Minggu, 06 Desember 2009

Mengajari Anak Shalat

Pembicaraan mengenai perintah shalat merupakan pembicaraan tentang salah satu aspek spiritual terpenting dalam kehidupan sang anak. Sebab membiasakan anak untuk mengerjakan shalat dalam masa kanak-kanak ini akan memberikan sejumlah hal besar yang bermanfaat baginya.

Hal pertama dan yang terpenting adalah menjelaskan tentang hubungan antara seorang hamba dengan Tuhannya secara praktis.

Kedua adalah mengajarkan kepada si anak untuk bersuci [thaharah] dan membersihkan diri pada saat akal mereka masih jernih dan perangai mereka masih steril, yaitu dengan cara mengajarkan kepadanya untuk membasuh anggota-anggota badannya yang mudah terkena kotoran dan faktor-faktor lingkungan lainnya seraya memanjatkan dzikir dan doa. Dengan demikian, maka sang anak pun akan terbiasa untuk melakukan sesuatu yang dapat menerangi hati dan melapangkan dadanya, sehingga sejak kecil ia pun menjadi orang yang bersinar baik lahir maupun batinnya.

Ketiga adalah mendidik anak untuk belajar disiplin dalam memelihara waktu dan menjaga berbagai aturan yang terkait dengan waktu, dengan cara-cara yang tidak mungkin baginya untuk melakukan kesalahan atau kekeliruan. Maksud dari semua itu adalah agar anak dapat mengetahui bahwa waktu merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan seorang muslim yang berjalan seiring dengan pergantian malam dan siang, dan bahwa dia merupakan bagian dari waktu yang ada.

Lebih jauh, hal itu juga dimaksudkan agar si anak dapat mengetahui bahwa Allah telah menentukan aturan-aturan waktu yang bertujuan agar ia mau berusaha untuk memanfaatkannya dengan baik, dengan metode dan cara-cara yang baik.

Karena begitu pentingnya shalat, dan agar sang anak lebih terdorong untuk selalu melaksanakannya, maka Rasulullah saw pun bersabda,

“Perintahlah anak-anakmu untuk (mengerjakan) shalat ketika mereka (berusia) tujuh tahun, dan pukullah mereka jika mereka meninggalkan shalat, padahal mereka sudah (berusia) sepuluh tahun. Lalu, pisahkanlah tempat tidur mereka (antara laki-laki dan perempuan).” (HR al-Hakim dan Abu Dawud )

Mengapa mereka sudah diperintah untuk shalat padahal mereka masih berusia tujuh tahun? Jawabannya adalah agar mereka terbiasa untuk melakukan shalat. Perintah tersebut dimaksudkan agar mereka selalu mengerjakan shalat selama tiga tahun, yaitu dari usia tujuh sampai sepuluh tahun. Tidak diragukan lagi bahwa waktu tiga tahun merupakan waktu yang cukup untuk membiasakan diri seseorang dalam mengerjakan shalat, apalagi jika pelajaran-pelajaran tentang shalat itu dapat diterimanya dengan baik, baik melalui perkataan maupun perbuatan.

Kemudian Rasulullah saw juga telah mengisyaratkan tentang pentingnya hukuman pukulan bagi seorang anak dengan maksud agar ia tidak meninggalkan shalat. Akan tetapi sebagimana telah disinggung oleh para ulama, pukulan ini harus dilakukan dengan tangan dan bukan dengan kayu, pukulan tersebut tidak boleh menyakitkan, dan tidak boleh dilakukan pada anggota-anggota tubuh yang dapat membuat si anak menjadi mati seperti wajah, kepala, tengkuk dan dada.

Selain itu, pukulan tersebut tidak boleh lebih dari tiga kali, dan tidak boleh dilakukan kecuali bertujuan untuk mendidik atau untuk menegakkan hukum-hukum Islam. Oleh karena itu pukulan tersebut tidak boleh dilakukan atas dasar dendam atau karena kebencian orang tua kepada anaknya. Sebab, pukulan tersebut akan dimintai pertanggung-jawabannya pada hari kiamat nanti.

Dalam kitabnya, Ibn ‘Abidin menjelaskan:

“Seorang anak boleh dipukul supaya dia mau melaksanakan shalat ketika dia telah genap berusia sepuluh tahun. Namun pukulan itu harus dilakukan dengan tangan dan bukan dengan kayu, dan pukulan itu pun tidak boleh lebih dari tiga kali.”

Ibn ‘Abidin menambahkan, “Zhahir perkataan tersebut menunjukkan bahwa dalam masalah lain selain shalat, seorang anak juga tidak boleh dipukul dengan tongkat.”

Ketika menjelaskan hadits Nabi saw yang berbunyi, “perintahkanlah anak-anak kalian untuk (mengerjakan) shalat ketika mereka (berusia) tujuh (tahun)”, penulis kitab ad-Dur al-Mukhtâr menjelaskan, “Menurut pendapat yang benar dalam masalah ini, ibadah puasa tidaklah berbeda dengan ibadah shalat”.

Ibn ‘Abidin berkata, “Maksud dari kedua riwayat tersebut adalah bahwa seorang anak harus diperintahkan untuk melaksanakan semua hal yang telah diperintahkan Allah dan menghindari semua yang dilarang-Nya.”

Ibn Abidin menjelaskan, “Dalam pembahasan tentang hukum-hukum yang berkaitan dengan anak kecil telah dijelaskan bahwa seorang anak kecil telah diperintahkan untuk mandi dan mengulangi shalat yang dilakukan tanpa berwudhu. Namun ia tidak diperintahkan untuk mengulangi puasa, karena hal itu akan memberatkannya.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

negeriads.com

Kegiatan Para Pecinta Qur'an & Sunnah