Afwan Ustad, saya mau curhat. ustad, saya sedang merasa dizhalimi oleh salah seorang akhwat. Dia seorang yang faham ilmu agama, hafidz al-Qur'an, dan keturunan ulama besar di Jawa.
Kami pernah terlibat perselisihan dalam urusan dunia yang cukup rumit. Dulu, suami saya adalah calon suami wanita tersebut. Sampai sekarang, dia merasa sakit hati karena suami lebih memilih saya daripada dia. Alasan suami tidak memilih dia adalah karena pernah dihina oleh orangtuanya yang merasa mereka adalah keluarga ulama besar, sementara suami hanya dari keturunan ulama kampung. Keluarganya mengatakan bahwa mereka tidak mungkin jadi keluarga karena ada perbedaan strata sosial. Karena itulah, suami saya memilih untuk mundur dan meminang saya.
Ustadz, saya hanyalah wanita umum yang tidak faham agama dengan baik, bukan penghafal al-Qur'an dan bukan pula lulusan pesantren. Terus terang, saya sangat tersanjung karena suami telah memilih saya. Namun, masalah terus berlanjut. Wanita tersebut tidak terima karena suami saya telah meninggalkan dia. Dia selalu menyindir saya dan selalu mengganggu suami lewat sms dan telpon. Bahkan, dia pernah mengajak suami saya untuk bertemu di satu tempat tertentu tanpa sepengetahuan saya. Sebenarnya saya sakit hati terhadap wanita tersebut, tapi saya berusaha untuk tidak membencinya. Ironisnya lagi, dia malah menceritakan hal bohong kepada orang lain dan memfitnah saya.
Ustadz, apakah neraka itu hanya untuk orang-orang seperti saya yang bukan penghafal al-Qur'an? Apakah orang seperti saya tidak pantas di surga? Apakah orang-orang seperti saya tidak boleh berdoa kebaikan dan kebahagiaan?
Tolong Ustadz, beri saya pencerahan. Terima kasih Ustadz.
Wassalamu'alaikum Wr. Wb.
X-…….
Jawaban:
Wa'alaikumsalam Wr. Wb.
Sebelumnya saya ucapkan selamat kepada Anda dan suami yang belum lama melangsungkan pernikahan. Mudah-mudahan suami bisa menjadi pemimpin yg baik hingga kalian berdua pun dapat mewujudkan rumah tangga yg sakinah, penuh mawaddah dan rahmah, dan pada akhirnya kebahagiaan di dunia dan akhirat pun dapat terwujud, amin Ya Robbal-‘aalamiin.
Saudariku, apa yang Anda alami itu memang sering terjadi di kalangan masyarakat kita. Menurut saya, hal itu disebabkan karena kurangnya pemahaman yang baik tentang ajaran-ajaran al-Qur'an dan hadits serta kurangnya komitmen untuk mengaplikasikan ajaran-ajaran tersebut dalam kehidupan sehari-sehari, mulai dari hal yang terkecil. Saya yakin bahwa wanita yang Anda ceritakan itu pasti mengetahui bahwa kemuliaan seseorang di mata ALLAH bukan diukur berdasarkan status sosial, ras, jabatan ataupun ilmu agamanya, tetapi diukur berdasarkan ketakwaannya. Sebanyak apapun ilmu agama yang dimiliki seseorang, tapi kalau tidak diamalkan, maka hal itu tidak akan menambah kemuliaannya di mata ALLAH. Hal itu justru malah menambah hina di mata-Nya. Tidak sedikit dalil yang menunjukkan hal itu, di antaranya: Firman Allah swt.: “Sungguh yang paling mulia di antara kamu di sisi ALLAH ialah orang yang paling bertakwa.” (QS. Al-Hujuraat [49]: 13) Hadits Nabi saw.: “Sesungguhnya Allah tidak melihat jasad dan rupa kalian, tapi yang Dia lihat adalah hati kalian.” (HR. Muslim) Pada riwayat lain disebutkan: “hati dan amal kalian.” Hadits Nabi saw.: “Tidak akan bergeser telapak kaki seorang hamba pada hari kiamat sebelum ditanya tentang umurnya untuk apa ia habiskan, tentang ilmunya seberapa jauh ia amalkan, tentang hartanya dari mana ia mendapatkannya dan kemana ia belanjakan/nafkahkan, dan tentang badannya untuk apa ia rusakkan (manfaatkan).” (HR Tirmidzi) Hadits ini mengisyaratkan bahwa orang yang berilmu akan dimintai pertanggungjawaban oleh ALLAH atas ilmunya, apakah diamalkan atau tidak. Dari sini, dapat difahami bahwa bila ilmu tersebut diamalkan, maka kemuliaannya di mata ALLAH akan bertambah. Tetapi bila tidak diamalkan, maka kemuliaannya justru akan berkurang.
Lalu, kenapa hal seperti itu bisa terjadi pada diri wanita tersebut, padahal dia adalah orang yang tahu agama, bahkan hafal al-Qur`an? Menurut saya, hal itu disebabkan karena kurangnya komitmen yang baik untuk mengamalkan ilmu yang dimilikinya. Karena itu, Anda tidak perlu cemas, stres, apalagi sampai putus asa terhadap rahmat ALLAH! Yakinlah bahwa kemuliaan seseorang di mata ALLAH diukur berdasarkan ketakwaannya, seperti yang ditegaskan ALLAH dalam surah al-Hujuraat tersebut. Jadi, kemuliaan seseorang bukan diukur berdasarkan banyak tidaknya ilmu agama yang dimiliki. Ketakwaan itu sendiri sangat ditentukan oleh komitmen seseorang untuk mengamalkan apa yang dia ketahui, bukan oleh banyaknya ilmu yang dia miliki.
Saudariku, ketahui pula bahwa surga itu diperuntukkan bagi orang-orang yang bertakwa, bukan orang-orang yang berilmu. ALLAH swt. berfirman: “Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Rabb-mu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa, yaitu orang-orang yang menginfakkan hartanya, baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema’afkan kesalahan orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. Dan juga orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka. Dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah? dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui.” (QS. Ali ‘Imran [3]: 133-135)
Sekarang hadapi masalah Anda dengan hati dan pikiran yg jernih. Lakukan dua pendekatan: pendekatan horisontal, yaitu dengan membicarakan masalah ini dengan suami. Tentunya sebisa mungkin hindari emosi, karena emosi tidak akan pernah menyelesaikan masalah. Emosi justru akan menambah runyam masalah. Yang kedua adalah pendekatan vertikal, yaitu dengan cara berdoa kepada ALLAH swt.. Memohonlah kepada-Nya agar Anda diberi ketabahan dalam menyelesaikan masalah ini, semoga suami bisa menghadapi masalah ini secara dewasa, dan semoga wanita tadi diberi hidayah oleh ALLAH swt. Selamat mencoba! Wallaahu A’lam….
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
www.mediasilaturahim.com
www.media-silaturahim.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar