.
Bila Anda mau mengikuti saran saya ini, insya ALLAH Anda akan merasakan kebahagiaan dan ketenangan sejati, walau apapun keputusan pengadilan nanti. Bahkan, mudah-mudahan Anda diberi jalan yang terbaik oleh ALLAH swt….Wallaahu A’lam…..
Source: www.mediasilaturahim.com
www.media-silaturahim.blogspot.com
Info: Ingin mengikuti umrah + kajian di Akhir Ramadhan (28 Agustus – 10 September 2010) bersama Ust. Fatkhurozi Khafas, MA, lihat infonya dengan mengklik link berikut: http://www.ziddu.com/download/9582867/BrosurUmroh.pdf.html
Langganan:
Postingan (Atom)